LASAK.iD – Film maker menjadikan film maker lainnya sebagai inspirasi merupakan hal biasa dalam industri film. Entah dari sisi penulis dengan gaya mereka bercerita atau dari sisi sutradara dengan gaya mereka mengarahkan sebuah produksi film. Ini juga yang dilakukan oleh duo sutradara, Syafiq Yusof dan Abhilash Chandra yang berasal dari negeri jiran, Malaysia.
Keduanya di banyak kesempatan selalu mengatakan secara terang-terangan bahwa karya terbaru berjudul Blood Brothers: Bara Naga sangat terinspirasi dari film series asal Indonesia dengan judul The Raid. Film garapan sutradara Gareth Evans yang dibintangi aktor Iko Uwais memiliki tempat tersendiri untuk Syafiq Yusof dan Abhilash Chandra.
Alasan yang disampaikan keduanya dalam kesempatan mempromosikan film tersebut di Indonesia, dengan menyebut film series dari The Raid bukan hanya terkenal di Malaysia saja, tetapi juga kawasan Asean, Asia bahkan menembus pasar global. Ini menjadi pemicu untuk keduanya untuk membuat film aksi sekelas dunia seperti The Raid.
Baca juga: Blood Brothers: Bara Naga Film Aksi Malaysia Akan Sapa Penikmat Film Tanah Air Juni 2025
Film series The Raid ternyata benar-benar membawa pengaruh besar pada film Blood Brothers: Bara Naga. Secara vibes dan ambience yang dibangun duo sutradara Syafiq Yusof dan Abhilash Chandra terasa sekali menggabung dua unsur sekaligus. Kekhasan akan produksi film negeri jiran masih tetap mendominasi.
Selain pada bahasa melayu sebagai identitas kuatnya, ada juga yang mengkhaskan pada negara tersebut, seperti jokes atau sisi komedi filmnya. Termasuk sisi Islami yang kental tetap dipertahankan, entah diperlihatkan melalui dialog atau pada adegan yang terlihat pada adegan pernikahan antara karakter Ghaz (Sharnaaz Ahmad) dan Sheila (Amelia Henderson).
Syafiq Yusof dan Abhilash Chandra tetap mempertahankan kekhasan negaranya tersebut. Meski tak bisa dipungkiri, pengaruh besar dari film The Raid jelas terlihat pada bagian filmnya, terutama pada adegan aksi. Tak hanya dari intensitas durasi untuk adegan fight yang seakan tidak pernah usai, tetapi juga dari sinematografi yang berhubungan dengan camera movement.
Film Blood Brothers: Bara Naga yang besar membawa adaptasi dan vibes dari film The Raid, ternyata secara hasil akhirnya cukup menarik hampir di setiap aspek filmnya. Meski tidak bisa dipungkiri ada rasa dan sensasi yang diberikan dalam film Blood Brothers: Bara Naga belum bisa menyaingi dari yang diberikan pada film The Raid.
Mari coba menilik satu per satu, Blood Brothers: Bara Naga dalam tema cerita ternyata belum memberikan gebrakan yang besar. Abhilash Chandra, Ghazwan Tomasi, Ayam Fared dan Ashraf Modee Zain sebagai penulis cerita filmnya masih membawa ide yang cukup mainstream, karena ide semacam ini akan ditemui hampir di banyak negara.
Hal-hal dalam ceritanya yang berkaitan dengan dinasti dunia kriminal, kekuasaan, pengkhianatan dan brotherhood. Sebagai sajian yang bisa dinikmati, Blood Brothers: Bara Naga cukup dalam melakukannya. Konflik filmnya yang digambarkan secara general dan konflik secara khusus pada setiap karakter cukup tertata rapi.
Penulis cukup baik untuk tidak memberikan kesan saling tumpang tindih karena memiliki porsinya masing-masing. Dengan tetap berfokus pada konflik besar dari karakter utama filmnya yang berkaitan dengan brotherhood dari karakter Ghaz dan Ariff (Syafiq Kyle). Penulis masih bermain di zona aman dengan pembangunan konfliknya yang tidak terkesan kompleks.
