ReviewCinemaFilm

Review: Mickey 17, Mati dan Hidup Berkali-kali Untuk Bantu Umat Manusia

116
×

Review: Mickey 17, Mati dan Hidup Berkali-kali Untuk Bantu Umat Manusia

Share this article

Mickey 17 menjadi karya berikutnya dari film maker Bong Joon-ho di industri perfilman dunia terutama yang berasal dari hollywood.

LASAK.iD – Bong Joon-ho merupakan produser, sutradara dan penulis asal Korea Selatan. Karya yang dibuatnya selalu menarik perhatian penikmat film termasuk yang berada di tanah air. Parasite yang dirilis 2019 silam menjadi karyanya yang fenomenal hingga mampu mencuri perhatian dunia.

Setelahnya, selama kurang lebih dari 6 tahun, ia absen dari industri perfilman untuk fokus untuk proyek tv series amerika berjudul Snowpiercer sebagai eksekutif produser. Baru di tahun 2025, Bong Joon-ho kembali dengan gebrakan baru dengan menyutradarai sekaligus menulis film asal amerika berjudul Mickey 17.

Cerita film Mickey 17 berdasarkan novel science fiction karya Edward Ashton berjudul Mickey 7. Film yang membawa petualangan Mickey Barnes (Robert Pattinson) bersama temannya Timo (Steven Yeun) untuk meninggal Bumi dan menjelajah ke planet Nilfheim, sebagai pelariannya dari rentenir setelah mengalami kesulitan keuangan karena usaha bisnisnya gagal.

Namun, keduanya memiliki nasib yang berbeda dalam pelariannya ke planet Nilfheim. Timo mendapatkan posisi sebagai pilot, sedangkan Mickey menjadi seorang Expendable. Tugas yang menempatkan Mickey sebagai manusia uji coba yang bisa dibuang dan didaur ulang, karena setiap kali ia meninggal, ia “dicetak ulang” menggunakan teknologi kloning yang telah dilarang di Bumi.

Tugas Mickey sebenarnya sangat penting namun masih dipandang tidak lebih baik dari posisi manapun selama penjelajahan di planet Nilfheim. Hanya segelintir orang percaya bahwa pengorbanan yang dilakukan Mickey itu sangat penting dan berharga. Satu di antaranya bernama Nasha Barridge (Naomi Ackie), agen keamanan dari pesawat luar angkasa tersebut.

Planet Nilfheim yang sepenuhnya dipenuhi salju membuat beberapa area seperti celah curang tertutupi yang membuat Mickey terperosok kedalamnya. Timo yang saat itu menjadi pilot pesawat patroli bukan menyelamatkan temannya itu justru meninggalkannya untuk mati. Mickey yang didesain harus terus mati dan kembali untuk mati pasrah dengan keadaan.

Apalagi tidak lama ia melihat sekelompok penghuni planet tersebut muncul dan mencoba menyerangnya. Saat dirinya pasrah, hal tak terduga terjadi, makhluk yang setelahnya dijuluki Creeper oleh koloni yang dipimpin Kenneth Marshall (Mark Ruffalo) justru menyelamatkan Mickey dan membawanya kembali ke permukaan.

Mickey pun terheran-heran, sejak itu ia merasa memiliki ikatan dengan para Creeper. Penemuan yang ingin ia bagikan kepada koloni pesawat. Sesampainya di pesawat seperti biasanya Mickey merupakan manusia paling populer di ekspedisi tersebut, yang selalu mendapat pertanyaan, “Seperti apa rasanya mati?“.

Kejutan lain ternyata menanti Mickey di dalam pesawat, sekembalinya ke kamar, ia mendapati dirinya yang lain yang menjadi Mickey ke-18. Hal ini tentu membuat khawatir karena multipel merupakan sebuah pelanggaran. Mickey 18 yang memiliki sisi terbalik dari Mickey 17 berupaya untuk menjadi satu-satunya Mickey.

Satu sama lain akhirnya saling mencelakai, hingga keduanya diketahui oleh pihak Kenneth Marshall yang membuat keduanya dipenjara. Di lain sisi, pesawat ekspedisi tersebut dikepung oleh koloni dari Creeper yang marah karena kedua anaknya ditangkap. Bahkan satu di antaranya ditembak hingga tewas, yang membuat kedatangan koloni Creeper untuk menuntut balas.

