LASAK.iD – Deretan judul film yang berada di bawah naungan Warner Bros. Discovery (Warner Bros. Pictures, Warner Bros. Pictures Animation, DC Studios, New Line Cinema) hadir sebagai produksi films series. Di antaranya, memiliki lebih dari sebuah produksi film trilogi.
Sebut saja, films series dari Wizarding World franchise dengan judul Harry Potter yang hingga saat ini telah merilis 11 judul film. Ada juga films series dari jagat horor Warner Bros. dari judul The Conjuring. Tak boleh ketinggalan dari deretan superhero yang tergolong dalam DC Extended Universe (DCEU).
Era DC Extended Universe sudah memproduksi total 15 judul film, sumbangsih dari beberapa superhero ikonik DC comics, seperti Superman, Batman, Wonder Woman, Aquaman hingga The Flash. Produksi films series yang hingga kini masih dinantikan penggemar dan penikmat film untuk kelanjutan ceritanya.
Universe lain yang juga ditunggu untuk kelajutan cerita filmnya datang dari Middle-earth sebuah dunia fantasi yang diciptakan penulis J. R. R. Tolkien. Secara generalnya dikenal sebagai dunia dari The Lord of the Rings atau The Lord of the Rings Universe. Hampir se-dekade lalu, film dari dunia The Lord of the Rings dirilis, yang hadir dari trilogi The Hobbits.
Kini, kelanjutan dari The Lord of the Rings Universe kembali ke layar lebar. Sama halnya dengan trilogi The Hobbits, penggemar dan penikmar film kembali disajikan dengan cerita dari dunia The Lord of the Rings dari masa lalu. Film berjudul The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim kembali ke masa kejayaan dari Kerajaan Rohan, tepatnya 200 tahun sebelum petualangan dari Frodo Baggins.
The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim sama dengan kedua trilogi dari The Lord of the Rings Universe, yang memiliki subjek dan objek utama yang menjadi benang merah cerita filmnya, walau secara general tetap pada alur tentang dunia dari The Lord of the Rings itu sendiri.
Pada trilogi The Lord of the Rings (2001-2003), yang menjadi subjek dari trilogi filmnya datang dari karakter Frodo Baggins. Tak juga menampik, karakter yang terlibat dalam perjalanan Frodo Baggins untuk memusnahkan Rings of Power menjadi bagian penting dalam cerita. Untuk objeknya sendiri tentu pada Rings of Power yang selalu berdampingan dengan sang karakter Frodo Baggins.
Begitu pun dengan trilogi The Hobbits, masih berkisah pada keluarga Baggins, kali ini pada sosok sang paman, yaitu Bilbo Baggins di masa mudanya ketika pertama kali memiliki Rings of Power yang membuatnya seperti memiliki kekuatan magic. Pada trilogi kali ini, Rings of Power bisa dikatakan menjadi objek cerita, namun sebenarnya yang lebih ditekankan pada petualangan dari Bilbo Baggins.
Untuk kali ini, The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim, subjek besar dari ceritanya memiliki dua cabang tergantung dari sudut pandang dari penikmat film. Pertama bisa pada Kerajaan Rohan itu sendiri dan yang kedua pada sosok putri dari kerajaan tersebut bernama Héra.
Sedangkan, objek dari film The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim sangat kental terasa tentang persahabatan, kekuasaan, amarah, dendam dan juga cinta. Hal yang membuat pecah peperangan antara kaum mereka sendiri sesama penduduk dari Kerajaan Rohan.
Perang yang bermula dari penolakan perjodohan antara Wulf, putra dari Freca, seorang bangsawan Dunlending yang berseberangan dengan Rohan. Helm Hammerhand, raja dari Rohan tidak ingin putrinya menikah dengan bangsa Dunlending yang dikenal perusak dan berandal di antara kaum Rohan lainnya.
Untuk membuktikan Helm menantang Freca untuk duel satu lawan satu dengan tangan kosong. Helm yang dikenal kuat memukul mati Freca hanya dengan sekali pukulan. Itulah alasan Helm mendapat julukannya, Hammerhand.