Namun, nilai dan pesan dari konflik tersampaikan dengan baik ke penikmat film. Masih pada cerita filmnya, Blood Brothers: Bara Naga yang tidak menghadirkan kompleksitas dalam cerita dirasakan terlalu panjang untuk kaitannya dengan durasi. Tak sedikit bagian yang sebenarnya bisa lebih dipadatkan dibandingkan terjabarkan dengan durasi yang lebih panjang.
Jika kembali pada ciri khas dari industri filmnya, Malaysia diketahui sangat kental akan budaya Melayu. Di mana, orang Melayu sangat suka sekali berdongeng atau bercerita sehingga menjadi masuk akal ketika Blood Brothers: Bara Naga hadir sebagai film bercerita dengan durasi yang lebih panjang.
Di sisi lain, durasi dari Blood Brothers: Bara Naga sepertinya dipengaruhi dari penulis yang ingin membangun mood melalui beberapa layer cerita filmnya. Salah satunya dipengaruhi dengan plot twist yang hadir tidak hanya sekali tetapi beberapa kali. Di saat penikmat film mengira filmnya akan selesai, penulis justru melakukan sebaliknya karena alur ceritanya masih berlanjut.
Kejutan yang memberikan kesan berbeda lagi untuk filmnya, yang seolah memiliki double klimaks. Untuk plot twist pertama seakan dijadikan sebagai pemicu dan selanjutnya menjadi pamungkas. Dengan kata lain, plot twist yang pertama mood penikmat film baru merasakan setengah saja, kemudian sepenuhnya mencapai titik klimaks setelah plot twist keduanya.
Menarik dan kadang menjadi sebuah kewajiban untuk sebuah film dengan genre aksi yang memberikan kejutan dalam filmnya. Bahkan kalau bisa dilakukan beberapa kali justru menjadi kejutan yang betul-betul sebuah kejutan. Konsep yang cukup berhasil dilakukan penulis dan sutradara untuk film Blood Brothers: Bara Naga.
Masih bagian dari cerita filmnya, pengkarakteran dari filmnya pun cukup berhasil menempatkan peran dari seorang karakter untuk mencairkan ketegangan yang terjadi hampir sepanjang filmnya. Tugas yang berhasil dilakukan Jaki (Syazwan Zulkifly), karakter yang semula dikira hanya sekedar cameo ternyata memiliki peranan cukup penting dari filmnya.
Tak hanya memecah ketegangan tetapi memiliki ikatan kuat dengan karakter Ariff, karena diceritakan karakter sebagai seorang Abang. Syazwan Zulkifly mampu men-delivery dua sisi karakternya yang menyebalkan dan bikin emosi kemudian mengubah pandangan penikmat film menjadi kagum dan simpati.
Bagian lain dari filmnya yang juga cukup mencuri perhatian dari sisi sinematografi. Sutradara banyak menyisipkan teknik yang erat hubungannya dengan camera movement, terutama jika menyoroti dari keseluruhan adegan aksi dari baku tembak dan baku hantam. Ada kalanya sutradara menggunakan teknik handheld yang ingin membuat penikmat film mendapatkan sensasi seperti ikut didalamnya.
Misalnya, saat karakter saling baku hantam dengan tangan kosong atau dengan pisau atau benda keras lainnya. Kemudian gerakan kamera dibuat lebih statis yang sepertinya untuk memberikan keleluasan dalam memberikan efek saat proses editing. Termasuk detail dalam setiap gerakan maupun close-up yang fokus pada karakter dalam menyoroti tatapan mata maupun bekas luka.
Menarik untuk dibahas ketika ada beberapa adegan aksi yang sutradara menggunakan body cam untuk juga memberikan kesan dramatis. Bahkan adegan fight yang menggunakan karakter Ghaz sebagai point of view dari kameranya. Detail yang menarik yang menjadi bagian dalam membangun mood penikmat filmnya.
