LASAK.iD – Scott Derrickson kembali untuk karya teranyar melalui produksi sekuel dari film yang dirilis pada 2021 lalu dengan judul The Black Phone. Tak hanya sebagai sutradara, Scott Derrickson bersama C. Robert Cargill kembali menulis kelanjutan cerita filmnya yang berdasarkan short story dari tahun 2004 karya penulis Joe Hill.
Pada film pertamanya di 2021 lalu, penikmat film sudah dibuat ketakutan sekaligus merinding melalui adegan yang melibatkan dua karakter yang berseberangan, Finney dan The Grabber. Rasa yang sama dilanjutkan kembali Scott Derrickson di film sekuel-nya di tahun 2025 ini dengan judul Black Phone 2.
Penikmat film yang menonton film sebelumnya mungkin memiliki sebuah pertanyaan besar, “siapa yang akan menjadi sosok antagonis dan teror seperti apa yang ditawarkan di film sekuel-nya?”. Mengingat di film terdahulu, The Grabber mendapat kematiannya di tangan Finney. Sosok anak remaja laki-laki yang berhasil selamat dari sosok penculik dengan topeng menyeramkan tersebut.
Mengejutkan, ketika Black Phone 2 tetap hadirkan sang antagonis dari karakter yang sama, yaitu The Grabber. Secara vibes dan ambience sebagai film sekuel akan selalu pada rasa yang sama. Biasanya, perubahan besar-kecilnya dilakukan pada konsep cerita. Ini pula yang dilakukan penulis untuk Black Phone 2, yang hadir dengan konsep yang sedikit berbeda.
Teror dari psychopath berdarah dingin yang sebelumnya bisa dilihat secara nyata, kini bukan lagi sosok yang masih hidup tetapi datang dari dunia yang berseberangan atau dunia roh. Sesuatu yang tentu sudah terkonsep dan dipikirkan dengan matang. Keterkaitan erat pada karakter Gwen, adik perempuan dari Finney yang di film pertama digambarkan memiliki kekuatan supranatural.
Baca juga: Review: The Black Phone, Psychopath dan Balon Hitam Sebagai Identitas
Hal ini sekaligus menempatkan Gwen Shaw sebagai pusat cerita untuk film sekuel-nya. Keduanya, Finney dan Gwen bukan bertukar peran, tetapi dalam menyelesaikan konflik terkait The Grabber sesuai porsinya masing-masing dari setiap filmnya. Hal ini terhubung melalui ketakutan terbesar dalam diri Finney dan Gwen.
Di film pertamanya, dengan jelas Finney sangat memiliki ketakutan akan The Grabber, yang membuatnya hampir bernasib sama dengan anak-anak di kotanya yang berakhir tragis. Namun, dorongan dari para roh anak-anak membuatnya menemukan kekuatan yang akhirnya mampu membuat sang psychopath berakhir.
Pada sisi Gwen di film kedua, ketakutannya berkaitan dengan kemampuannya yang bisa keluar-masuk ke dunia roh. Orang terdekat dan lingkungan yang menganggapnya aneh membuat dirinya beranggapan kemampuannya adalah sebuah kutukan. Anggapan itu berubah setelah dirinya bisa berbicara dengan sang ibu untuk terakhir kali dan mengatakan kemampuannya adalah karunia.
Kebetulannya, ketakutan dari Finney dan Gwen terhubung pada satu karakter antagonis ceritanya, The Grabber atau yang diketahui bernama asli Will Bill Hacock. Seseorang dari masa lalu Hope, ibu dari Finney dan Gwen yang juga tinggal di kota yang sama dengan keluarga Shaw.
Penulis tentunya dalam membentuk sebuah garis cerita bukan tanpa alasan yang jelas. Itulah kenapa semua akar masalah yang berkaitan dengan The Grabber selalu ada keluarga Shaw di dalamnya. Di film sekuel-nya, Phone Black 2 semua teka-teki akirnya terjawab, tentang asal mula muncul The Grabber dan hubungannya dengan keluarga Shaw.
Ternyata semua bermula di tahun 1957, ketika Hope, ibu dari Finney dan Gwen masih di usia remaja. Hope bersama sejumlah remaja lainnya melakukan kegiataan kemah di sebuah daerah bernama Alpine Lake yang digelar setiap tahun. Hope yang memiliki kemampuan supranatural selalu mendapatkan mimpi tentang anak-anak yang muncul dari dasar sungai.