Wulf yang tidak terima dengan kematian ayahnya, dengan rasa amarah dan dendam yang besar bersumpah akan membalas dendam. Bertahun-tahun tidak ada kabar dari Wulf, Putri Héra akhirnya bisa bertemu dengannya, namun dengan keadaan yang tidak bersahabat.
Dengan kepercayaan diri dan rasa dendam yang mendalam, dihadapan Héra, Wulf akan membayar sumpah yang pernah dikatakannya beberapa tahun silam di depan mendiang sang ayah. Héra akhirnya bisa meloloskan diri dari tempat pengasingan Wulf berkat bantuan dari pengasuhnya Olwyn, sepupunya Fréaláf Hildeson dan pengawal setianya Lief.
Tanpa menunda, Héra dan Fréaláf Hildeson segera memberikan informasi yang dilihatnya kepada Raja Helm. Seakan tidak mempedulikan perkataan mereka, Raja Helm justru lebih memilih mengusir keponakannya, Fréaláf Hildeson yang tidak bisa menjaga putrinya, yang membuat Héra sampai diculik oleh Wulf.
Mengetahui akan ada serangan dari Wulf yang telah menjadi Pemimpin Tertinggi Dunlendings, dari sejumlah pemberontak Dunlending dari suku pegunungan. Raja Helm lebih menggunakan strategi dengan melihat peta wilayah dibandingkan mendengar informasi dan strategi Héra dan Fréaláf Hildeson.
Perang yang diinginkan Wulf pun benar terjadi, Raja Rohan yang percaya diri bisa menang dari anak muda tersebut justru mendapati kehancuran dari Edoras dan Rumah Eorl. Keras kepalanya yang tidak mendengarkan pendapat dan strategi dari putri dan keponakannya bertubi-tubi menelan kesedihan.
Kali ini, ia harus melihat rakyatnya terpaksa di evakuasi ke Hornburg, sebuah benteng kokoh yang memang dipersiapkan untuk keadaan darurat seperti perang. Tentunya, kematian dari kedua putranya, Haleth dan Hama ditangan Wulf. Kondisi yang membawa kesedihan mendalam untuk Raja Helm, yang membuatnya hanya bisa terbaring di tempat tidurnya.
Namun, di tengah terpaan musim dingin, muncul desas-desus di kalangan pengikut Wulf. Mereka meyakini kemunculan hantu dari Helm yang telah membunuh rekan mereka satu per satu. Bahkan mendapati mayat rekan-rekannya yang tidak bersisa satu pun daging atau tulang.
Héra pun penasaran dan mendapati ayahnya, Raja Helm sudah tidak berada di kamarnya. Saat sedang mencari-cari, Héra terjebak dalam jalan rahasia yang mengarah ke sisi lain dari benteng. Di sana, ia melihat keberadaan Orc yang sedang mengumpulkan cincin yang sepertinya memiliki tujuan tertentu.
Saat mencoba mencari jalan lain, Héra dihadang oleh monster Orc yang siap memakannya. Namun, dari atas tebing muncul Raja Helm dengan gagah dan berani mengalahkan ketiga Orc tersebut. Héra pun berhasil selamat, kegaduhan yang disebabkan pertarungan Raja Helm dan Orc membuat kegaduhan.
Akhirnya Raja Helm dan Héra ketahuan oleh Wulf dan berupaya kembali ke benteng melalui pintu depan. Keduanya berhasil mencapai pintu, namun salju menyebabkan poros pintu membeku. Dengan kekuatan yang dimilikinya, pintu pun berhasil terbuka walau sedikit, namun bisa dilalui oleh tubuh kecil Héra.
Demi untuk melindungi putri dan rakyatnya, Raja Helm mempertaruhkan nyawa dengan menghajar pengikut dari Wulf dan mati membeku dalam kejayaannya. Wulf yang sadar memutuskan mundur, tetapi dia memiliki strategi lain dengan membuat sebuah menara untuk mencapai tembok bagian atas benteng Hornburg.
