CinemaFilmReview

Review: Bolehkan Sekali Saja Kumenangis, Cerita dengan Pendekatan Emosional

108
×

Review: Bolehkan Sekali Saja Kumenangis, Cerita dengan Pendekatan Emosional

Share this article

Bolehkan Sekali Saja Kumenangis hadir dari problematika kaum muda di masa sekarang yang juga terinpirasi dari lagu dengan judul yang sama.

LASAK.iD – Sinemaku Pictures kembali dengan petualangannya di tahun 2024 dengan karya-karya teranyarnya mulai dari series hingga film. Pada Mei lalu, rumah produksi yang didirikan Prilly Latuconsina dan Umay Shahab ini telah menghadirkan film Temurun yang menjadi film dengan genre horor perdananya.

Satu bulan setelahnya Sehati Semati dirilis yang masih membawa kengerian horor, namun kali ini dalam format series. Dua karya terakhir Sinemaku Pictures berbelok dari kekhasan mereka yang lekat akan cerita drama. Di bulan Oktober ini, Prilly bersama Umay kembali ke jalur dengan merilis film berjudul Bolehkan Sekali Saja Kumenangis.

Selain memang sebuah sajian cerita drama, rumah produksi yang baru berumur 4 tahun ini selalu membawa isu sosial yang ada di masyarakat terutama yang kaitannya dengan kaum muda. Misalnya, pada film Ketika Berhenti di Sini tentang rasa kehilangan yang mendalam hingga mampu meruntuhkan logikanya sendiri.

Kini melalui karya dari sutradara Reka Wijaya, Sinemaku Pictures  membawa isu tentang orang-orang yang menyimpan amarah, kesedihan dan rasa traumanya yang didapatkan dari orang terdekat namun hanya bisa menyimpannya untuknya seorang diri. Hingga mampu mengubah dan memunculkan sisi pribadi yang berbeda dari seseorang.

Review

Lagi dan lagi, Sinemaku Pictures membawa sisi humanity dalam setiap cerita filmnya. Cerita untuk menyentuh empati, emosi dan perasaan dari penikmat film. Pendekatan cerita pun yang relate dengan realita saat ini. Kisah yang tergambarkan pada karakter Tari (Prilly Latuconsina) di lingkungan kerjanya sebagai people pleaser.

Ada juga problematika batin Tari dengan sang Ayah (Surya Saputra), karena didikan yang keras bahkan mengarah kepada kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya bersama Kakak dan Ibunya sendiri. Secara umumnya, ceritanya ingin mengena di semua kalangan usia, namun secara spesifik tetap menargetkan pada kaum muda.

Ini terlihat di semua produksi terutama pada genre drama, paling terbaru berjudul Bolehkah Sekali Saja Kumenangis. Rumus jitu dari Sinemaku Pictures yang lahir dari dua orang muda, Prilly Latuconsina dan Umay Shahab yang memang memiliki basis penggemar pada kaum muda bahkan dari usia anak-anak.

Bahkan deretan aktor yang terlibat pun dari mereka kaum muda, begitu pun untuk film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis. Sebut saja, sosok Pradikta Wicaksono atau dikenal sebagai Dikta, tentu Prilly Latuconsina, lalu ada Antonio Blanco Jr., Kristo Immanuel, Ummi Quary hingga Gracia JKT48. Nama-nama yang juga diketahui memiliki basis penggemar pada kaum muda.

Masuk akal ketika filmnya memang menitikberatkan pada problematika masa sekarang ini yang dekat dengan kaum muda. Yang mungkin tujuannya menarik kaum muda juga untuk pergi ke bioskop melihat film produksi Indonesia. Atau dengan tujuan membuat film drama tetapi tak melulu romansa yang kompleks atau perselingkuhan yang belakangan menjadi tren.

