LASAK.iD – Umat Muslim meyakini adanya bangsa jin sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Makhluk gaib yang terbagi menjadi 2 golongan, yaitu jin Muslim dan jin kafir. Salah satu yang tergolong dalam jin kafir diketahui bernama Ummu Shibyan. Sosok jin yang digambarkan sebagai jin perempuan dengan mata besar dan seram, yang diyakini mengganggu anak-anak kecil, terutama bayi.
Terkait Ummu Shibyan, diketahui tercatat dalam beberapa riwayat Hadist, walau banyak ulama menyatakan sebagian riwayat tersebut merupakan Dhaif atau tidak Shahih. Meski begitu, kepercayaan terkait Ummu Shibyan masih banyak terjadi di berbagai daerah, terutama Pulau Jawa.
Hal ini yang kemudian menjadi inspirasi untuk sebuah produksi film yang menempatkan sosok Ummu Shibyan sebagai antagonis dari cerita filmnya. Menengok kembali pada 2023 lalu, yang menjadi momen perilisan film pertama dari Waktu Maghrib. Film yang cukup menarik perhatian ketika judul yang dipilih justru Waktu Maghrib.
Menilik dari kebanyakan film horor yang selalu menggunakan nama dari karakter antagonis ceritanya, sebut saja Kuntilanak, Pocong, Kuyang, Jelangkung dan masih banyak lagi. Terkait ini, sutradara filmnya Sidharta Tata sempat ungkap alasan memilih judul Waktu Maghrib.
Baca juga: Review: Waktu Maghrib, Setan Wanita Yang Mengintai Anak-Anak
Ia merujuk pada beberapa Agama dan kepercayaan, bahwa waktu Maghrib atau sering disebut surup, diyakini menjadi waktu peralihan untuk setan dan jin yang cenderung lebih banyak berkeliaran dan mencari tempat berlindung, termasuk di sekitar rumah dan manusia.
“Waktu Maghrib adalah masa peralihan dari terang ke gelap. Masa untuk orang-orang istirahat sejenak dan beribadah. Saat itu dipercaya sebagai masa sakral dalam budaya manapun dengan cara apapun. Masa itu, baiknya orang-orang yang memiliki Iman melakukan ibadah atau sejenak di rumah. Masa itu, janganlah melakukan hal buruk karena akan ada konsekuensinya“, ungkap Sidharta Tata.
Keterkaitan dibalik waktu Maghrib dengan Ummu Shibyan yang kemudian menjadi cikal bakal penulisan ceritanya Sidharta Tata bersama Khalid Kashogi dan Bayu Kurnia untuk film sekuel berjudul Waktu Maghrib. Menarik ketika mengambil inspirasi tentang sebuah fakta yang tertulis, dalam hal ini kaitannya dengan Agama.
Bicara filmnya secara produksi, hal seperti cerita, karakter hingga sinematografi tidak bisa begitu saja dilewatkan. Secara cerita, Waktu Maghrib kini hadir untuk film sekuel yang melanjutkan kembali cerita dari sosok Ummu Shibyan. Kali ini, mengambil latar waktu 20 tahun setelah teror Ummu Shibyan di sebuah kampung bernama Jatijajar.
Tak hanya kembalinya sosok Ummu Shibyan, film sekuel yang kini berjudul Waktu Magrib 2 turut menampilkan kembali bocah laki-laki yang selamat 20 tahun lalu yang kini sudah dewasa bernama Adi. Ia kembali untuk memburu entitas dari masa lalu dan melenyapkannya agar tidak lagi meneror anak-anak.
Meski secara konflik utamanya hadir dari sosok Ummu Shibyan, namun menariknya ketika screen time untuk karakter tersebut justru tidak banyak. Sejak film pertamanya di 2023, penulis dan sutradara dari Waktu Maghrib memilih untuk memberikan horror experience akan sosok Ummu Shibyan melalui konsep berbeda, yaitu kerasukan.