Untuk sisi warna filmnya, sutradara Syafiq Yusof dan Abhilash Chandra masih bermain dalam ranah mengikuti mood adegannya. Ada momen bermain dengan warna lebih gelap untuk memberikan kesan kelam dan menegangkan dalam adegan. Terlihat juga warna seperti kuning untuk memberikan kesan hangat dan sedih, tergantung dari adegan yang dimunculkan.
Misalnya saat momen Ghaz dan Sheila, dengan warna yang sama namun dengan adegan berbeda yang kemudian memberikan kesan mood yang berbeda ke penikmat film. Begitu pun warna yang adegan yang melibatkan Ariff dengan Ghaz atau Jaki, keduanya memberikan kesan berbeda tergantung dari adegannya.
Secara keseluruhan, Blood Brothers: Bara Naga menjadi produksi yang menarik. Ada beberapa hal yang menjadi minus dari sajian filmnya, salah satunya luka dan ceceran darah dari adegan baku tembak dan baku hantam. Ini sepertinya berkaitan dengan kebijakan dari lembaga sensor Malaysia yang cukup ketat soal sajian darah dalam sebuah produksi audio visual.
Untuk penikmat film tanah air yang terbiasa melihat film aksi serta genre lain yang menyajikan adegan berdarah seakan nyata menjadi sedikit kehilangan greget. Bahkan luka-luka di wajah karena banyak menerima pukulan pun dibuat kurang mengesankan bahwa karakter tersebut menjadi babak belur.
Ini terjadi hampir di banyak adegan fight, seperti antara karakter Ghaz dengan Ariff, Ghaz dengan Fadlan (Shukri Yahaya), termasuk adegan ketika Malik (Irfan Zaini) menerima siksaan dan pukulan dari Fadlan juga Pablo (Andy Teh). Padahal tampilan semua adegan tersebut cukup brutal seperti yang disajikan dalam film The Raid yang menjadi inspirasi.
Padahal film Blood Brothers: Bara Naga secara jelas menampilkan aksi brutal dengan 13 adegan laga besar, 7 ledakan nyata dan adegan klimaks selama 15 menit non-stop. Namun, penikmat film tanah air mungkin harus memaklumi jika kebijakan akan adegan darah memang cukup ketat di negeri jiran, Malaysia.
Kembali, hal tersebut coba untuk dimaklumi karena sepanjang filmnya penuh aksi tiada henti dan konflik yang mendebarkan yang menjadi sisi kuat dari suguhan film Blood Brothers: Bara Naga. Mengingat Malaysia memiliki sejarah produksi film aksi yang legendaris seperti film series berjudul KL Gangster dan Polis Evo.
Untuk adegan aksi ada catatan menarik, ketika seluruh adegan ternyata hampir 80 persen dilakukan oleh para aktornya, 20 persen lainnya yang termasuk adegan cukup berbahaya dilakukan oleh koreografi laga oleh tim stunt professional Malaysia, Defenderz. Totalitas yang patut diapresiasi karena adegannya cukup intens dan brutal.
Tak heran, film Blood Brothers: Bara Naga produksi Skop Productions menjadi film box office dan terlaris Malaysia di tahun 2025. Peruntungan yang coba dilakukan Skop Productions bersama sutradara dan deretan pemainnya di pasar Indonesia. Film Blood Brothers: Bara Naga di Indonesia tayang pada 11 Juni 2025.
Production company: Skop Productions
Distributor: Primeworks Studios, CBI Pictures
Cast: Sharnaaz Ahmad (Ghaz), Shukri Yahaya (Fadlan), Syafiq Kyle (Ariff), Syazwan Zulkifly (Jaki), Amelia Henderson (Sheila), Wan Hanafi Su (Dato Zul), Zamarul Hisham (DSP Adlin), Dini Schatzmann (Daniel), Andy Teh (Pablo), Irfan Zaini (Malik), Ray Dapdap (Bos Sam), Razib Salimin (Sham), etc
Director: Syafiq Yusof, Abhilash Chandra
Screenplay:Abhilash Chandra, Ghazwan Tomasi, Ayam Fared, Ashraf Modee Zain
Producers: Yusof Haslam
Duration: 2 hours 8 minutes
Writer by Andini Harsono x Siti Sarah