Review

Petualangan Dora Remaja Dan Parapata Di Dora and the Lost City of Gold

73
×

Petualangan Dora Remaja Dan Parapata Di Dora and the Lost City of Gold

Share this article

LASAK.iD – Serial animasi Dora the Explorer karya Chris Gifford, Valerie Walsh, dan Eric Weiner yang mulai tayang secara reguler sejak tahun 2000 hingga 2004 telah menuai sukses besar. Keuntungan yang di dapat bisa dikatakan cukup besar mencapai 1 miliar dollar atau lebih dari 14.2 triliun rupiah.

Sedangkan di Indonesia sendiri serial Dora the Explorer mulai tayang sejak 2006 dan berakhir pada 2015 silam. Serial ini menjadi salah satu serial animasi favorit anak-anak Indonesia. Selain menggemaskan, serial ini sejak awal pembuatannya memang untuk memberikan pendidikan dalam banyak hal.

Hadir dalam live-action

Menuai sukses besar secara global, Nickelodeon sebagai pemegang hak paten siar atas serial animasi tersebut akhirnya memproduksinya dalam versi layar lebar. Bekerjasama dengan rumah produksi yang memiliki nama besar seperti Paramount Pictures dan Paramount Players, Dora kali hadir bukan lagi animasi namun dalam bentuk live-action berjudul Dora and the Lost City of Gold yang di sutradarai James Bobin.

Filmnya kali ini hilang kesan anak kecil lucu dan imut yang selama ini terlihat dalam serial animasinya. Dora kini menjelma menjadi gadis remaja yang cantik. Walau sebenarnya secara tampilan tidak banyak mengalami perubahan, yang memang identik dan menjadi identitas dari karakter Dora.

Hal itu sudah terlihat sejak trailer filmnya resmi di rilis, baju merah muda yang selalu dipadukan dengan celana pendek berwarna orange, lalu rambut dengan potongan bob berponinya tetap dipertahankan oleh Tom Wheeler dan Nicholas Stoller sebagai penulis.

Tidak ketinggalan juga sahabat sejati yang selalu mendampingi dan membantu Dora saat mengalami kesulitan, yaitu Boots the Monkey, Ransel serta Peta. Hal-hal ini memang menjadi wajib untuk tetap ada dalam filmnya. Justru akan terasa aneh jika dihilangkan secara tiba-tiba.

Dora and the Lost City of Gold sudah bisa dinikmati oleh penonton Indonesia mulai dari 8 Agustus 2019.

Angkat cerita dari legenda the lost city of gold

Sebagai film dengan genre action, adventure juga mystery, Dora and the Lost City of Gold menyajikan sebuah petualangan seru dan menarik. Dengan tetap menghadirkan hutan sebagai set utamanya, seperti yang selalu ditampilkan Dora dalam serial animasinya.

Sesuai dengan sub judulnya, petualangan Dora (Isabela Moner) dalam Dora and the Lost City of Gold membawa penonton ke pedalaman hutan dari negara bagian Amerika Selatan, tepatnya di negara Peru.

Untuk mencari sebuah kota peninggalan bangsa Inca yang sesuai legenda menyimpan harta yang banyak khususnya emas, bernama Parapata atau dikenal dengan the lost city of gold (dalam catatan sejarah disebut dengan Paititi). Selain memang membantu menemukan kedua orang tuanya yang dalam filmnya “di buru” oleh para pemburu harta karun yang dipimpin oleh Alejandro (Eugenio Derbes).

Sesuai dengan komitmen awal untuk menyajikan tontonan yang menghibur namun tetap membawa pesan pendidikan dan pengetahuan didalamnya tetap dilakukan dalam live-action dari Dora. The lost city of gold bukan sebuah cerita fiksi yang di karang oleh Tom Wheeler dan Nicholas Stoller sebagai penulis.

Kenyataannya dalam catatan sejarah legenda tentang the lost city of gold, bangsa Inca dan Peru menjadi sebuah catatan cerita sejarah. Bahkan hingga lebih dari 1 abad banyak peneliti melakukan ekspedisinya terkait Parapata (dalam catatan sejarah disebut dengan Paititi) Walau sampai sekarang bukti konkrit akan kebenaran dan keberadaan kota tersebut masih menjadi polemik. Sama halnya yang terjadi pada the lost city of Atlantis.

Hanya saja untuk kebutuhan sebuah produksi film, ada beberapa hal yang memang diubah, dihilangkan atau ditambahkan. Untuk mempersingkat cerita dan menampilkan audio visual yang menarik untuk di tonton pastinya.