Wulf yang mulai kehabisan akal ditambah dengan pengikutnya yang terus menuntut bayaran mengelabui mereka dengan harta yang berada di balik tembok kokoh tersebut. Dendam dan amarah yang menyelimuti hatinya membuatnya menjadi gelap mata, meski pengikut setianya Jenderal Targg memintanya untuk mundur.
Sepeninggalan Raja Helm, posisi raja tentu diemban oleh Héra, sebagai keturunan yang tersisa. Merasa belum siap, Héra sempat mengalami kebuntuan, namun Olwyn meyakini bahwa ia adalah putri dari dari Helm Hammerhand, raja dari Rohan. Sosok yang tidak pernah menyerah dan kuat.
Karena itu, muncul ide untuk meminta bantuan dari burung elang raksasa yang tinggal di celah tebing yang tinggi. Ini mengingat burung pengantar pesan selalu tidak bisa melewati pemanah dari pasukan Wulf. Bantuan elang raksasa menjadi pilihan tepat untuk membawa Jirah milik Raja Helm sebagai tanda bahwa Rohan memanggil.
Tanggung jawab besar sebagai pengganti raja sebelumnya, Héra dengan keberanian sebagai putri Rohan menghadapi Wulf dan pasukannya seorang diri. Hanya ada Olwyn yang dengan setia dan berani menemaninya di garis terdepan. Bersama dengan sahabatnya, sang kuda putih, Héra ingin menyelesaikan pertarungan di masa lalu dengan sahabatnya.
Itulah alasan Héra menantang duel Wulf untuk mengetahui pemenang sesungguhnya dari masa lalu. Memiliki kemampuan yang sama dengan para putra Rohan, Héra mampu menghentikan Wulf dengan keberanian dan tanggung jawab sebagai Raja Rohan sementara. Pasukan Wulf pun berhasil dipukul mundur oleh pasukan yang dipimpin oleh Fréaláf Hildeson.
Sosok gagah sepupu Héra yang sebelumnya terusir dari Rohan. Namun, jiwa dan darah Rohan yang mengalir dalam dirinya membuatnya tetap berdiri tegap jika suatu hari Rohan memanggil dan membutuhkannya di baris terdepan. Pada akhirnya, Fréaláf Hildeson yang menggantikan raja sebelumnya, yaitu Raja Helm Hammerhand.
Héra yang memiliki jiwa yang liar dan bebas lebih memilih untuk melakukan petualangan panjang untuk menjelajah dunia. Héra tak sendiri karena Olwyn tetap disisi sang putri Rohan. Petualangan keduanya untuk menemui sosok penyihir di belahan dunia lainnya yang bernama Gandalf.
The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim, gambaran kisah dari masa lampau atau tepatnya 183 tahun sebelum pecahnya perang besar War of the Ring yang digambarkan dalam trilogi The Lord of the Rings. Sebuah produksi menarik ketika menikmati dunia dari The Lord of the Rings dalam dimensi berbeda, yaitu sajian animasi.
Penggemar dari The Lord of the Rings Universe juga penikmat film secara general, tidak akan melihat sajian animasi dengan gaya yang biasa dilihat dan ditemui dalam produksi Warner Bros.. Kali ini, penggemar dan penikmat film akan dibawa ke dunia animasi dari seorang Kenji Kamiyama.
Baca juga: Review: Belle, Antara Dunia Nyata dan Semesta Virtual Bernama ‘U’
Sosok sutradara asal Jepang yang dikenal dalam banyak judul produksi anime, seperti Ghost in the Shell: Stand Alone Complex, Ghost in the Shell: SAC_2045, Blade Runner: Black Lotus dan masih banyak judul lainnya. Kenji Kamiyama membawa pengaruh besar akan vibes yang dirasakan dari film The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim.