Bolehkah Sekali Saja Kumenangis pun secara pengemasan masih dengan kekhasan dari Sinemaku Pictures, secara cerita maupun sinematografi filmnya meski dengan penulis dan sutradara yang berbeda. Sama dengan film drama psikologi lainnya, Bolehkah Sekali Saja Kumenangis yang juga diangkat berdasarkan keadaan sebenarnya pada akhirnya mampu membuat penikmat film menangis.

Film ini pun kembali bermain dengan psikologis penikmat film, yang memainkan perasaan penikmat film seperti roller coaster. Kadang ada momen membuat tertawa karena sisipan bumbu komedi, kadang tersenyum karena adanya romantisme drama dan pada akhirnya dibuat mewek karena adegan yang menyentuh.

Untuk penyampaian secara akting dengan melihat banyaknya penonton yang menangis tentu bukti keberhasilan. Prilly sendiri untuk akting yang membuat orang akan menguras air mata tidak usah diragukan lagi. Ia menjadi salah satu aktris spesialis akan peran wanita menangis.

Pada Dikta bukan sebuah hasil yang jelek, ia pun berhasil memerankan karakter dengan look seperti dirinya sendiri. Hanya saja, cukup terlihat dan terasa, Dikta masih terjebak dengan akting di zona nyamannya. Penikmat film yang mengikuti semua karya Dikta akan melihat ia masih membawa packaging pada rasa, mimik hingga bahasa tubuh akting yang sama.

Dikta belum memperlihatkan sebuah progress besar untuk sisi akting, mungkin ia sudah waktunya untuk berani keluar dari zona nyaman dengan menerima karakter yang lebih menantang, dengan bermain sebagai karakter antagonis, dalam film action atau juga horror.

Hal menarik yang juga berhubungan dengan perilaku seseorang yang dilihat dari sisi psikologi. Misalnya, pada karakter Tari, Prilly sebagai aktris yang memerankannya ungkap bagaimana perubahan wajah dari karakter tersebut yang terlihat dari jerawat. Saat Tari berada di titik teratas yang menggangu psikisnya, terlihat jelas jerawat dan wajah yang terlihat lebih suram.

Seiring berjalannya waktu dan bertemunya Tari dengan Baskara perubahan semakin terlihat. Bahkan di akhir cerita ketika Tari sudah berdamai dengan dirinya dan orang lain semuanya bahkan hilang. Begitu pun dengan perilaku Baskara yang menggunakan karet gelang yang dijepretkan ke tangannya sendiri atau dalam istilah kesehatan disebut dengan self injury.

Perilaku menyakiti diri sendiri yang dilakukan untuk melampiaskan atau mengatasi emosi berlebih yang tengah dihadapi, misalnya stres, marah, cemas, benci pada diri sendiri, sedih, kesepian,putus asa, mati rasa atau rasa bersalah. Bisa juga sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari pikiran yang mengganggu.

Hal ini terjadi karena beberapa faktor, seperti masalah sosial misalnya sering dibully, trauma psikis dan adanya gangguan mental atau kejiwaan. Ini yang tersirat pada karakter Baskara yang merasa dituntut lingkungan untuk memberikan yang sama bahkan lebih karena faktor sang ayah yang merupakan mantan atlet basket nasional.

Production company: Sinemaku Pictures
Distributor: Legacy Pictures
Cast: Prilly Latuconsina (Tari), Pradikta Wicaksono (Baskara), Surya Saputra (Bagas), Dominique Sandra (Devi), Widi Mulia (Nina), Shania Gracia “Gracia JKT48” (Sarah), Antonio Blanco Jr. (Dimas), Kristo Immanuel (Agoy), Ummi Quary (Ica), etc
Director: Reka Wijaya
Screenwriter: Junisya Aurelita, Santy Diliana, Rezy Junio
Producers: Imam Salimy, Umay Shahab, Prilly Latuconsina
Duration: 1 hours 41 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Blue Techker
24 days ago

Blue Techker Good post! We will be linking to this particularly great post on our site. Keep up the great writing

Jinx Manga
20 days ago

Jinx Manga This is my first time pay a quick visit at here and i am really happy to read everthing at one place

2
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x