Tech

Pertama Di Dunia, Mango Meter Aplikasi Penilain Film Yang Melek Gender

95
×

Pertama Di Dunia, Mango Meter Aplikasi Penilain Film Yang Melek Gender

Share this article

LASAK.iD – Industri perfilman tanah air secara perlahan memang mulai menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Namun dibalik itu banyak hal yang sebenarnya masih menjadi perhatian bagi banyak pihak seperti kritikus film, aktris hingga termasuk para kreator filmnya itu sendiri. Salah satunya tentang kesetaraan genre, memang bukan penindasan secara “sadis” namun dilakukan secara halus seperti dalam sebuah dialog dalam film.

Hal inilah yang menjadi perhatian khusus oleh beberapa pihak, seperti sebuah majalah daring feminis Magdalene (Magdalene.co) yang bekerjasama dengan yayasan politik Jerman Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) untuk wilayah Asia meluncurkan sebuah aplikasi bernama Mango Meter. Pastinya bertanya-tanya apa itu Mango Meter dan apa hubungannya dengan kesetaraan genre yang dimaksud?

Untuk menjawab hal tersebut, pada Sabtu (16/2/2019) lalu aplikasi yang terinspirasi dari situs ulasan film Rotten Tomatoes resmi diperkenalkan ke publik melalui press conference yang dihadiri oleh penggagas dan pakar yang berhubungan dengan dunia perfilman tanah air.

Memperkenalkan lebih jauh aplikasi Mango Meter yang menekankan pada perspektif feminis, talkshow dengan tema “Menuju Industri Perfilman yang Melek Gender” diadakan pihak penyelenggara yang menghadirkan Mouly Surya (Sutradara Terbaik FFI 2018 “Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak”), Ardina Rasti (Aktris), Lisabona Rahman (Kritikus Film) dan salah satu penggagas Mango Meter, Sharmee Hossain.

Manggo Meter/ dok. Sarah – LASAK,ID

Dalam talkshow yang berlangsung lebih dari satu jam ini banyak membahas mengenai perfilman tanah air khususnya yang memang mengarah pada perspektif feminis. Hal tersebut terlihat jelas dari pakar yang dihadirkan.

Talkshow ini bukan untuk meninggikan setingginya wanita dalam sebuah film namun memberikan pengertian kepada banyak masyarakat terlebih para pelaku industri perfilman baik crew maupun pemainnya itu sendiri. Bahwasanya hal kecil sekalipun dalam sebuah film bisa dikatakan sangat melecehkan perempuan, baik secara verbal maupun non verbal.

Dari sisi kritikus film yang diwakili oleh Lisabon Rahman mengatakan memang saat ini kritikus perempuan harus lebih banyak bukan karena film Indonesia sangat mengkhawatirkan masalah kesetaraan genre, namun untuk memberikan penggambaran yang berbeda kepada pelaku film dan penonton filmnya sendiri. Menurutnya dengan lebih banyaknya kritikus perempuan akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perfllman tanah air.

Aplikasi Manggo Meter

Seperti dijelaskan sebelumnya aplikasi ini mengulas film dari perspektif feminis dan menjadi yang pertama di dunia. Hal ini untuk mendorong masyarakat lebih melek dan kritis terhadap film yang mereka tonton, bukan untuk menjatuhkan namun untuk mengevaluasi dan lebih sadar akan gender, stereotip ras maupun dari sisi peranan tradisional agar tidak meminggirkan kelompok tertentu.

Aplikasi ini dibuat dengan mempertimbangkan keberagaman realitas budaya di Asia yang direpresentasikan melalui film. Untuk itu Mango Meter mencoba mewadahi aspirasi dan suara perempuan maupun kelompok marjinal khususnya di Asia untuk bisa didengarkan dan dipertimbangkan oleh para pembuat film di dunia.

Terinspirasi Rotten Tomatoes sebenarnya tampilan dan kegunaan tidak jauh berbeda, dengan memberikan penilaian film dalam skala 1-5 dengan cara mengakumulasi penilaian pengguna, dengan 1 sebagai nilai terendah dan 5 sebagai nilai tertinggi. Termasuk memberikan komentar pengguna di kolom terakhir.

Aplikasi akan secara otomatis mengakumulasi skor yang kamu berikan serta menunjukkan penilaian paling populer termasuk penilaian dari tim Mango Reviewers yang bisa digunakan sebagai perbandingan. Pengguna juga bisa membagikan penialainnya di media sosial loh. Sebagai catatan, jika pengguna tidak bisa menemukan film yang ingin dinilai, kalian bisa mengklik “menu bar” dan memilih opsi “suggest movie”.

Aplikasi Mango Meter merupakan bagian dari proyek FES yaitu Political Feminism in Asia dan didirikan dari sekelompok feminis yang memang peduli akan isu gender di Asia, seperti Chen Yi-Chien (Taiwan), Devi Asmarani (Indonesia), Medhavinee Namjoshi (India), Meggan Evangelista (Filipina), Sahar Gul (Pakistan) dan Sharmee Hosain (Bangladesh).

(Sarah)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x