Vibes yang biasa ditemukan dalam sajian anime jepang, yang terlihat pada teknik animasi dan desain karakter. The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim membawa vibes seperti menonton anime klasik jepang, tetapi dengan sentuhan modern. Kenji Kamiyama terlihat mencampurkan animasi sel (traditional animation) dengan gambar yang dihasilkan komputer.
Perpaduan menarik seperti yang dilakukannya pada kebanyakan produksi anime miliknya, salah satunya untuk judul anime Ghost in the Shell. Di filmnya mungkin terlihat pada adegan yang memperlihat karakter Héra yang berada di ruang terbuka dengan latar belakang pegunungan.
Ada momen shot dari landscape terlihat seperti menggunakan lokasi nyata, namun terbantahkan ketika kemunculan objek lainnya seperti burung yang memperlihatkan bahwa itu merupakan animasi. Bahkan warna filmnya yang terlihat sama saja dengan animasi barat (amerika dan eropa), namun tetap terasa kecerahan yang terlihat seperti dalam produksi anime.
Begitu pun pada desain karakter filmnya, beberapa ciri yang jelas terlihat pada mata yang besar dan oval, dengan garis-garis yang sangat jelas, warna-warna cerah dan gerakan bibir yang berkurang. Warna cerah biasanya merujuk pada rambut, jelas pada karakter Héra yang memiliki warna rambut yang merah.
Bahkan selalu dikatakan penggemar anime di seluruh dunia, karakter dalam anime harus terlihat sempurna untuk karakter pria dan wanita. Bahkan untuk karakter antagonis, yang notabennya adalah penjahat dalam filmnya. Untuk film The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim, bisa dilihat pada karakter utama, seperti Héra, Hama, Haleth, Fréaláf Hildeson juga Wulf.
Untuk karakter lainnya, seperti Raja Helm mengingatkan pada anime bergenre aksi. Di mana, pada karakter yang perkasa, gagah dan kuat akan digambarkan dengan tubuh atletis dan kekar yang berpostur besar serta tinggi. Mengingatkan beberapa karakter dalam anime berjudul One Piece.
Sajian yang menegaskan bahwa teknik animasi dan desain karakter dalam film The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim lebih dekat dengan anime dibandingkan animasi barat (amerika dan eropa) yang lebih menampilkan ciri khas yang beragam dan terkadang lebih realistis. Sesuatu yang mungkin menggembirakan untuk otaku dan wibu.
Cerita filmnya jika berkaca dari film-film sebelumnya masih membawa konsep dan plot yang sama. Sebuah sajian film cerita layaknya sebuah dongeng panjang untuk penikmat film. Terlebih, The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim menjadi jawaban atas beberapa hal yang ada dari film sebelumnya.
Misalnya, tentang asal muasal nama Helm’s Deep yang berada di dekat benteng Hornburg. Ada juga tentang kemunculan Saruman sang penyihir putih, elang besar, kuda putih, para Orc, cincin dan banyak hal kecil dan sederhana yang cukup menjadi jawaban banyak hal dalam trilogi The Lord of the Rings.
Selain merujuk pada karya sebelumnya yang memiliki durasi cukup panjang, ini pun selaras dengan banyaknya film maker dari jepang untuk film anime. Sajian yang detail setiap jengkal filmnya untuk mendapatkan hasil sempurna, walau ada rasa kejenuhan untuk sebagian penikmat film yang biasa dengan cerita yang to-the-point.
Begitu pun dengan sajian akan animasinya, untuk penikmat film yang biasa dengan animasi barat, mungkin akan ada perdebatan untuk membandingkan satu sama lain, antara animasi jepang dengan animasi barat. Animasi barat yang sangat menonjolkan realitas secara looks maupun teknis akan berbeda rasa ketika melihat animasi jepang yang lebih kepada gabungan animasi sel (traditional animation) dengan gambar yang dihasilkan komputer.
