CinemaFilmReview

Review: Conclave, Lika-Liku Pemilihan Pemimpin Tertinggi Vatikan

297
×

Review: Conclave, Lika-Liku Pemilihan Pemimpin Tertinggi Vatikan

Share this article

Conclave produksi FilmNation Entertainment, House Productions dan Indian Paintbrush berdasarkan buku dengan judul yang sama karya Robert Harris.

LASAK.iD – Demografi Agama yang diyakini publik dunia diketahui memiliki jumlah yang mencapai lebih dari 4.000-an. Di antaranya, telah diakui secara global dan salah satunya memiliki jumlah pengikut hampir sepertiga dari populasi dunia, yang menempatkannya pada urutan teratas agama yang dianut publik dunia, yaitu Agama Kristen.

Agama Kristen sendiri pun terbagi dalam menjadi berbagai denominasi dan aliran, di antaranya Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur dan Protestanisme. Gereja Katolik menjadi urutan pertama dengan jumlah pengikutnya di dunia mencapai kurang lebih 1.4 milyar jiwa pada tahun 2023.

Gereja Katolik secara universal dipimpin oleh seorang Paus yang merupakan Uskup Roma yang berpusat di Vatikan, sebuah negara kota teokrasi atau negara enklave yang dikelilingi tembok di dalam kota Roma, Itali. Paus yang memimpin saat ini adalah Paus Fransiskus (Pope Francis) ke-266 yang terpilih sejak 2013.

Pemilihan Paus pun tidak serta merta menunjuk seorang dalam hal ini kardinal secara gamblang, tetapi memiliki sistem terorganisir. Biasanya pemilihan pun dilakukan oleh para kardinal, para pejabat senior dalam Gereja Katolik yang sebelumnya ditunjuk langsung oleh Paus. Sistem pemilihan Paus ini dikenal dengan konklaf, yang dimulai antara 15 dan 20 hari setelah meninggalnya Paus.

Sebuah prosesi sakral untuk penganut Gereja Katolik dunia, yang kemudian menjadi inspirasi untuk FilmNation Entertainment bersama House Productions dan Indian Paintbrush untuk memfilmkannya secara komersil. Film berjudul Conclave mengadaptasi cerita dari buku dengan judul yang sama karya Robert Harris.

Seperti judulnya, Conclave secara gamblang menggambarkan hiruk pikuk Vatikan saat momen pemilihan terbaru dari Uskup Roma atau Paus. Filmnya menggambarkan hal tersebut dilakukan karena pemegang gelar Paus sebelumnya telah meninggal dunia, karena itulah umat Katolik dunia membutuhkan sosok Paus baru.

Conclave cukup detail menggambarkan prosedur pengangkatan Paus terbaru jika meniliknya dari berbagai sumber. Selain Robert Harris sendiri dalam menulis bukunya mendapatkan detail informasi dari seorang kardinal asal Inggris bernama Cormac Murphy-O’Connor. Detail ini telah diperlihatkan sejak awal, ketika cincin yang juga sebagai lambang kepausan dihancurkan di depan Dekan Vatikan. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dokumen.

Prosesi besarnya dengan menghadirkan ratusan kardinal yang masuk dalam persyaratan sebagai pemilih dan dipilih. Prosesi ini bersifat rahasia, untuk itulah para kardinal akan dikunci selama prosesi pemilihan Paus. Selama itu pula para kardinal hanya bisa berkomunikasi dengan mereka yang berada di lingkungan Vatikan.

Semua alat komunikasi akan disita sementara untuk mencegah pengaruh dari luar selama pemilihan berlangsung. Pemilihan pun bisa berlangsung selama berhari-hari selama belum ada kandidat yang memenuhi 2/3 suara dari para Kardinal pemilih. Prosesi ini telah bertahan selama berabad-abad.

Untuk sebagian penikmat film mungkin akan lebih mengetahuinya terutama untuk mereka yang beragama Katolik. Untuk sebagiannya lagi, jika berdasarkan sumber apa yang tersaji dalam filmnya cukup mewakili untuk pengetahuan dan informasi. Berbicara sebagai sajian film, terlepas filmnya sebuah adaptasi atau datang dari ide original penulis, jika penyajiannya sekedar pada prosesi mungkin akan terasa membosankan. Ada kemungkinan memberikan kesan bahwa filmnya sekedar film dokumenter.

Namun, film dari sutradara Edward Berger dan penulis Peter Straughan juga Robert Harris membuatnya menarik dengan konflik yang hadir sebagai bagian dari drama dalam prosesi konklaf yang tersaji sepanjang filmnya. Gambaran nyata tentang representatif sebuah negara, ada berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh mereka yang menjadi bagian dari pemerintahan. Seperti diketahui bahwa Vatikan itu sendiri memang sebuah negara, yang disebut dengan negara enklave.

Di filmnya sendiri, penikmat film disuguhkan dengan drama tentang para kardinal yang menjadi kandidat Paus. Secara individualisme, diperlihatkan masing-masing calon memiliki ambisi tersendiri untuk menjadi Paus. Menariknya, sebagai representatif sebuah negara, terlihat banyak intrik yang dilakukan untuk saling menjatuhkan demi keuntungan pribadi.

Cukup mengagetkan jika praktek tersebut benar adanya dalam lingkup orang-orang besar dalam sebuah Agama. Seakan membuka tabir dan sisi gelap dari sebuah Agama, yang dalam hal ini Katolik. Meski nilai dan pesan yang ingin disampaikan filmnya bisa merujuk secara global pada semua Agama.

