ReviewCinemaFilm

Review: We Live In Time, Film dengan Konflik Kompleks yang Dikemas Sederhana

135
×

Review: We Live In Time, Film dengan Konflik Kompleks yang Dikemas Sederhana

Share this article

We Live In Time mempertemukan Andrew Garfield dan Florence Pugh untuk membawa sebuah cerita romantic comedy drama.

LASAK.iD – Film bergenre romantic comedy drama dari produksi negara manapun secara garis besarnya akan membawa layer emosi, mulai dari bahagia, sedih hingga baper (terbawa perasaan) untuk penikmat film. Sesuatu hal yang lumrah, seperti halnya jump scare yang selalu ada pada film bergenre horror atau adegan gore pada film dengan genre thriller.

Pembeda yang terlihat pada konsep dan cerita filmnya, dalam hal ini kaitannya dengan sajian konflik yang terbangun dari setiap karakter. Bahkan menyangkut unsur pendukung, seperti sinematografi yang dapat terlihat dan dirasakan pada pilihan warna filmnya. Begitu juga dengan music scoring atau original soundtrack yang selalu tersemat pada adegan tertentu dalam filmnya.

Sebuah gambaran yang juga terlihat dan terasa dalam film terbaru besutan sutradara John Crowley dengan cerita filmnya ditulis Nick Payne berjudul We Live In Time. John Crowley membuatnya pada sebuah film dengan sajian yang sederhana dari kisah yang dibawakan karakternya Tobias Durand (Andrew Garfield) dan Almut Brühl (Florence Pugh).

Namun, kolaborasi John Crowley dan Nick Payne yang telah lama berkecimpung di seni pertunjukan teater, secara kebetulan atau telah menjadi marker keduanya, membawa sedikit rasa dramatisasi pada seni pertunjukan teater untuk film We Live In Time. Keduanya, membawa kebiasaan itu dari ruang teater ke ruang audio visual dalam koridor film layar lebar.

Memang tidak juga sebagai bold filmnya, tetapi satu sisi yang menjadi menarik dari sajian filmnya. Penulis Nick Payne juga membuat cukup menarik dari sajikan ceritanya dengan usung konsep alur filmnya yang maju-mundur. Sebenarnya bukan hal baru, baik dalam genre yang sama atau genre lain, tetapi yang jelas terlihat pada penempatannya dalam cerita sepanjang film.

Biasanya, penempatan dilakukan pada bagian tertentu ceritanya, entah bagian dari awal cerita, tengah atau justru menjelang akhir ceritanya. Seringanya pun digunakan sebagai bagian dari plot twist atau sebagai unsur kejutan cerita filmnya. Namun, berbeda dengan We Live In Time, film produksi Studio Canal satu ini, yang melakukannya hampir di sepanjang film.

Lebih dari itu, menonton filmnya dengan seksama, yang dilakukan penulis nyatanya bukan dengan tujuan menciptakan sebuah kejutan yang ‘wow’ tetapi normalnya sebagai bagian dari cerita dalam membangun grafik emosi. Pengemasan yang baik yang membuat filmnya sendiri cukup bisa dinikmati, karena ditemui di banyak judul lainnya, konsep yang sama cukup membuat pusing penikmat film.

Saat penikmat filmnya dituntut untuk menelaah dan mengingat kembali setiap jengkal adegan. Penulis seakan menciptakan arena bermainnya sebagai tantangan untuk penikmat film. Sesuatu yang mungkin menyenangkan di sebagian penikmat film atau mungkin juga sebaliknya. Ini pun ditentukan dari selera masing-masing individu sebagai penikmat film.

Dikatakan sebelumnya, We Live In Time sebuah film dengan sajian sederhana, yang hadir dari kisah Tobias Durand pekerja di perusahaan produsen makanan terkenal Inggris bernama Weetabix dan Almut Brühl seorang koki berbakat dan pemilik restoran namun mengidap kanker ovarium.