Petualangan yang disajikan selama pencarian Parapata pun dibuat dengan penuh teka-teki kuno persis dengan gaya film serupa seperti Tomb Raider, Journey to the Center of the Earth bahkan film legendaris Indiana Jones.

Tampil sebagai remaja

Selama 172 episode dari serial animasinya, kesan yang didapatkan penonton selalu Dora sebagai anak kecil yang lucu dan juga imut. Hal itu hilang seketika dalam filmnya berjudul Dora and the Lost City of Gold. Tampilan Dora menjelma menjadi remaja SMA yang cantik, walau masih menampilkan baju merah muda, celana orange dan ransel yang menjadi ikoniknya darinya.

Dalam filmnya, Dora akhirnya memutuskan untuk “keluar” dari kehidupan hutan yang telah menjadi sahabatnya selama 17 tahun. Selama itu juga Dora hanya bersahabat dengan kedua orang tuanya, Cole (Michael Pena) dan Elena (Eva Longoria) yang sekaligus menjadi gurunya selama ini. Tidak ketinggalan seekor monyet bernama Boots yang juga menjadi sahabat setianya.

Dora harus memasuki dunia baru, yaitu kehidupan SMA yang dipehuni remaja seumuran dengannya. Hal yang tak pernah dirasakannya selama tinggal di hutan, seperti pesta dansa, persaingan, kecemburuan hingga drama percintaan.

Namun dengan kepolosan sebagai orang yang pertama kali menjalani kehidupan perkotaan, ditambah kedekatannya dengan Diego (Jeff Walhberg) yang membuat dirinya tanpa sengaja mendapatkan teman baru, Sammy (Madeleine Madden) dan Randy (Nicholas Coombe).

Di versi remaja ini juga kemampuan dan kecerdasaran dari Dora lebih ditonjolkan. Contoh yang ditampilkan dalam film saat dirinya mencari jejak kedua orang tuanya di hutan, membaca tanda bahkan membaca menentukan koordinat dalam peta. Termasuk kemampuannya yang menguasai bahasa dari bangsa Inca melebihi orang tuanya.

Jokes segar yang berhasil

Satu hal yang menarik dan mencuri perhatian selain Dora yang tampil baru sebagai remaja adalah jokes yang muncul sepanjang film. Bahkan unsur penyampaian hal tersebut dilakukan secara verbal dan non-verbal.

Secara verbal, para karakter berhasil menyampaikan isi dan maksud dari naskah sesuai keinginan penulis dan sutradara untuk membuat sebuah kelucuan. Non-verbal didapatkan melalui gestur, body language termasuk ekspresi, body contact, blocking dan angle camera yang memang sudah di konsepkan sejak awal.

Kedua hal ini berhasil dilakukan tanpa memberi kesan sebagai jokes yang garing atau memaksakan. Porsinya pas dan cukup masuk akal untuk sampai ke penonton anak-anak. Penonton sendiri sudah dibuat tertawa sejak awal. Hal yang jarang ditemukan untuk sebuah film bergenre keluarga atau adventure seperti Dora. Hal semacam ini mungkin hanya kita temukan untuk film dengan tema komedi.

Secara keseluruhan film ini berhasil dan sampai untuk apa yang dimaksudkan dalam film. Adegan nyata yang dipadu dengan efek khusus seperti CGI pun terlihat realistis yang dapat di terima dan di lihat orang dewasa maupun anak-anak. Hal-hal yang memang menjadi identikal dari serialnya pun disajikan dengan bijak.

Hanya ada beberapa kekurangan di part tertentu yang terlihat dalam filmnya. Termasuk klasifikasi umur penonton yang ditargetkan oleh filmnya sebagai tontonan semua umur, namun filmnya sejenak memberikan kesan sebaliknya.

Production company: Paramount Players, Nickelodeon Movies, Walden Media, MRC

A Burr! Productions

Distributor: Paramount Pictures

Cast: Isabela Moner, Eugenio Derbez, Michael Peña, Eva Longoria, Adriana Barraza, Temuera Morrison, Jeff Wahlberg, Nicholas Coombe, Madeleine Madden, and Danny Trejo

Director: James Bibon

Screenwriter: Tom Wheeler, Nicholas Stoller

Producers: Kristin Burr, p.g.a.

Executive producers: Julia Pistor, Eugenio Derbez, John G. Scotti

Duration: 1 hour 40 minutes

(Sarah)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x