Sewaktu Piknik

Menjelajah Sejarah Di Pecinan Jakarta

99
×

Menjelajah Sejarah Di Pecinan Jakarta

Share this article

SEWAKTU PIKNIK – Jakarta selalu menjadi tempat yang manarik untuk di jelajahi. Meski telah menjelma kota metropolitan, Jakarta tetap menyisakan sejarah masa lalu yang masih dapat dinikmati hingga saat ini. Salah satu yang tidak bisa dilepaskan dari Jakarta adalah  unsur Tionghoa, yang turut berpengaruh terhadap kebudayaan Betawi.  Maka tak heran, saat menyusuri kawasan Pecinan yang merupakan bagian kota lama ibukota, kita seakan menjemput masa lalu, sekaligus membawa kita pada rasa Negeri seberang, Tiongkok.

Petak Sembilan, ikon Pecinan Ibukota (dok. tionghoa.info)
Petak Sembilan, ikon Pecinan Ibukota (dok. tionghoa.info)

Tempat pertama yang menarik untuk dikunjungi adalah Pasar Petak Sembilan. Terletak di jalan Kemenangan, Petak Sembilan menjadi kawasan Pecinan terbesar ibukota. Di pasar tradisional yang selalu ramai pengunjung ini, ada beraneka makanan, minuman dan dagangan khas seperti kue keranjang, herbal, jamu, rempah-rempah, dodol, permen. Ada juga pernak pernik khas Tionghoa yang biasanya digunakan saat peribadatan umat Budha dan Konghucu.

Tak jauh dari Petak Sembilan, kita akan menemukan bangunan bergaya Tiongkok Selatan/ Fukien dengan halaman luas dan sangat asri. Jangan kaget begitu memasuki kawasan ini kita akan menemukan  ornamen Bunda Maria. Ya, bangunan yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya di tahun 1972 ini merupakan Gereja Katolik St. Maria de Fatima. Sudah berdiri sejak 1850, gereja ini sarat sejarah  dan menjadi saksi bisu kehidupan orang Tionghoa di Jakarta. Di sini, kerap berlangsung misa kebaktian yang diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia dan Mandarin.

Gereja Katolik St. Maria de Fatima sudah berdiri sejak 1850 (dok. wikipedia)
Gereja Katolik St. Maria de Fatima sudah berdiri sejak 1850 (dok. wikipedia)

Melanjutkan penelusuran di kawasan yang sama, kita akan menemukan satu lagi rumah ibadah, Kelenteng Tanda Bhakti . Wihara ini didirikan untuk menghormati Dewa Tan Seng Ong. Pada tahun 2014, wihara berumur 257 tahun ini mendapat pengakuan khusus dari Pemerintah RI melalui Pemprov DKI Jakarta. Kelenteng ini lantas dijadikan sebagai salah satu warisan sejarah yang bernilai untuk Tanah Air. Keunikan wihara ini tampak dari kolam ikan yang cantik dan asri di tengah bangunan.

Puas menikmati arsitektur khas Tiongkok, saatnya menikmati cita rasa otentik di kedak Kopi Tak Kie yang sudah berdiri sejak 1929. Didirikan pertama kali oleh seorang perantau dari Tiongkok bernama Liong Kwie Tjong. Konon  kabarnya, kedai kopi ini tidak pernah berubah sejak awal didirikan hingga saat ini. Maka tak heran, pengunjung tempat ini adalah pelanggan setia yang  turun temurun antar generasi. Menunya yang legendaris adalah es kopi tak kie.

Dari kedai Tak Kie, kita bisa berjalan sekitar 10 menit menuju Gang Gloria Glodok. Kawasan Pecinan yang legendaris ini akan memanjakan lidah dengan berbagai menu kulineran lezat nan menggiurkan yang tentu saja dengan cita rasa yang otentik. Sebut saja Kari Ayam Kari Lam,  Mie Kangkung Si Jangkung, hingga Cakwe Medan Gang Gloria yang semuanya dibanderol dengan harga sangat bersahabat.

Tak lengkap rasanya bila menyusuri Pecinan tanpa bicara cerita-cerita yang mengundang rasa penasaran. Maka mari berkunjung ke Rumah Mayor Candra Naya, yang  sering dianggap angker karena letaknya persis diapit oleh gedung hotel dan apartemen. Padahal, sebenarnya rumah mayor ini sarat nilai sejarah. Di dalamnya terdapat sebuah taman air yang menyejukkan suasana dan menambah keindahan bangunan. Saat ini Candra Naya berada di bawah pengawasan Dinas Pawriwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Meski begitu, ia termasuk dalam komplek hunian superblok PT Modernland Reality Tbk.

Toko Merah (dok. Kumparan)
Toko Merah (dok. Kumparan)

Terakhir, Toko Merah. Bangunan artistik khas Negeri Panda ini tak hanya sarat nilai sejarah, interiornya pun Instagenic dengan gaya vintage dan khas Tionghoa. Megah dan antik, bangunan ini sering dikaitkan dengan kisah horor yang dituturkan dari mulut ke mulut. Berdasarkan sejarah, nama Toko Merah itu diambil dari peristiwa Geger Pecinan yang memakan ribuan korban.

(Nila Kurnia)