Di mana, Ummu Shibyan memilih tubuh seseorang sebagai wadah agar bisa bergerak bebas hingga akhirnya bisa mempengaruhi orang-orang desa. Demi tujuan utamanya menculik semua anak-anak dan mengambil jiwanya. Di film sekuel-nya kali ini, karakter anak bernama Wulan yang kini dipilih sebagai wadah oleh Ummu Shibyan.
Anantya Kirana yang kebetulan memerankan karakter Wulan cukup berhasil melakukannya, dengan membawa vibes yang sama seperti yang dilakukan Taskya Namya sebelumnya. Baik Taskya maupun Anantya berhasil membuat merinding, saat penyampaian emosi, perasaan dan pikiran lebih dilakukan dengan eye acting atau berbicara melalui mata.
Kedua aktris tersebut, secara kebetulan di kehidupan nyata memiliki tipikal tatapan tajam yang diperkuat dengan bentuk mata yang besar. Tentu menjadi pas untuk kebutuhan penulis dan sutradara dengan konsep dari Waktu Maghrib 2. Akting mata keduanya diperkuat dengan mimik, seperti senyum tipis yang semakin menambah kesan seram.
Di sisi lain, Waktu Maghrib 2 kembali menempatkan pemain anak-anak sebagai penggerak dan pembawa cerita filmnya. Sutradara Sidharta Tata mampu memaksimalkan akting pemain anak-anak sehingga maksud dan tujuan dari cerita filmnya tersampaikan ke penikmat film.
Seperti yang ditunjukan aktor muda, Muzakki Ramdhan. Ia berhasil menjalankan peran sebagai antagonis bernama Endro. Pada sebuah momen ia mengungkapkan rasa bahagia atas perannya itu. Selain bisa lebih mengeksplorasi dari sisi akting, ia sangat menikmati perannya yang 80 persennya melakoni adegan kesurupan dan menjadi cukup brutal untuk mengendalikan keadaan.
Begitu pun dengan karakter anak-anak lainnya, baik itu karakter utama maupun cameo untuk filmnya. Sutradara Sidharta Tata mampu mengarahkan para pemain muda tanpa terlihat yang dipaksakan berakting, meski mereka hanya sekedar cameo. Terkait ini memang belum dengan capaian 100 persen namun masih dalam porsi begitulah seharusnya karakter anak-anak meski film horor.
Hal lainnya, Waktu Maghrib 2 terlihat melakukan banyak upgrade di berbagai sisi produksi, meski secara vibes dan ambience masih membawa yang sama. Termasuk pola yang berulang namun dengan konflik cerita, latar pada waktu dan set dihadirkan baru. Misalnya, pada adegan kesurupan dari para karakter, yang kali ini jauh lebih brutal yang otomatis ketegangan yang diciptakan pun meningkat.
Berkaitan dengan kesurupan, vibes yang kini dihadirkan sutradara pun turut berubah dan berbeda, akan rasa tegang, merinding serta deg-degan yang sampai ke penikmat film. Menilik dari film pertama, ketegangan pada bagian kesurupan yang tervisualisasikan berada pada sebenarnya ranah dan rasa horor.
Pada film sekuel-nya, meski dengan adegan yang sama ketegangan yang dirasakan justru seperti yang diciptakan pada produksi film zombie. Ini terlihat dari adegan Endro cs yang mengejar beberapa karakter utama filmnya, yaitu Yugo dan Dewo. Hal itu semakin dipertegas dengan penggunaan prostetik dari Endro cs.
Meski begitu, penyajian hampir keseluruhan filmnya secara sinematografi sangat menarik. Sutradara filmnya mampu menciptakan ilusi berbeda dari kebanyakan film. Melalui sudut kamera serta pemilihan warna film yang tepat, sutradara mampu membuat gambaran set filmnya seperti berada dalam studio atau membangun set yang menggunakan green screen.
