LASAK.iD – Menilik genre yang paling diminati penikmat film di tanah air, horor mungkin menjadi yang diingat pertama kali. Genre satu ini pun menawarkan berbagai sensasi sesuai sub-genre yang diusung, karena tidak sebatas pada horor yang menakut-nakuti tetapi ada sub-genre yang memainkan emosional dan psikologi dari penikmatnya.
Genre drama pun masuk dalam jajaran genre yang memiliki basis penggemar cukup besar. Seperti juga genre horor dan genre lainnya, genre drama pun memiliki sub-genre yang bisa menjadi pilihan untuk rumah produksi maupun penulis. Di tanah air, turunan dari genre drama cukup banyak yang menjadi pilihan, seperti drama romantis, drama keluarga, drama komedi hingga drama religi.
Tak sedikit dari genre drama yang mampu menarik perhatian penikmat film hingga jutaan pasang mata. Belakangan genre drama yang hadir di layar bioskop cukup banyak dari sub-genre yang mengusung drama religi. Seperti yang akan tayang di pertengahan bulan Juli 2025 ini.
Baca juga: Review: Pemandi Jenazah, Horror Yang Cukup Buat Capek
Film dengan judul Assalamu’alaikum Baitullah merupakan produksi baru dari VMS Studio. Sebuah film yang mengadaptasi novel dengan judul yang sama karya penulis Asma Nadia. Sebuah kisah tentang perempuan bernama Amira yang menemukan keikhlasan setelah bertubi-tubi ujian yang didapatkan dalam kehidupannya. Keikhlasan yang membawanya ke Baitullah di Mekkah.
VMS Studio kembali menggandeng Hadrah Daeng Ratu sebagai sutradara setelah sebelumnya bekerja sama untuk film horor berjudul Pemandi Jenazah. Wajar jika Hadrah Daeng dipilih sebagai sutradara jika melihat filmnya yang memang lebih pas dengan sentuhan dan sudut pandang sutradara perempuan yang sejalan dengan konflik yang dibawa karakter Amira.
Selain aktor pemeran yang memang epik dalam memainkan perannya terutama karakter Amira oleh Michelle Ziudith. Presentase pembentukan karakter dan emosi mungkin jauh lebih besar jika pendekatannya dilakukan sesama perempuan. Ini dipertegas Michelle Ziudith, yang berbicara tentang karakternya lebih dari sekedar antara sutradara dengan pemain.
Terutama untuk adegan yang cukup besar menguras emosi dari seorang Michelle Ziudith. Tak hanya pada perannya sebagai Amira tetapi secara personalnya sebagai pribadi. Di sisi lain, Asma Nadia sebagai penulis novel yang memiliki cerita asli dari sosok Amira yang asli pun turut membantu membentuk karakter dan emosi sehingga bisa dengan baik sampai ke penikmat film.
Hal lainnya terkait peran, seperti diketahui beberapa film yang melibatkan Michelle Ziudith membawa pada karakter istri yang tersakiti karena perselingkuhan. Michi sapaan akrabnya selalu berhasil memberikan nyawa para setiap karakter yang dimainkan. Namun, pujian lebih patut diberikan untuknya untuk perannya sebagai Amira.
Kesan template memang tidak bisa terelakan tetapi emosi yang diberikan kali ini sedikit beda. Michelle Ziudith dalam menciptakan emosi di karakter Amira tak sekedar dialog yang menggebu-gebu atau tone yang tinggi.
Ini terlihat di beberapa adegan antara Amira dengan Pram yang diperankan Miqdad Addausy. Adegan yang seperti itu biasanya gambaran emosi yang lebih dalam dan cukup memainkan psikologi dari penikmat film.
Hal yang sama dilakukan lawan mainnya Arbani Yasiz untuk perannya sebagai Barra. Hadir kembali sebagai sosok yang green flag dan soft spoken memang menjadi poin plus dari Arbani. Arbani cukup berhasil lewat karakternya dalam menciptakan momen emosi sedih atau sebaliknya hanya dengan mata dan tone suara, tanpa mimik atau ekspresi yang berlebihan.
Selain dari karakter utamanya, pemeran pendukung seperti Ummi Quary juga patut mendapat apresiasi. Aktor atau aktris memang memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan sebuah karakter sesuai dengan skenario. Menarik ketika aktor atau aktris memiliki image kuat pada persona yang cablak dan lucu.
