LASAK.iD – Borderlands hadir sebagai film terbaru dari rumah produksi sekaligus distributor film, Lionsgate yang kali ini bertemakan live-action. Sebuah produksi berdasarkan video game populer yang dikembangkan perusahaan game asal amerika, Gearbox Studios dan 2K, dengan nama yang sama.
Pemain dari game series ini tentu sangat hatam dengan plot cerita permainannya. Di aplikasikan dalam media lainnya, seperti film, tentu ada penyesuaian dalam sisi entertainment, dengan tetap menjaga originalitas dan autetik dalam video game. Secara garis besar filmnya, Eli Roth dan Joe Crombie mencoba merangkum keseluruhan plot dari seri video game untuk menjadi cerita 102 menit.
Untuk benang merahnya sendiri, tentu merujuk pada planet Pandora yang disinggahi banyak koloni antarbintang untuk pencarian warisan artefak dari ras yang lama punah bernama Eridian. Dipercaya tersimpan dalam sebuah Gudang Eridian yang mistis, berisi harta dan kekayaan yang tak terhitung, yang dijaga oleh monster yang sangat kuat dan kuno.
Pada karakter, Eli Roth dan Joe Crombie melakukan yang sama seperti pada ceritanya. Tentunya tetap mengacu pada seri pertama video game, seperti keberadaan karakter Lilith, Roland, Claptrap, Tannis, Mad Moxxi, Marcus dan Scooter. Sedangkan, karakter lainnya, yaitu Tina, Krieg dan Ellie merujuk pada seri kedua dari video game.
Begitu pun, pada karakter antagonis, yang dalam versi film live-action, penikmat film akan menemukan nama Atlas yang diperankan aktor Edgar Ramírez. Merujuk kembali pada seri video game-nya, karakter ini mengarah pada nama Handsome Jack, yang digambarkan sebagai presiden Hyperion Corporation, seorang diktator yang telah mengambil alih planet Pandora.
Karakter
Film live-action yang merujuk pada film atau series animasi, video game atau media lainnya memang menjadi sebuah perjudian yang tidak bisa tertebak, bisa saja puas karena menang atau kecewa karena kalah. Perumpamaan yang mengacu pada kepuasan yang ditujukan kepada penggemar dari versi aslinya (animasi, video game).
Pada film Borderlands yang mengadaptasi video game, tentu pecinta atau pemain dari permainannya memiliki ekspektasi yang besar, yang memang telah memiliki ingatan kental pada setiap sudutnya. Pada plot, set bahkan kemampuan dan gambaran tiap karakter di video game.
Meski tidak bermain game-nya, hanya dengan melihat banyaknya review di berbagai platform media, sebenarnya sudah dengan jelas melihat karakteristik dari setiap bagian game. Namun, setelah melihat versi film live-action ada hal yang tertangkap bahwa film ini hanya menggunakan Borderlands sebagai cangkang bukan secara all packages.
Pada karakter misalnya, sebuah kewajaran jika menyesuaikan pada kebutuhan skenario. Hanya saja, sebuah produksi yang segala sesuatunya sudah memiliki bentuk pastinya akan kecewa ketika bentuknya diubah dengan cukup signifikan. Secara sajian game, semua karakter memiliki kekhasan dan pengkarakteran yang sudah terbentuk kuat.
Untuk versi live-action kesan “lembek” yang lebih tertangkap penikmat filmnya. Begitu pun, jika melihat dari deretan pemain yang dipilih untuk berperan. Bukan meragukan dari sisi kualitas akting. Namun, ekspektasi untuk merepresentasikan yang sudah terbentuk dalam game ke film tidak terwakilkan.
Pemilihan cast pun menjadi perbincangan terkait beberapa aktor yang dianggap terlalu dewasa secara usia. Ini karena pemain dari video game bahkan penikmat film secara umum pasti memiliki bayangan atau menerka-nerka deretan aktor yang pas untuk memerankan setiap karakternya saat dikabarkan menjadi live-action.
Set atau latar
Untuk merepresentasikan set atau latar dari video game ke dalam film, memang tidak 100 persen terwakilkan. Namun, untuk penggambaran tiap sudut planet yang penuh kekacauan yang dihuni oleh koloni-koloni bermasalah dirasakan cukup mirip. Dengan representatif planet tandus dengan wilayah yang didominasi tanah berpasir hingga bukit berbatu.