Kloning yang mengharuskan hanya memiliki satu representasi memutuskan untuk memilih salah satu untuk hidup dengan membuat sebuah kompetisi. Ylfa memberikan tantangan siapa yang lebih dulu mendapatkan 100 ekor dari Creeper akan selamat dan satunya akan musnah melalui pemicu bom yang dipegang oleh Kenneth Marshall.

Mickey 17 yang sebelumnya dibekali alat yang bisa menerjemahkan bahasa Creeper mencoba berbicara dengan sang ratu. Untuk berterima kasih karena pernah menyelamatkannya dan memperingati koloni Creeper untuk menjauh dari pesawat karena pihak koloni manusia akan menyemprotkan gas.

Hal itu ternyata tidak membuat sang ratu gentar, hanya ingin anaknya yang tersisa kembali padanya dengan selamat. Nasha yang sedang berjuang menyelamatkan anak dari Creeper, menatap layar dan Mickey 17 yang memberikan sebuah isyarat, yang merujuk pada salah satu gaya seks yang mereka ciptakan sebelumnya.

Mickey 18 yang semula begajulan, terkesan arogan dan tidak memiliki empati justru menjadi pahlawan untuk koloni manusia. Mickey 18 berani berkorban walau seharusnya dari program Expendable. Ia membayar lunas hutang nyawa kepada Creeper, koloni asli dari planet Nilfheim, dengan menekan tombol 18 digelang pemicu bom yang dikenakan Kenneth Marshall.

Akhirnya, antara koloni bisa hidup berdampingan, Nasha menjadi tim komite, Mickey 17 akhirnya hanya menjadi Mickey, karena alat kloning akhirnya dimusnahkan selamanya. Semua orang mendapatkan hak yang sebenarnya dan Mickey 18 menjadi pahlawan meski tidak banyak orang yang tahu.

Review

Bong Joon-ho sebagai sutradara dan penulis berhasil mengemas film Mickey 17 menjadi menarik untuk dibahas setiap aspek filmnya. Di antaranya tampilan yang melepas kekhasannya sebagai film maker asal Korea Selatan. Seperti diketahui film asal negeri ginseng memiliki ciri khasnya tersendiri, selain bahasa atau para aktor/aktris.

Terlihat dari karya Bong Joon-ho itu sendiri, yang terakhir kali berjudul Parasite. Mickey 17 yang memang berbasis di Amerika tentu menjadi pengaruh secara langsung untuk filmnya bergaya hollywood. Meski begitu, keapikan Bong Joon-ho untuk setiap karyanya tetap terbawa dan terjaga bahkan lebih untuk film terbarunya, Mickey 17.

Untuk film dengan konsep antariksa memang akan memiliki keidentikan yang akan terlihat sama satu dengan yang lainnya. Mulai dari interior pesawat, mungkin juga pada wardrobe para karakter dari utama hingga pendukung, begitu pun dengan makanan yang kadang terlihat sedikit jijik.

Membuat berbeda pada konsep planet yang dituju, biasanya terhampar tanah yang tandus atau gambaran dari sebuah gurun pasir. Kali ini, mengikuti juga seperti dalam novelnya, planet Nilfheim lebih kepada hamparan daratan yang tertutup es seperti juga dua daerah kutub di Bumi.

Menariknya, seakan menyesuaikan dengan planetnya yang dingin, makhluk atau alien yang menjadi koloni asli berbentuk seperti tardigrade atau lebih dikenal sebagai beruang air. Organisme yang dikenal paling tahan banting dalam cuaca ekstrim seperti dingin. Penulis seakan memikirkan objek-objek dalam ceritanya menjadi masuk akal sesuai ilmu pengetahuan.

Hal yang juga penikmat film tidak teralihkan dengan akting berbagai karakter yang dimainkan oleh aktor Robert Pattinson. Filmnya memang menerjemahkan bahwa iterasi Mickey hingga berjumlah 18, yang memiliki karakternya masing-masing. Namun, yang cukup mencuri perhatian pada karakter Mickey 17 dan 18 yang berbeda satu sama lain.