Meski begitu, ini menjadi kombinasi yang membuat penikmat film cukup menikmati. Bahkan menantikan tiap-tiap konflik yang tersaji sepanjang filmnya. Bahkan penikmat film dibuat melelahkan sekaligus gregetan dengan segala macam konflik filmnya. Terutama yang tersajikan dari karakter utamanya, Kardinal Thomas Lawrence yang diperankan aktor Ralph Fiennes.

Kardinal Thomas Lawrence yang menjadi Kepala Dewan Kardinal mengemban semua tugas sebelum posisi Paus kembali terisi. Utamanya selama prosesi konklaf, Kepala Dewan Kardinal yang memiliki tanggung jawab penuh selama pelaksanaan berlangsung. Bahkan mempertimbangkan para kandidat untuk dinyatakan pantas atau sebaliknya.

Kardinal Thomas Lawrence harus menjadi orang yang paling waras dari ratusan kardinal yang hadir selama beberapa hari terkurung di dalam Vatikan. Saat itu, sosok Kepala Dewan Kardinal memang menjadi ujung tombak dari segala macam keputusan terkait dengan terpilihnya Paus.

Tak hanya pada karakter Kardinal Thomas Lawrence, karakter lainnya yang menjadi bagian dari konflik filmnya, yang membawa emosinya tersendiri cukup dirasakan dan sampai di penikmat film. Hal ini yang mungkin menjadi alasan filmnya bisa dinikmati penikmat film, walau bisa terlihat premis filmnya yang cukup kompleks.

Tak hanya drama dengan konfliknya yang tersajikan begitu saja, bagian lain dari konfliknya yang tersaji sebagai plot twist cukup membuat mata penikmat film terbelalak karena kaget. Bumbu yang membuat flow filmnya pun tidak membosankan dan bisa dinikmati setiap adegannya.

Penulis dan sutradara pun tidak ingin membuat keseluruhan filmnya menjadi kaku atau sebuah sajian yang berat, keduanya sedikit menyisipkan jokes di beberapa bagian adegan. Tidak juga membuat tertawa terbahak-bahak tetapi sekedar senyum simpul di penikmat film, bagian sederhana untuk sedikit meringankan filmnya yang memiliki cerita yang kompleks.

Di sisi lain, sesuai judul dan posternya filmnya, menjadikan filmnya mungkin cukup segmented. Dengan kata lain, untuk penonton yang sesuai dengan tema dan cerita filmnya. Namun, untuk sebuah pengetahuan umum, film Conclave bisa menjadi pilihan, seperti juga kebanyakan film yang berdasarkan kisah nyata tentang sebuah peristiwa atau seorang individu (tokoh).

Untuk penikmat film secara general ketika menonton filmnya memang sedikit dituntut untuk lebih bijak dan menahan emosinya sejenak. Terutama kaitannya dengan adegan dan dialog jelang filmnya berakhir, atau bagian klimaks dari cerita filmnya.

Berkaitan dengan produksi filmnya, pada 2006 silam, ternyata sudah ada produksi film dengan tema yang sama denga judul The Conclave. Film dari sutradara Christoph Schrewe dan penulis Paul Donovan lebih berfokus pada prosesi konklaf yang terjadi pada 1458 atau terjadi lima tahun setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki.

Film yang berdasarkan sebuah buku harian yang ditulis Silvius Aeneas Piccolomini, satu-satunya kardinal yang pernah mencatat proses rahasia konklaf kepausan. Saat itu, Silvius Aeneas Piccolomini sendiri yang terpilih sebagai Paus Pius II dalam konklaf tersebut. Atau gambaran dari praktik dari konklaf di masa lalu.

Sedangkan, sutradara Edward Berger dan penulis Peter Straughan juga Robert Harris untuk film Conclave, membawa kisah yang mengadaptasi sebuah buku dari penulis Robert Harris yang berjudul Conclave. Prosesi konklaf yang lebih pada praktiknya di dewasa ini yang merujuk prosesi konklaf yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2013 silam.

Production company: FilmNation Entertainment, House Productions, Indian Paintbrush
Distributor: Black Bear Pictures, Focus Features
Cast: Ralph Fiennes (Cardinal Thomas Lawrence), Stanley Tucci (Cardinal Aldo Bellini), John Lithgow (Cardinal Joseph Tremblay), Sergio Castellitto (Cardinal Goffredo Tedesco), Isabella Rossellini (Sister Agnes), Jacek Koman (Archbishop Janusz Woźniak), Lucian Msamati (Cardinal Joshua Adeyemi), Brían F. O’Byrne (Monsignor Raymond O’Malley), Carlo Diehz (Cardinal Vincent Benitez), Merab Ninidze (Cardinal Sabbadin), Roberto Citran (Cardinal Lombardi), Bruno Novelli (Dead Pope), etc
Director: Edward Berger
Screenplay: Peter Straughan, Robert Harris
Producers: Tessa Ross, Juliette Howell, Robert Harris
Duration: 2 hours

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mutual Fund Service near me

“This post has helped me solve my issue, thanks a ton!”

BLACK SEO LINKS, BACKLINKS, KONTOL FOR MASS BACKLINKING – TELEGRAM @SEO_LINK

Website Scam Penipu Indonesia, KONTOL SEXS SITUS SEXS BEBAS

Mitolyn
6 days ago

Mitolyn Nice post. I learn something totally new and challenging on websites

3
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x