ReviewCinemaFilm

Review: The Smashing Machine, Potret Rapuhnya Seorang Pejuang Dalam Bayangan Kebesarannya

460
×

Review: The Smashing Machine, Potret Rapuhnya Seorang Pejuang Dalam Bayangan Kebesarannya

Share this article

The Smashing Machine hadir sebagai film biografi atau biopik dari petarung UFC bernama Mark Kerr yang mengadaptasi ulang film dokumenter tentangnya yang dirilis para 2002.

LASAK.iD – Film berdasarkan cerita asli yang condong pada sebuah biografi atau biopik telah banyak diproduksi. Berdasarkan beberapa sumber disebutkan film biografi panjang pertama yang diakui berjudul The Story of the Kelly Gang yang dirilis pada 1906. Sebuah film dari sutradara Charles Tait yang mengisahkan kehidupan tokoh kriminal terkenal Australia, Ned Kelly.

Film yang menandai film panjang dengan kisah orang sungguhan sekaligus membuka jendela untuk film maker dunia untuk terus membuat film berdasarkan kisah seseorang, terutama yang memberi pengaruh besar pada sebuah kehidupan. Perkembangan masa membuat film biografi atau biopik pun turut berkembang.

Tokoh yang menjadi objek cerita pun mulai merambah banyak kehidupan bahkan pada sebuah industri, seperti olahraga. Film berjudul Chariots of Fire (1981) dianggap sebagai poinir film biografi yang berkaitan dengan olahraga. Namun, film biopik tentang atlet, Raging Bull (1980) dan Ali (2001) dianggap menjadi contoh awal yang signifikan.

Tahun 2025, film dengan genre yang sama hadir kembali untuk penikmat film dunia. The Smashing Machine merupakan film yang mengadaptasi sebuah film dokumenter yang dirilis pada 2002 yang berjudul The Smashing Machine: The Life and Times of Extreme Fighter Mark Kerr. 

Film yang mengisahkan perjalanan seorang petarung dari kelas amatir di turnamen jalanan tidak resmi hingga ke panggung dunia bernama Ultimate Fighting Championship atau UFC. Menilik dari sumber aslinya yaitu film dokumenter, The Smashing Machine tidak hanya menceritakan tentang karir dari Mark Kerr tetapi kehidupan pribadinya terkait keluarga, asmara dan lingkungan sosialnya.

Review The Smashing Machine

Sebuah Film yang Menembus Ekspektasi

The Smashing Machine menjadi salah satu film yang paling ditunggu banyak penggemar MMA, terutama karena keberanian Dwayne “The Rock” Johnson mengambil peran di luar zona nyamannya. Alih-alih menjadi biopik olahraga konvensional, film ini tampil sebagai studi karakter yang intens dan menyayat, menelusuri kehidupan Mark Kerr seorang legenda awal dunia MMA yang kejayaannya tak pernah lepas dari luka batin dan kehancuran pribadi.

Di Balik Glori dan Luka

Film ini menyajikan potret intim seorang atlet yang berada di persimpangan antara kemenangan dan kehancuran. Dengan kejujuran brutal, Benny Safdie menggambarkan bagaimana kesuksesan bisa menjadi beban berat yang menghancurkan dari dalam. Kehidupan Kerr di dalam dan di luar arena pertarungan disorot dengan kedalaman emosional yang jarang ditemui dalam film olahraga.

Gaya Visual dan Atmosfer Era 90-an

Secara estetika, The Smashing Machine tampil memukau. Sinematografinya mengusung nuansa arsip dokumenter yang membuat penonton seolah kembali ke era grunge akhir 1990-an, ketika dunia MMA masih mentah dan belum tersentuh glamor. Desain kostum, properti, hingga tata set-nya begitu detail dan autentik, menjadikannya sebuah karya periode yang dieksekusi dengan presisi.

Musik dan Realisme Suara Yang Emosional

Skor jazzy melankolis garapan Nala Sinephro memberikan lapisan emosional yang unik pada film ini. Dentuman pukulan di dalam ring berpadu kontras dengan keheningan saat Kerr tenggelam dalam kecanduan dan rasa sepi. Desain suaranya luar biasa halus: setiap hentakan, tarikan napas, dan suara kecil terasa hidup, menambah realisme yang tak nyaman tapi memikat.