Untuk mendukung latar filmnya, warna amber (kuning+orange) lebih dipilih dibandingkan mengikuti video game yang lebih dominan kepada warna yang lebih gelap (dark). Warna yang memang secara penceritaan filmnya lebih masuk akal dan memang lebih sering digunakan dalam kebanyakan film yang berlatarkan planet.
Apalagi filmnya sendiri yang memang banyak menyisipkan komedi, menjadi masuk akal jika warna film yang dipilih pun pada warna amber. Meski ada beberapa adegan dengan set yang berbeda membawa warna lebih gelap dan warna lebih terang. Ini sepertinya memang menyesuaikan mood adegannya itu sendiri.
Unsur komedi
Menilik dari video game sebenarnya tidak juga merujuk pada sesuatu yang komedi. Secara alur, set dan looks karakter yang jumlahnya hingga puluhan dari kurang lebih 11 seri game, lebih memberi kesan garang dan seram. Sesuatu yang berbanding terbalik untuk representatif pada filmnya.
Film Borderlands tetap pada hakikatnya sebuah film yang serius, yang tersajikan pun seperti juga film yang merujuk pada tema superhero, seserius apapun ceritanya akan selalu ada penyegaran dengan sisipan komedi. Entah itu berupa dark jokes, slapstick, satire dan jenis komedi lain yang menyesuaikan skenario ceritanya.
Untuk Borderlands memang lebih kepada komedi slapstick, yang membuat tertawa ketika para karakternya melakoni adegan aksi. Untuk ini, akan selalu ada satu karakter sentral untuk menciptakan komedi, yang karakter lainnya menjadi supporting atau karakter pemicu. Pada film Borderlands, tugas yang di emban pada karakter yang justru sosok robot bernama Claptrap.
Robot yang memang ditugaskan untuk membantu Lilith yang merupakan karakter utamanya. Jokes slapstick yang dihadirkan Claptrap ini cukup berhasil walau tidak sepenuhnya mengocok perut. Karakter lain dalam filmnya pun mencoba untuk melakukan yang sama, namun kurang berhasil. Pada akhirnya, sekedar lelucon yang membuat senyum tetapi bukan tertawa di penonton.
Melihat keseluruhan filmnya, cara penyajian Borderlands memang cukup mirip dengan beberapa judul film lainnya. Di sebagian besarnya berhasil dengan konsep yang sama. Namun, pada film Borderlands bisa dikatakan kurang. Sebagai sajian hiburan film Borderlands tentu masih bisa untuk dinikmati ceritanya. Ini kembali lagi kepada selera penonton, yang sebagian mungkin suka dan sebagian lainnya kurang suka.
Production company: Lionsgate, 2K, Gearbox Studios
Distributor: Lionsgate
Cast: Cate Blanchett (Lilith), Kevin Hart (Roland), Jack Black (Claptrap), Edgar Ramírez (Atlas), Ariana Greenblatt (Tiny Tina), Florian Munteanu (Krieg), Gina Gershon (Mad Moxxi), Jamie Lee Curtis (Tannis), etc
Director: Eli Roth
Screenwriter: Eli Roth, Joe Crombie
Producers: Ari Arad, p.g.a., Avi Arad, Erik Feig
Duration: 1 hours 42 minutes
O que eu não entendi é que, na verdade, você não é muito mais inteligente do que seria agora. Você é muito inteligente. Você sabe muito sobre esse assunto e me fez acreditar nisso de vários ângulos diferentes. É como se mulheres e homens fossem não estou interessado, exceto que é uma coisa a realizar com Woman gaga Suas próprias coisas são excelentes Sempre cuide disso
Someone really helped by creating impressive articles. I must say this is my first visit to your website, and I’m amazed by the work you’ve done to make this post so outstanding. Great job!
Business dicker There is definately a lot to find out about this subject. I like all the points you made
Business dicker Good post! We will be linking to this particularly great post on our site. Keep up the great writing
I was recommended this website by my cousin I am not sure whether this post is written by him as nobody else know such detailed about my trouble You are amazing Thanks
BaddieHub For the reason that the admin of this site is working, no uncertainty very quickly it will be renowned, due to its quality contents.