LASAK.iD – Judul film yang sejak awal mengikrarkan menjadi sebuah produksi panjang dengan 2 atau 3 bahkan berjumlah lebih sudah memiliki keyakinan akan kesuksesan filmnya. Sering ditemui langkah berani untuk melanjutkan kembali filmnya bahkan dengan jeda waktu yang cukup lama.
Terkadang tidak hanya berfokus pada genre yang diusung tapi faktor pada cerita dan pengemasannya yang memang menarik untuk menjadi pilihan tontonan. Cukup banyak yang meraih sukses tidak hanya di negara asalnya, tetapi secara market global yang menjadikan filmnya meraih predikat box office maupun blockbuster.
Menilik dari salah satu perusahaan produksi film seperti Sony Pictures, tercatat memiliki banyak judul yang menjadi produksi film series, yang sukses di pasar global. Sebut saja, Spider-Man, Men in Black, The Karate Kid, Resident Evil dan beberapa judul lainnya. Rata-rata deretan film series memang hadir dari genre fiksi.
Baca juga: Review: Karate Kid: Legends, Sudut Pandang Cerita Yang Mencoba Lebih Kekinian
Masih terkait dengan perusahaan film Sony Pictures, beberapa waktu lalu penikmat film global disuguhkan kembali dengan film series yang memiliki basis penggemar cukup besar di seluruh dunia dengan judul The Karate Kid, meski berselang 15 tahun dari perilisan terakhirnya.
Kini, Sony Pictures bersma Columbia Pictures merilis kembali film genre fiksi lainnya, yang kini berkaitan dengan kepunahan umat manusia karena virus yang membuat mereka berubah menjadi mayat hidup atau yang disebut sebagai zombie. Kali ini, bukan hadir dari karakter Alice tetapi zombie lainnya yang menjadi bagian dari film series berjudul 28 Days Later.
Absen cukup lama, kini setelah 18 tahun lamanya dari perilisan film sekuel dengan judul 28 Weeks Later, Sony kembali dangan film triloginya, 28 Years Later yang kini apocalypse terjadi setelah 28 tahun berlalu. Hal ini seperti merujuk pada perilisan yang terlampau cukup jauh antara 2007 ke tahun 2025, sekaligus menyesuaikan dengan angka 28 yang memang menjadi ikon dari filmnya.
28 Years Later seperti juga kebanyakan film series lainnya, ada keterkaitan yang memang menjadi benang merah. Filmnya kini yang berselang cukup jauh, penulis mencoba untuk menciptakan tontonan baru. Keterkaitan tetap ada mencoba tidak memaksa untuk penikmat film baru menonton film sebelumnya.
Sekalipun dilakukan hanya sekedar pancingan karena penggambaran hingga film ketiganya lebih kepada evolusi dari zombie itu sendiri dan cara manusia bertahan hidup yang tergambarkan secara beruntun dari hari pertama, 28 hari pertama, 28 minggu pertama akhirnya kehidupan setelah 28 tahun setelahnya.
Selain memang film yang mengangkat fiksi akan mayat hidup atau zombie sudah sangat ter-mindset akan sebab-akibat terjadinya apocalypse zombie. Pada akhirnya untuk sebagian dari mereka menikmati sajian ceritanya saja. Untuk sebagian penikmat film yang memang menonton 2 film sebelumnya akan menangkap beberapa petunjuk sebagai alasan filmnya dengan latar 28 tahun setelahnya.
28 Years Later dilihat dari sang antagonis, yaitu zombie tetap pada pola yang sama, mengejar manusia yang masih sehat untuk kemudian menularkan virus zombie. Berkaca dari tema serupa keluaran Sony pada film berjudul Resident Evil, membawa hal serupa pada evolusi atau lebih sering disebut dengan mutasi dari makhluk bernama zombie.
Hal ini pun terjadi pada film series 28 Days Later, namun tampilan evolusi zombie pada film trilogi 28 Years Later tidak terlihat mengerikan secara looks tetapi lebih pada auranya. Kelompok yang disebut Alpha, secara penampakan memang layaknya manusia normal tetapi gesture, gerak dan cara membunuh yang lebih sadis.
Terutama yang dilakukan pemimpin mereka yang mampu mencabut kepala manusia dengan tulang belakang yang terikut hanya dengan sekali tarikan. Ini menjadi poin dari kesadisan lainnya yang berbeda dari makhluk bernama zombie. Bahkan mereka memiliki naluri untuk menjebak makanan mereka.
Menilik kembali filmnya, 28 Years Later secara sajian pun cukup berbeda dari 2 film sebelumnya yang lebih fokus pada kerusakan dan apocalypse zombie. Kali ini, tampilan jauh terlihat drama yang fokus pada intensitas sisi perasaan manusia, tentang merelakan dalam usaha bertahan hidup yang dilakukan karakter Spike.
