LASAK.iD – Industri film Korea Selatan dalam beberapa waktu belakangan tidak hanya menonjol pada genre drama, tetap mulai merambah genre lain yang tidak kalah menyita perhatian, yang di antaranya melalui genre horor. Kesuksesan yang dicapai melalui jumlah penonton yang menyentuh jutaan, bukan hanya di negara asalnya tetapi negara yang menjadi persinggahan filmnya.
Pasar internasional seperti Indonesia masih menjadi tujuan utama untuk persinggahan. Ini berdasarkan besarnya animo publik terhadap hallyu wave atau gelombang Korea yang salah satunya pada industri filmnya. Film horor terbaru asal Korea Selatan yang mampir di bioskop tanah air hadir dari judul The Cursed.
Film yang membawa kisah tentang orang-orang yang membuat pilihan yang tidak dapat diubah lagi karena dibutakan oleh keinginan mematikan mereka sendiri. Berikut beberapa penjelasan terkait film The Cursed karya sutradara dan penulis Hong Won-gi.
Review
Gagasan dan Premis Yang Unik Tentang Pandangan sebagai Kutukan
The Cursed: Insatiable Desires membuka dirinya dengan ide yang filosofis dan segar, yaitu horor. Hadir bukan semata dari makhluk gaib, tetapi dari hubungan manusia melalui “pandangan”. Film ini berbicara tentang bagaimana melihat berarti menguasai, namun pada saat yang sama, juga bisa berarti kehilangan kendali.
Gagasan ini menjadi benang merah yang menghubungkan setiap segmen film, menjadikannya lebih dari sekadar antologi horor biasa. Di sini, sutradara mencoba mengubah tindakan sederhana dari menatap sesuatu menjadi sumber teror yang mendalam dan reflektif.
Format Antologi dan Keberanian Eksperimen
Sebagai film antologi, The Cursed: Insatiable Desires menampilkan beberapa kisah dengan gaya berbeda namun bertema serupa. Tiap sequence cerita berusaha mengeksplorasi ketakutan melalui ide-ide yang unik, seperti bunga yang tumbuh di tubuh zombie atau gerakan tangan yang membuka mata batin untuk melihat dunia arwah.
Imaji-imaji ini menunjukkan keberanian dari pembuat film dalam bermain dengan simbolisme dan absurditas. Elemen-elemen yang sering kali terlupakan dalam sinema horor modern. Walau tidak semua eksekusi dikatakan berhasil, namun di sisi lain momen-momen semacam ini memberi napas segar dan memperlihatkan semangat eksploratif yang patut diapresiasi.
Narasi yang Tersandung dalam Ambisi
Keberanian dari penulis maupun sutradara sebagai kreator dalam bereksperimen terkadang menjadi pedang bermata dua. Upaya untuk menghubungkan setiap cerita dalam satu alur besar terasa belum matang. Transisi antar segmen berjalan kaku dan sering kali membingungkan, yang mungkin membuat penonton sulit memahami keterkaitan tematik yang diinginkan.
Alur yang meloncat-loncat tanpa irama yang jelas menyebabkan film ini terasa lebih seperti kumpulan sketsa menarik daripada satu karya utuh yang solid. Meski demikian, kegagalan ini tidak datang dari ketiadaan ide, melainkan dari ambisi yang belum diimbangi dengan penyusunan naskah yang terukur.
Visual yang Cantik Namun Jauh dari Mencekam
Secara visual, The Cursed: Insatiable Desires menampilkan paradoks yang cukup menarik. Sinematografi tampil dengan modern dan bersih, pencahayaan lembut dan tone warna yang kadang mengingatkan pada iklan teknologi mutakhir. Pendekatan ini menghadirkan keindahan visual yang jarang ditemui dalam film horor, namun di sisi lain justru membuat atmosfer kengerian terasa berjarak.
Beberapa adegan lebih tampak seperti karya seni konseptual daripada momen menakutkan. Meskipun begitu, keberanian untuk menantang estetika horor konvensional tetap menjadi poin positif yang memperlihatkan ambisi artistik sang sutradara.
Kelemahan Teknis dan Ritme yang Tidak Seimbang
Dalam aspek teknis, film ini belum sepenuhnya stabil. Penyuntingan yang tidak rapi membuat ritmenya terasa tidak menentu, ada bagian yang terlalu lama mengulur, sementara lainnya berakhir terlalu cepat. Sinematografi yang tidak konsisten antar segmen juga mengurangi kohesi visual.
Meski begitu, di balik ketidakteraturan tersebut tersimpan upaya untuk menemukan gaya baru dalam merekam ruang dan waktu di dunia supranatural. Dengan sedikit penyempurnaan teknis, film ini sebenarnya bisa mencapai bentuk yang jauh lebih kuat.
Dimensi Filosofis dan Refleksi Manusia
Film The Cursed: Insatiable Desires karya penulis dan sutradara Hong Won-gi memiliki plus-minus tersendiri. Meski begitu, Hong Won-gi tetap menyimpan inti pemikiran yang menarik. Tema “pandangan” dapat dibaca sebagai metafora tentang keinginan manusia yang tak pernah puas, dorongan untuk melihat, mengetahui dan menguasai sesuatu yang seharusnya tidak disentuh.
Ketika manusia menatap hal terlarang, ia justru membuka pintu bagi kegelapan yang lebih dalam. Ide ini memberikan lapisan reflektif yang memperkaya film, bahkan ketika penyampaiannya kadang tersamarkan oleh struktur yang longgar.
Kesimpulan: Horor yang Berani Berpikir
The Cursed: Insatiable Desires bukan film horor yang sempurna, tetapi jelas bukan karya yang kosong. Ia berdiri sebagai eksperimen sinematik yang berani mencoba menggabungkan keindahan visual, gagasan filosofis dan teror psikologis dalam satu wadah.
Walau terhambat oleh kelemahan naratif dan teknis, film ini berhasil menawarkan sesuatu yang jarang ditemui di genre horor akan refleksi tentang pandangan, keinginan dan kehilangan kendali. Di antara banyak film horor yang hanya mengejar ketakutan sesaat, The Cursed: Insatiable Desires patut diapresiasi sebagai karya yang berani berpikir dan berani gagal dengan elegan.
Production company: Jerry Good Company
Distributor: BY4M Studio
Cast: Moon Chae-won (Chae-won), Yoo Jae-myung (Dong-sik), Seo Young-hee (Hee-jin), Won Hyun-joon (Park Soo-moo), Solar (Mi-yeon), Cha Sun-woo (Yoon-gun), Bae Su-min (Soo-yeon), Seo Ji-soo (Eun-seo), Son Juyeon (Eun-jin), etc
Director: Hong Won-gi
Screenplay: Hong Won-gi
Producers: ( – )
Duration: 1 hours 36 minutes
Written by Hadi Hutama







I’ve read similar posts, but yours stood out for its clarity.
https://shorturl.fm/o9iq7
I enjoyed every paragraph. Thank you for this.