LASAK.iD – Genre film seperti horor dan drama memang masih mendominasi pasar film di Indonesia. Tak juga mengenyampingkan genre lain yang sebenarnya memiliki market yang cukup besar, sebut saja genre komedi. Belakangan film komedi justru mampu bertengger di posisi 10 bahkan 5 besar sebagai film terlaris sepanjang masa di Indonesia.
Film maker pun mulai berani untuk mendobrak pasar dengan mengkombinasikan dengan genre lainnya, seperti drama, horor hingga thriller. Untuk menciptakan tontonan yang lebih variabel dari sekedar membuat tertawa di penikmat film.
Terbaru, film berjudul GJLS: Ibuku Ibu-Ibu karya sutradara Monty Tiwa hadir dengan konsep dan tema berbeda. Di banyak kesempatan Trio GJLS terutama Rispo selalu mengatakan film yang mengangkat cerita tentang grupnya mengusung genre scientific comedy.
Merujuk dari keseluruhan sajian cerita filmnya serta science itu sendiri, sebenarnya menjadi masuk akal bukan sekedar asbun (asal bunyi). Pada sajian cerita filmnya, penikmat film bisa melihat dengan jelas bahwa konsep dan tema yang diberikan Monty Tiwa untuk film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu sebagai sebuah eksperimen.
Sajian filmnya terasa tak biasa karena memasukkan adegan yang sebenarnya bagian dari video bloopers atau potongan-potongan adegan atau kesalahan yang terjadi selama proses syuting atau produksi. Biasanya bloopers menjadi video pemanis yang ditampilkan di momen credit scene dari sebuah film.
Namun, Monty Tiwa untuk karya kali ini justru menempatkan video bloopers sebagai bagian dari hasil akhir filmnya. Tak hanya berbeda, tetapi untuk sebagian besar penikmat film mungkin ini terkesan aneh. Merujuk kembali pada science yang diketahui penuh dengan eksperimen yang aneh dan tidak masuk akal.
Ini yang sepertinya menjadi rujukan untuk Rispo mengatakan bahwa film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu merupakan film bergenre scientific comedy. Tak hanya dari sajian visual, tetapi juga dari akting dengan dialog didalamnya. Salah satu yang merepresentasikan, terlihat pada adegan Feni (Nadya Arina) berada satu frame dengan Trio GJLS (Rigen, Rispo, Hifzdi) di sebuah car wash.
Ini pun dibenarkan oleh Nadya Arina dan Rigen yang cukup terkejut dengan adegan yang mereka lakoni. Terlebih Rigen yang tidak menyangka dengan dialog yang dilontarkan Nadya Arina, karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sesuatu yang baru dan fresh untuk genre komedi di tanah air.
Bahkan Monty Tiwa dan Trio GJLS sendiri berani mengatakan film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu menjadi pioneer untuk konsep tersebut, terutama menyisipkan adegan bloopers ke dalam hasil akhir sajian filmnya. Untuk sebagian penikmat film mungkin lebih mengenal konsep “breaking the fourth wall” (pendobrak dinding keempat).
Sebuah teknik yang banyak digunakan dalam media seperti film, teater atau video game di mana karakter berbicara langsung kepada penonton atau mengakui keberadaan mereka secara nyata. Tak sama memang, namun membawa kesan berbeda untuk penikmat film yang masih asing untuk kedua konsep atau satu di antaranya.
Masih seputar konsep filmnya, kali ini terkait dengan dialog antar pemain. Ada kalanya improvisasi dialog dalam sebuah produksi film dibutuhkan untuk mendapatkan angle yang lebih baik. Namun, improvisasi yang dilakukan dalam film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu sangat diluar dugaan. Para pemain terutama Trio GJLS melakukan dengan cukup liar.