Tak sekedar muncul, mereka ternyata memberikan sebuah pesan dengan menuliskan sejumlah angka yang mengarah ke sebuah nomor telepon untuk wilayah Colorado. Saat melakukan panggilan tanpa disadari oleh Hope, ia sebenarnya menghubungi anaknya, Gwen dari masa depan.
Gwen yang terus-menerus mendapatkan mimpi yang sama, mulai merasa frustasi, ditambah dengan dirinya yang tiba-tiba berada di tempat yang mengarah pada sosok The Grabber semasa hidupnya. Merasa mimpi bukan sekedar mimpi tetapi sebuah petunjuk besar seperti saat kakaknya diculik dan dikurung The Grabber, ia memutuskan ke lokasi yang ada dalam mimpinya, Kamp Alpine Lake.
Gwen beralasan mengikuti kegiatan berkemah hanya untuk mendapat uang jajan tambahan. Ia pun akan ditemani oleh Ernesto. Adik dari Robin, salah satu anak yang menjadi korban The Grabber. Sesampainya di sana Gwen baru mengungkapkan kepada Finney, tujuannya ke Kamp Alpine Lake untuk mencari tahu tentang petunjuk di mimpinya, terkait sang ibu dan The Grabber.
Betul saja, belum satu hari mereka di sana, Gwen semakin mendapat gambaran jelas tentang mimpi dan petunjuk di dalamnya. Dibandingkan sang ibu yang mendapatkan deretan angka, Gwen justru mendapatkan petunjuk huruf yang diukir di atas es, meski berasal dari roh anak-anak yang sama.
The Grabber yang menyadari kehadiran dari Finney dan Gwen untuk mencari tahu tentangnya, justru semakin menunjukkan dominasi dari dunia seberang. The Grabber yang menjelma menjadi roh jahat semakin menyadari bahwa Gwen yang masuk ke dunia roh akan merasakan sakit dan luka yang sama pada tubuhnya di dunia nyata.
Selain membalaskan dendamnya kepada Finney yang menyebabkan dirinya membunuh satu-satu orang yang paling disayangnya, yaitu adiknya yang bernama Max. Untuk itu, The Grabber akan membalaskan dengan cara yang sama dengan menjadikan Gwen sebagai tergetnya.
Keuntungannya berkuasa di dunia roh sangat dimanfaatkan The Grabber dengan menyerang Gwen yang diketahuinya bisa dengan mudah keluar-masuk dunianya yang sekarang. Armando, Mustang dan sepasang suami-istri yang menjadi penanggung jawab kamp awalnya tidak percaya, namun penjelasan detail Gwen tentang para korban membuat mereka mulai simpati dan siap membantu.
Mereka pun mulai mencari satu per satu dari segala hal yang bisa menjadi petunjuk. Beruntungnya mereka karena Finney yang akhirnya diketahui sosok anak selamat yang viral mengingat wajah dari The Grabber. Sehingga mengenali dari foto yang ditunjukkan Armando dari kamp di tahun 1957.
Gwen menyadari bahwa sumber kekuatan dari The Grabber berasal dari ketakutan para korban meski sudah berada di dunia roh. Terlebih tubuh mereka belum ditemukan selama puluhan tahun. Akhirnya, mereka memulai pencarian jasad para korban dari petunjuk mimpi Gwen yang mengarah ke dasar sungai.
The Grabber yang mulai khawatir mulai menyerang secara sadis kepada mereka satu per satu. Gwen yang tidak sengaja tertidur juga mulai melawan The Grabber. Finney yang tidak ingin kehilangan orang yang disayanginya lagi, mulai berani dan menghilangkan trauma juga ketakutannya terhadap The Grabber.
Akhirnya, setelah para jasad anak-anak ditemukan, mereka turut membantu untuk mencegah The Grabber semakin brutal melancarkan aksi sadisnya. Akhirnya, neraka yang The Grabber ciptakan kembali kepadanya. Neraka dingin dengan membeku di dasar sungai yang mungkin tidak akan pernah mencair.
Black Phone 2, pada akhirnya menjadi sebuah conclucion dari rentetan misteri dari The Grabber yang tidak terjelaskan di film pertamanya. Kejutannya ketika penulis memilih dengan mempertahankan vibes yang sama dari film pertama yang tetap menjadikan The Grabber sebagai antagonis cerita.
Bukan dihadirkan melalui sebuah legacy tetapi dengan mempertahankan pada The Grabber yang sama. Itulah alasan filmnya berada di dua latar cerita yang berbeda, dunia nyata dan dunia roh. Ini pun dengan jelas ditandai dengan perubahan warna pada filmnya dengan sedikit perubahan pada set yang terlihat di beberapa adegan, seperti ruangan bawah tanah dari rumah The Grabber.