Di sisi lain, pengkarakteran yang dilakukan penulis filmnya, Philippa Boyens, Phoebe Gittins, Arty Papageorgiou dan Will Matthews membuat karakter bayangan dari karakter utamanya. Ada kalanya melihat dan merasa Héra sebagai subjek tunggal dalam cerita, namun penulis menciptakan karakter bayangan untuk juga mendapatkan perhatian dan membentuk pemikiran bahwa Helm Hammerhand termasuk subjek.
Kenji Kamiyama pun tidak menghilangkan yang menjadi keharusan dalam The Lord of the Rings Universe, selalu ada sebuah narasi artistik dari sudut pandang orang ketiga. Kali ini, The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim mengambil sudut pandang dari tokoh yang ada hampir 200 tahun kemudian, yaitu Éowyn.
Éowyn seolah sedang mendongeng dengan menceritakan kisah dari Putri Rohan yang tangguh di masa lalu. Sosok yang membawa kembali kejayaan dari Rohan setelah terpuruk karena sebuah dendam seorang pemuda. Untuk penikmat film yang tidak tahu, Éowyn merupakan Putri Rohan setelah masa The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim.
Karakter Éowyn muncul pertama kali dalam trilogi The Lord of the Rings untuk film keduanya, The Lord of the Rings: The Return of the King dan film ketiga, The Lord of the Rings: The Two Towers. Menempatkan karakter Éowyn sebagai narasi menegaskan karakter Héra yang melegenda bahkan setelah 200 tahun.
Alasan ini yang sepertinya membentuk karakter dan visual dari Éowyn yang memiliki banyak kemiripan dari Héra. Putri Rohan yang memiliki jiwa yang bebas, penunggang kuda yang handal, ahli bela diri bahkan ada momen Éowyn pun mengepang rambutnya yang semakin terlihat seperti Héra.
Film seperti dunia The Lord of the Rings atau Middle-earth yang diciptakan J. R. R. Tolkien memang selalu memiliki potensi besar setiap sisi cerita untuk juga diproduksi ke dalam live-action atau format produksi lainnya. The Lord of the Rings: The War of the Rohirrim yang sedikit membuka tabir pintu akan wilayah di Middle-earth bernama Rohan ternyata masih memiliki misteri untuk diceritakan kembali.
Terutama adegan terakhir yang memperlihatkan karakter Héra yang melakukan perjalanan untuk mencari seorang penyihir bernama Gandalf the Grey untuk memastikan sesuatu dari keberadaan para Orc dengan cincin yang mereka kumpulkan. Atau melanjutkan kembali cerita Rohan di bawah kepemimpinan raja barunya, Fréaláf Hildeson.
Jadi, untuk penikmat film jika di masa depan mendapati kembali film yang hadir dari dunia The Lord of the Rings.
Production company: New Line Cinema, Warner Bros. Animation, Sola Entertainment, WingNut Films, Domain Entertainment
Distributor: Warner Bros. Pictures
Cast: Brian Cox (Helm Hammerhand), Gaia Wise (Héra Hammerhand), Luke Pasqualino (Wulf), Miranda Otto (Éowyn), Lorraine Ashbourne (Olwyn), Yazdan Qafouri (Hama), Benjamin Wainwright (Haleth), Laurence Ubong Williams (Fréaláf Hildeson), Shaun Dooley (Freca), Michael Wildman (General Targg), Jude Akuwudike (Lord Thorne), Bilal Hasna (Lief), Janine Duvitski (Old Pennicruik), Christopher Lee (Saruman), etc
Director: Kenji Kamiyama
Screenwriter: Philippa Boyens, Phoebe Gittins, Arty Papageorgiou, Will Matthews
Producers: Philippa Boyens, Jason DeMarco, Joseph Chou
Duration: 2 hours 14 minutes
please visit our website about https://chemezova.ru/
Hey there You have done a fantastic job I will certainly digg it and personally recommend to my friends Im confident theyll be benefited from this site
Noodlemagazine Great information shared.. really enjoyed reading this post thank you author for sharing this post .. appreciated