Hal ini yang sepertinya melahirkan banyak bloopers yang kemudian memunculkan ide untuk juga memasukkannya ke dalam adegan. Kesan liar di sebagian penonton terlihat seperti sebuah produksi yang asal-asalan, padahal untuk menemukan ritme atau mengimbangi salah satu karakter melakukan improvisasi justru sesuatu yang sulit untuk seorang aktor atau aktris.
Namun, hal inilah yang justru menjadi kekhasan dari grup maupun filmnya itu sendiri. Baik Monty Tiwa dan Trio GJLS mencoba menabrak kebiasaan untuk menjadi dan menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dalam ranah film terkhusus genre komedi.
Diketahui, nama besar seperti Warkop DKI, Benyamin Sueb, Ateng & Iskak hingga yang terbaru Agak Laen sudah memiliki kekhasan yang melekat ke penikmat film maupun publik secara general.
Namun, diluar dari Trio GJLS menabrak kebiasaan, sajian yang diciptakan oleh mereka dalam filmnya mengingatkan vibes dari beberapa film produksi negara lain terutama yang berasal dari hollywood.
Selain memang mereka yang sudah membranding diri sebagai grup absurd, tetapi pada filmnya vibes yang dirasakan seperti dalam film berjudul Dumb and Dumber, Step Brother, Three Idiots (India) dan banyak lainnya. Deretan film dengan karakter yang membekas bahkan masih diingat hingga saat ini, jika ditanya film dengan karakter-karakter absurd bahkan terkesan bodoh.
Langkah berani dan patut diapresiasi untuk juga menciptakan keragaman dalam industri film di Indonesia. Bahkan ada adegan yang cukup ikonik dalam film Rush Hour ketika Jackie Chan dan Chris Tucker mendatangi sebuah sekolah bela diri.
Saat itu, Chris Tucker bertanya kenapa seorang master yang merupakan pemilik perguruan tentang nama sang master dan seorang murid bertubuh tinggi dan besar. Pengucapan nama sang master dan muridnya yang sama dengan “you” dan “me” dalam bahasa inggris justru menciptakan suasana absurd yang mengundang gelak tawa.
Ini yang ternyata juga menginspirasi Trio GJLS untuk menjadi salah satu adegan dalam filmnya. Tak hanya pada adegan, baju yang dikenakan terutama pada karakter Rispo cukup mencuri perhatian. Ananta Rispo yang bertubuh besar dengan jembros di wajahnya justru dipaksa berpenampilan seperti anak-anak.
Kaos oblong dan celana kolor dengan beragam warna bahkan hampir selalu mengenakan sepatu futsal dengan kaos kaki panjangnya. Bahkan ada adegan yang dia justru mengenakan pakaian lengkap seperti akan bermain futsal atau sepak bola.
Film yang terkesan tidak serius dan asal-asalan justru terkadang memberikan kesan sutradara dan pemainnya menyiapkan dengan seksama. Padahal banyak yang dilakukan secara spontan sehingga menciptakan mimik dan gesture yang alami. Film menarik dengan keabsurtan dari pemainnya bahkan yang bukan seorang komedian sekalipun, seperti Nadya Arina, Bucek dan lainnya.
Production company: Amadeus Sinemagna, GJLS Entertainment, A&Z Films, Rollink Action, dr.m, Role Entertainment
Distributor: Legacy Pictures, Amadeus Sinemagna
Cast: Ananta Rispo (Rispo), Rigen Rakelna (Rigen), Hifdzi Khoir (Hifdzi), Nadya Arina (Feni), Bucek (Tyo), Luna Maya (Sumi), Reynavenzka (Yuni), etc
Director: Monty Tiwa
Screenplay: Rza Kumar, Mohammed Syazsa, Erik Tiwa
Producers: Wendhy Antono, Indra Yudhistira
Duration: 1 hours 35 minutes
Tulisan kayak gini tuh bikin pengen ikut nimbrung. Kalau kamu pengen diskusi lanjut, coba deh mampir ke Kanal.id, tempat ngobrol online anak muda zaman sekarang.