Jika menontonnya dengan seksama, ternyata konflik yang dibangun keduanya cukup kompleks walau tersaji dengan kemasan yang sederhana. Itulah banyak adegan yang memperlihatkan grafik emosi yang membuat mata penikmat film berkaca-kaca. Selain chemistry akan akting Andrew Garfield dan Florence Pugh yang berhasil menyampaikan emosi yang dimaksudkan.

Ini pun tidak luput dari tema cerita filmnya yang sebenarnya cukup mewakili sebagian gambaran kondisi sebenarnya dari kehidupan nyata. Baik itu secara drama maupun romantika yang ditunjukan kedua karakter, Tobias dan Almut. Misalnya, takdir yang mempertemukan keduanya dalam ketidaksengajaan, seiring berjalanannya waktu rasa cinta pun akhirnya tumbuh di antara keduanya.

Begitu pun untuk tema ceritanya yang mengangkat isu kesehatan terkait kanker ovarium maupun tentang isu perempuan itu sendiri. Secara tidak langsung ini cukup menjadi representatif yang merujuk pada perempuan di kehidupan nyata.

Bagaimana seorang perempuan sebagai individu, sebagai istri sekaligus ibu yang mengadapi kenyataan pahit karena penyakit kanker ovarium yang diderita yang sewaktu-waktu merenggut nyawanya. Tak ingin mati tanpa meninggalkan apapun untuk orang tersayang, Almut melakukan beberapa hal untuk menjadi kenangan yang membanggakan untuk keluarga kecilnya.

Itulah alasan karakter Almut Brühl tetap nekat melanjutkan partisipasinya dalam sebuah kompetisi memasak, demi bisa mewakili negaranya inggris di kompetisi lebih besar se-eropa. Bahkan sebelumnya, Almut Brühl yang di diagnosa tak lama setelah pernikahannya, mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapatkan anak.

Konflik yang dibawa karakter Almut Brühl cukup mencuri perhatian tetapi tak terelakan chemistry-nya bersama Andrew Garfield yang memerankan Tobias Durand menciptakan kemenarikan tontonan. Masing-masing karekter saling mengisi ruang kosong dari lawan mainnya. Meski pengemasan sebagai sajian film tetap mengisinya dengan bumbu-bumbu hiperbola yang juga tidak lebay untuk menarik perhatian penikmat film.

Selain itu, meski We Live In Time membawa konsepnya tersendiri, tetap ada pakem yang kaitannya akan vibes, ambience juga feel dari sebuah film bergenre romatic drama yang tidak akan bisa hilang. Ini bisa dilihat juga dirasakan pada bagian tertentu dari filmnya, biasanya penikmat film yang terbiasa melihat dengan seksama sebuah film drama romantis yang bisa merasakannya. Kembali, eksekusi yang epik bisa membuat filmnya tetap menarik meski terkadang hadir dengan cerita filmnya yang sederhana.

Hal lainnya menyangkut ending filmnya, mungkin untuk sebagian penikmat film sudah bisa menebaknya. Tetapi sutradara dan penulis membuat bagian ending filmnya yang memperlihatkan Tobias Durand bersama dengan putri kecilnya bisa berada di dua sisi persepektif. Tergantung dari penikmat film mengartikannya sebagai happy ending atau sad ending dari filmnya.

Production company: Film4 Productions, SunnyMarch, Shoebox Films
Distributor: StudioCanal
Cast: Andrew Garfield (Tobias Durand), Florence Pugh (Almut Brühl), Grace Delaney (Ella), Lee Braithwaithe (Jade), Aoife Hinds (Skye), Adam Jones (Simon Maxson), etc
Director: John Crowley
Screenwriter: Nick Payne
Producers: Adam Ackland, Benedict Cumberbatch
Duration1 hours 47 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
authorized appliance repair company

Looking for trusted appliance repair? Our Authorized Appliance Service offers expert repairs and maintenance for all major brands. With certified technicians and genuine parts, we ensure your appliances run smoothly and efficiently. Whether it’s a refrigerator, washer, or oven, we provide reliable, affordable service with quick turnaround times. Trust us to keep your home running without a hitch—contact us today for professional appliance solutions!

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x