Adegan lain yang berkaitan dengan kedua dunia tidak ada perubahan yang signifikan. Sesuatu yang memiliki tujuannya untuk menjaga mood dari karakter Gwen ketika melakoni adegan perpindahan dari kedua dunia. Ternyata ini pun sampai ke penikmat film, adegan yang dimaksudkan ketika Finney berbicara dengan The Grabber melalui telepon umum berwarna hitam.
Finney yang tidak bisa melihat The Grabber yang berada di dunia roh, hanya melihat secara random ke sekeliling meski The Grabber berada dihadapannya. Penikmat film yang mengenal The Grabber bisa bertindak kejam dan sadis, dibuat deg-degan melalui adegan tersebut. Cara baru dari sutradara untuk membuat rasa takut dan deg-degan ke penikmat film.
Konsep baru untuk film keduanya bisa saja menjadi dua mata pisau. Untuk penikmat film yang sudah mendapatkan rasa dari film sebelumnya yang hadir dalam konsep dunia nyata mungkin merasakan sedikit keanehan dengan perubahan mood-nya. Meski film pertamanya sedikit menampilkan roh, namun antagonis-nya masih sebenarnya manusia.
Konsep film keduanya mengingatkan dengan film seri Insidious. Saat seseorang bisa dengan leluasa keluar-masuk dunia roh. Bahkan tubuh aslinya bisa mendapatkan luka yang sama seperti yang dialami di dunia roh. Perbedaan tentu jelas terasa, karena setiap sutradara memiliki khas dan caranya tersendiri untuk membentuk vibes dari karyanya.
Perubahan ini menjadi dimaklumi penikmat film ketika ingin tetap mempertahankan vibes, ambience dan feel yang sama dari kedua filmnya. Apalagi sisi sadis dari karakter antagonis masih dipertahankan, sesuatu yang menjadi memori di penikmat film. Sehingga sajian cerita masih bisa dinikmati seperti film pertamanya.
Itu yang mungkin menjadi pertimbangan lainnya, yang membuat wardrobe dari karakter The Grabber tidak dilakukan perubahan. Terutama topeng seram yang menjadi ciri khas dari sosok yang penduduk kota menyebutnya sebagai The Grabber. Ini pun terlihat pada karakter Finney yang masih dengan rambut sedikit panjang dengan gayanya memakai jaket denim.
Perubahan lain yang terlihat datang dari karakter kakak-beradik, Finney dan Gwen. Pendewasaan keduanya tidak hanya secara fisik tetapi juga vibes pada kematangan akting yang lebih ekspresif dari masa anak-anak ke masa remaja. Keduanya, tetap mempertahankan konsistensi pada chemistry kakak-beradik yang sudah terbentuk di film pertama.
Triangle yang coba penulis dan sutradara tetap berada pada garis yang sama, sebagai pembentuk cerita maupun pemicu konflik filmnya. Sehingga recall ke penikmat film masih sama meski secara latar dan konsep ada perubahan yang cukup signifikan. Kembali lagi, waralaba The Black Phone memang ditunggu pada ambience ketegangan adegan berdarah yang dilakukan karakter The Grabber.
Production company: Blumhouse Production, Crooked Highway
Distributor: Universal Pictures
Cast: Mason Thames (Finney), Madeleine McGraw (Gwen), Ethan Hawke (The Grabber), Jeremy Davies (Terrence), Miguel Cazarez Mora (Ernesto), Demián Bichir (Armando), Arianna Rivas (Mustang), Anna Lore (Hope), Graham Abbey (Kenneth), Maev Beaty (Barbara), etc
Director: Scott Derrickson
Screenplay: Scott Derrickson, C. Robert Cargill
Producers: Jason Blum, Scott Derrickson, C. Robert Cargill
Duration: 1 hours 54 minutes







Somebody essentially lend a hand to make significantly posts I might state That is the very first time I frequented your web page and up to now I surprised with the research you made to create this particular put up amazing Excellent job
Magnificent beat I would like to apprentice while you amend your site how can i subscribe for a blog web site The account helped me a acceptable deal I had been a little bit acquainted of this your broadcast offered bright clear idea
https://shorturl.fm/D8EwV
https://shorturl.fm/Dphag
https://shorturl.fm/8bReI
https://shorturl.fm/bL3Br