Cukup banyak adegan yang mempertegas akan hal ini, beberapa di antaranya terlihat pada adegan bagian konflik dan klimaks. Terutama yang melibatkan Endro cs membabi buta terhadap Yugo, Dewo dan warga desa. Adegan lainnya dari klimaks konfliknya, ketika Adi akhirnya berhadapan kembali dengan trauma terbesarnya, yaitu Ummu Shibyan.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, semakin mempertegas Sidharta Tata sebagai sutradara yang memiliki kekhasannya tersendiri. Biasanya, penikmat film yang jeli akan otomatis mengenali sajian yang diberikan sepanjang filmnya, terutama yang kaitannya dengan cara mendirect pemain hingga sinematografi filmnya.
Jika sedikit membahas cerita dari film sekuel Waktu Maghrib. Entah secara kebetulan atau memang penulis cerita filmnya yang akhirnya terinfluence, namun film sekuel Waktu Maghrib membawa vibes dan ambience yang sama dari film produksi hollywood berjudul It (2016). Kebetulannya pula film yang ditulis Chase Palmer, Cary Fukunaga dan Gary Dauberman hadir juga sebagai film sekuel.
Menilik dari film sekuel It, pada film pertama menceritakan tentang teror sosok entitas berwujud badut yang dilakukan di sebuah kota kepada anak-anak di sana. Hal ini selalu terjadi berulang, entitas badut yang dikenal dengan nama Robert “Bob” Gray atau Pennywise the Dancing Clown sejak lama menculik anak-anak kota tersebut untuk diambil jiwanya.
William “Bill” Denbrough dan keenam temannya berhasil melewati teror dari sang badut yang dilakukan melalui trauma masing-masing anak. Hingga akhirnya teror itu kembali setelah mereka dewasa. Di mana, Bill dan teman-temannya harus mencari alasanjuga jawaban untuk menyelesaikan sekaligus menghentikan teror sang badut.
Meski harus kehilangan dua orang dari mereka, namun kelimanya berhasil yang setelahnya seolah telah memutus kutukan yang diberikan sang badut dengan balon merahnya. Untuk bagian ini diceritakan dalam film bagian keduanya. Itulah alasan vibes dan ambience dari film sekuel Waktu Maghrib terasa cukup sama.
Meski begitu, terlepas film dari sutradara Andy Muschietti menjadi inspirasi yang kemudian menginfluence Sidharta Tata dan penulis lainnya, film sekuel dari Waktu Maghrib menjadi produksi film horor tanah air yang menarik. Baik dilihat dari sisi filosofi tentang judul dan karakter di dalamnya, tetapi juga secara teknis produksi yang berkaitan dengan sinematografi.
Meski ada rasa sedikit kurang puas untuk film keduanya, menilik dari keseluruhan cerita, Waktu Maghrib 2 memang menjadi conclusion dari film pertamanya yang diwakilkan melalui karakter Adi dan Ummu Shibyan. Secara umum, penikmat film memang susah terpuaskan untuk sebuah film yang hadir dalam format film series atau memiliki lebih dari satu produksi untuk filmnya.
Production company: Rapi Films, Sky Media, Rhaya Flicks, Legacy Pictures dan Kebon Studio
Distributor: Rapi Films, Legacy Pictures
Cast: Omar Daniel (Adi), Anantya Kirana (Wulan), Sultan Hamonangan (Yugo), Ghazi Alhabsy (Dewo), Ghazi Alhabsy (Endro), Sadana Agung Sulistya (Hansip), Nopek Novian (Naufal), Bagas Pratama Saputra (–), Fita Anggriani Ilham (Ayu), etc
Director: Sidharta Tata
Screenplay: Khalid Kashogi, Bayu Kurnia Prasetya, Sidharta Tata
Producers: Gope T. Samtani
Duration: 1 hours 47 minutes
https://shorturl.fm/A5ni8
https://shorturl.fm/j3kEj
https://shorturl.fm/XIZGD
https://shorturl.fm/68Y8V
https://shorturl.fm/XIZGD
https://shorturl.fm/47rLb
https://shorturl.fm/retLL
https://shorturl.fm/hevfE
https://shorturl.fm/PFOiP