Tak juga seperti film sebelumnya yang dibuat deg-degan hampir setiap menitnya karena adegan kejar-kejaran dengan zombie yang tiada henti. Alex Garland yang kembali menulis ceritanya, mencoba membangun grafik mood yang lebih turun-naik, ia menocba meletakkan pada momen tertentu dari ceritanya. Berbeda dari film pertamanya di tahun 2002 lalu.
Ini juga yang seperti menjadi alasan ada keterkaitan yang terlihat antara kedua film yang ditulisnya. Terutama penampakan padang rumput alpin, begitu pun alasan dibalik evolusi zombie yang disebut Alpha. Petunjuk yang terkoneksi dari kedua filmnya, karena terlalu kebetulan untuk menampilkan hal yang serupa dalam sebuah film dengan ceritanya dalam satu tarikan benang merah.
Untuk itu, penikmat film yang mengharapkan filmnya akan secara total menampilkan seperti kedua film sebelumnya, tidak akan didapatkan di film trilogi-nya. Untuk adegan sadis dan kejar-kejaran antara zombie dan manusia masih menampilkan ketegangan, deg-degan dan vibes yang sama.
Sony yang kembali menggandeng penulis dan sutradara dari film pertamanya terlihat ingin membuat sesuatu yang berbeda dari sebuah sajian film bertemakan zombie. Tak ingin menyentuh sisi ketakutan penikmat film tetapi sisi manusia lainnya seperti sadness. Kombinasi yang cukup berhasil untuk sampai ke penikmat filmnya.
Ini sedikit mengingatkan pada film berjudul Warm Bodies (2013), sebagai film zombie justru tampil berbeda. Film ini pun menyisipkan sisi untuk menggugah sisi lain dari penikmat filmnya. Ada drama cukup berbeda yang ditampilkan filmnya. Di mana, zombie bisa mengikuti dan mengingat dari korban yang otaknya mereka makan. Bahkan pada akhirnya bisa kembali menjadi manusia karena kehangatan yang diberikan padanya.
Film series tentu tetap pada rules yang sudah terciptakan sejak pertama kali muncul di tahun 2002. Hanya penyajian yang cukup membawa yang hampir serupa. Kadang tampil berbeda itu bisa menarik untuk tidak membuat kesan monoton pada ceritanya. Hal yang memang menjadi pakem tetap dijaga, vibes yang sampai ke penikmat film akan tetap sama.
Sisi yang juga bisa ditangkap dari dari ketiga filmnya ternyata masih dalam koridor yang sama, yaitu hubungan keluarga. Pada deretan karakter utama sebagai survival selalu pada anak-anak atau remaja. Sesuatu yang juga cukup berbeda dari kebanyakan film dengan konsep cerita tentang apocalypse, terutama dengan karakter antagonis adalah zombie.
Film series satu ini pun menarik, jika kebanyakan film bertemakan zombie akan selalu ada kelompok ilmuwan yang akan berusaha mencari obat penawar. Begitu pun dengan karakter yang kebal pada virusnya. Sejak film pertama sudah mengindikasikan kedua hal tersebut, namun ternyata menjadi sesuatu yang juga ditonjolkan pada cerita filmnya.
Pembuat filmnya sepertinya lebih menekankan pada ketegangan dan keseruan dari sisi cerita yang fokus pada apocalypse zombie. Bahkan pada film ketiganya, ada keseruan tersendiri tentang berburu zombie di daratan utama yang berbalut drama keluarga antara Ayah dengan anak dan Ibu dengan anak.
Bahkan di film ketiganya ini, penikmat film mungkin ada yang dibuat salah fokus dengan landscape sepanjang filmnya. Mengingat filmnya yang bertema apocalypse, yang teringat akan kehancuran terutama pada set filmnya. Kali ini, penikmat film dimanjakan dengan penampakan landscape padang rumput alpin, hutan hingga laut. Sebuah sajian yang tidak biasa dan cukup menarik.
Production company: DNA Films, British Film Institute, Decibel Films
Distributor: Columbia Pictures, Sony Pictures Releasing
Cast: Jodie Comer (Isla), Aaron Taylor-Johnson (Jamie), Alfie Williams (Spike), Ralph Fiennes (Dr. Ian Kelson), Jack O’Connell (Sir Jimmy Crystal), Erin Kellyman (Jimmy Ink), Edvin Ryding (Erik Sundqvist), Chi Lewis-Parry (Samson), Christopher Fulford (Sam), etc
Director: Danny Boyle
Screenplay: Alex Garland
Producers: Danny Boyle, Alex Garland, Andrew Macdonald, Peter Rice, Bernie Bellew
Duration: 1 hours 55 minutes
Keren parah tulisannya! Aku jadi kepikiran buat angkat topik ini juga di Kanal.id, biasanya responnya rame kalau bahas hal-hal begini.
Become our affiliate and watch your wallet grow—apply now! https://shorturl.fm/diN7Y
Boost your profits with our affiliate program—apply today! https://shorturl.fm/cdYnA