Robert Pattinson mampu melakukannya melalui suara, gesture hingga mimik wajah, meski secara bentuk sama, yaitu Mickey. Kerja sama antara sutradara dan pemain yang berhasil membuat tontonan yang menarik. Begitu pun dengan Mark Ruffalo, secara karakter memang yang paling melekat untuk genre superhero yang dimainkan.

Tetapi untuk karakter antagonis, sang aktor selalu dibuat untuk tidak seperti kebanyakan dengan mimik wajah yang kejam atau layaknya diktator kebanyakan. Di sini, Mark Ruffalo mampu melakukannya, bahkan dia memberi kesan bahwa antagonis pun bisa terlihat seperti orang yang tidak berdaya.

Selain itu, flow cerita yang dibangun cukup menarik. Saat penikmat film pada awal film disajikan dengan adegan yang membuat senyum-senyum, kadang juga tertawa. Berubah cukup drastis ketika menjelang klimaks dengan emosi yang membuat kesal juga gregetan karena kesal dengan karakter antagonis.

Sebenarnya, adegannya yang ditunjukkan para antagonis pun bukan sesuatu yang ekstrim atau memberi kesan berat (kompleks) justru masuk kategori ringan. Namun, pengemasan yang dilakukan oleh sutradara berhasil membuatnya rasa dan emosi yang ingin didapatkan penikmat film tersampaikan.

Pada film Mickey 17, cerita yang dibangun karakter Timo cukup mencuri perhatian. Karakter antagonis lainnya yang mungkin diharapkan mati justru seperti kucing yang memiliki 9 nyawa. Digambarkan seperti belut yang licin mampu terlepas dari segala bentuk kesialan yang berujung kematian.

Timo mungkin hanya part of character dalam filmnya tetapi sebenarnya mampu memberikan satu sisi pengautan pada karakter Mickey. Di mana keduanya memang digambarkan sebagai partner dalam pertemanan. Side character yang dibuat oleh Bong Joon-ho untuk penikmat film penasaran bukan sekedar karakter yang lewat begitu saja.

Kembali pada cerita filmnya, produksi yang memang menarik walau ada sisi cerita yang tidak diperkuat. Terutama kaitannya dengan latar filmnya, yaitu planet Nilfheim. Sepanjang 137 menit mungkin 80 persen penggambaran lebih berfokus pada ambience dari dalam kapan antariksa.

Padahal planet Nilfheim itu sendiri cukup menarik jika diberikan lebih banyak ruang dalam filmnya. Bahkan bisa menjadi sesuatu yang juga penting dalam film bukan sekedar kebutuhan dalam cerita. Begitu pun dengan alur filmnya yang mungkin untuk sebagian penikmat film harus sedikit lebih cermat dan tanggap.

Sesuai dengan judulnya Mickey 17 dan tema filmnya tentang iterasi, ada momen alurnya kembali ke masa lalu untuk memperkuat alur berikutnya. Terutama kaitannya tentang iterasi dari Mickey mulai dari 1 hingga 16. Meski Bong Joon-ho seminim mungkin membuat penikmat film menjadi berpikir keras atau menimbulkan pertanyaan.

Perpindahan alur maju-mundurnya cukup smooth untuk penikmat film tetap mendapat apa yang ingin disampaikan penulis dan sutradara pada cerita filmnya. Kurang lebihnya Bong Joon-ho mampu meminimalkan hal yang membuat ketidaknyamanan di penikmat film.

Production company: Plan B Entertainment, Offscreen, Kate Street Picture Company
Distributor: Warner Bros. Pictures
Cast: Robert Pattinson (Mickey Barnes/ Mickey 17/ Mickey 18), Naomi Ackie (Nasha Barridge), Steven Yeun (Timo), Mark Ruffalo (Kenneth Marshall), Toni Collette (Ylfa), Holliday Grainger (Gemma), Anamaria Vartolomei (Kai Katz), Daniel Henshall (Preston), Steve Park (Agent Zeke), Tim Key (Pigeon Man), Cameron Britton (Arkady), Patsy Ferran (Dorothy), Angus Imrie (Shrimp Eyes), Thomas Turgoose (Bazooka Soldier), etc
Director: Bong Joon-ho
Screenplay: Bong Joon-ho
Producers: Dede Gardner, Jeremy Kleiner, Bong Joon-ho, Dooho Choi
Duration: 2 hours 17 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
majapahit4d
17 days ago
1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x