Akan menjadi tantangan besar ketika Ummi Quary harus menahan sisi dirinya untuk masuk ke karakter Ica yang menggambarkan perempuan Muslimah. Ada beberapa ekspresi yang belum natural terutama di awal kemunculannya dalam film, namun jika diperhatikan setelahnya Ummi Quary cukup menguasai karakternya untuk mendapatkan karakter Ica yang dimaksudkan penulis dan sutradara.
Secara keseluruhan, film Assalamu’alaikum Baitullah masuk dalam jajaran film yang memainkan psikologi penikmat film dengan membangun emosi tanpa harus dengan mimik, gesture atau dialog yang menggebu-gebu dan intens. Sutradara melalui skenario yang ada mengarahkan pemain untuk membangun emosi dari dalam diri bukan luar diri.
Selain itu, psikologi secara emosi benar-benar dibuat turun-naik. Puncaknya untuk penikmat film terutama mereka yang Muslim, melihat adegan saat Amira berada dilingkungan Masjidil Haram. Selain latar adegan yang langsung membuat terenyuh, dukungan dari music scoring serta sudut kamera yang dilakukan sutradara menciptakan ledakan emosi penikmat film.
Ditambah, sisi natural yang diperlihatkan Michelle Ziudith selama adegan meski secara durasi tidak terlalu panjang. Namun, hal itu sudah cukup untuk membuat penikmat film meneteskan air mata. Melihat adegan tersebut yang terkait langsung dengan judul filmnya, tentu Assalamu’alaikum Baitullah akan langsung melabelkan sebagai film drama religi.
Meski begitu, jika melihatnya dari sudut pandang berbeda terutama konflik yang dihadapi para karakternya cukup membawa filmnya bisa dinikmati berbagai kalangan karena konfliknya cukup relate dengan siapa saja. Tentang cobaan hidup, kesempatan kedua, pasangan yang tepat, perjodohan, pertemanan, keluarga dan tentunya sebuah keikhlasan. Kebetulannya saja cerita asli dari Assalamu’alaikum Baitullah yang tertuang dalam novel-nya datang dari seorang Muslimah.
Film yang cukup menarik, terlepas ceritanya yang mengadaptasi sebuah novel yang membawa kental unsur Islamiyah. Film yang membuat emosi meledak di penikmat film dengan cara yang berbeda melalui para karakternya. Mungkin ada benarnya, jika Asma Nadia sebagai penulis novel-nya menyebut adaptasi filmnya kali ini sangat menguras emosi dan air mata.
Production company: Visual Media Studio (VMS), Legacy Pictures, Mandela Pictures
Distributor: Visual Media Studio (VMS), Legacy Pictures, Mandela Pictures
Cast: Michelle Ziudith (Amira), Arbani Yasiz (Barra), Tissa Biani Azzahra (Amel), Miqdad Addausy (Pram), Ummi Quary (Ica), Sadana Agung Sulistya (Rayhan), Maudy Koesnaedi (Ibu Barra), Vonny Anggraini (Ibu Amira), etc
Director: Hadrah Daeng Ratu
Screenplay: Mohammad Irfan Ramly, Effrina Hayyu Sisfayeralda, Titien Wattimena
Producers: Ridla An-Nuur, Tony Ramesh
Duration: 1 hours, 41 minutes
Turn your audience into earnings—become an affiliate partner today! https://shorturl.fm/lBV29
Earn passive income with every click—sign up today! https://shorturl.fm/L0hkp
https://shorturl.fm/VMOAt
https://shorturl.fm/ADN2M
https://shorturl.fm/DM31D
https://shorturl.fm/a6U5u
https://shorturl.fm/JRtxP
https://shorturl.fm/65W8u
https://shorturl.fm/qLaWu
https://shorturl.fm/G5NXC
https://shorturl.fm/vPunI
https://shorturl.fm/AY3g7
https://shorturl.fm/iDKnJ
https://shorturl.fm/jnzUD
https://shorturl.fm/4VMZP
https://shorturl.fm/Rqhg6
https://shorturl.fm/mWdpL
https://shorturl.fm/gPF18
https://shorturl.fm/rieT8
https://shorturl.fm/PKVMB
https://shorturl.fm/H9ZuL
https://shorturl.fm/tNBTL
https://shorturl.fm/PD6P0
https://shorturl.fm/OmkLE
https://shorturl.fm/Ac80P
https://shorturl.fm/513KT
https://shorturl.fm/8Uw0t
https://shorturl.fm/LikJQ
https://shorturl.fm/6e4XO
https://shorturl.fm/MfGYn
https://shorturl.fm/NLyEk