Dua Sosok di Pusat Kehancuran

Kekuatan emosional film ini bertumpu pada dua tokoh utama, Mark Kerr dan kekasihnya, Dawn Staples. Emily Blunt menghadirkan performa luar biasa sebagai pasangan yang terjebak dalam cinta destruktif. Ia bermain dengan keseimbangan antara kelembutan dan kemarahan, menjadikan dinamika hubungan mereka penuh intensitas dan rasa sakit yang meyakinkan.

Transformasi Dwayne Johnson – Dari Bintang ke Aktor Sejati

Namun bintang sejati film ini adalah Dwayne Johnson. Ia menanggalkan seluruh persona khasnya—senyum percaya diri, karisma heroik, dan fisik tak tertandingi untuk menampilkan sisi manusiawi yang rapuh dan terluka. Transformasinya sebagai Kerr sungguh mencengangkan, dari cara bicara yang tertahan, kelelahan fisik, hingga ketergantungan pada obat-obatan. Ini adalah penampilan paling jujur dan berani dalam kariernya.

Persahabatan dan Kerapuhan Lelaki

Film ini juga menyoroti persahabatan antara Kerr dan Mark Coleman, diperankan oleh Ryan Bader. Meski kehadiran Bader menambah autentisitas sebagai sesama petarung, aktingnya terasa kurang meyakinkan dalam beberapa momen dramatis. Interaksi mereka seharusnya menjadi jantung solidaritas antarpejuang, namun terkadang justru kehilangan energi emosional yang dibutuhkan.

Autentisitas Pertarungan dan Kelemahan Pemeran Pendukung

Kehadiran para petarung asli, termasuk Oleksandr Usyk, menambah kesan realistis pada adegan laga. Gerakan, teknik, dan atmosfer ring terasa sangat nyata. Sayangnya, beberapa penampilan pendukung tidak sekuat karakter utama, membuat intensitas film sedikit menurun di beberapa titik. Namun kehadiran Usyk dengan gaya bertarungnya yang khas memberikan sentuhan segar yang menyenangkan.

Lebih dari Sekadar Kisah Comeback

Yang membuat The Smashing Machine menonjol adalah penolakannya terhadap formula kisah comeback yang umum. Alih-alih kisah kemenangan, film ini adalah refleksi tentang kehancuran, ketergantungan, dan harga yang harus dibayar demi kejayaan. Ia menelusuri sisi gelap olahraga dan ketenaran dengan keberanian emosional yang langka.

Pengalaman Menonton yang Personal dan Reflektif

Menonton film ini di bioskop kosong bersama sahabat menjadi pengalaman pribadi yang berkesan. Tanpa keramaian, film terasa lebih intim dan menghantui. Di tengah hiruk-pikuk film populer lain, The Smashing Machine menawarkan ketenangan yang justru menyentuh: dua jam untuk merenungkan arti perjuangan, kelelahan, dan keinginan manusia untuk tetap bertahan.

Film Tentang Manusia, Bukan Sekadar Petarung

Secara keseluruhan, The Smashing Machine adalah film yang keras namun penuh empati. Benny Safdie menghadirkan karya yang mentah, emosional, dan berani menelanjangi jiwa manusia di balik kekuatan fisik. Dwayne Johnson menunjukkan bahwa di balik citra megabintang, ada kemampuan akting yang benar-benar berisi. Film ini bukan sekadar tentang pertarungan dalam ring, tetapi tentang pertarungan melawan diri sendiri, sebuah kisah yang jujur, getir dan sangat manusiawi.

Production company: A24, Out for the Count, Seven Bucks Productions, Magnetic Fields Entertainment
Distributor: A24
Cast: Dwayne Johnson (Mark Kerr), Ryan Bader (Mark Coleman), Emily Blunt (Dawn Staples), Kenny Rice (Vale Tudo Announcer), Jerin Valel (Sergio Batarelli), Andre Tricoteux (Paul Varelans), James McSweeney (Varelans’ Cornerman), Jonathan Corbblah (UFC 1997 Interviewer), Ilan Rosenberg (Coleman’s Cornerman), Nick Toren (1997 Photojournalist), etc
Director: Benny Safdie
Screenplay: Benny Safdie
Producers: Benny Safdie, Dwayne Johnson, David Koplan, Tracey Landon
Duration: 1 hours 38 minutes

Written by Hadi Hutama

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Edna2688
Edna2688
1 month ago
jalalive
1 month ago

Your writing style makes complex ideas so easy to digest.

Alberto4927
Alberto4927
1 month ago
jalalive
1 month ago

I’ve bookmarked this post for future reference. Thanks again!

Raymond4717
Raymond4717
1 month ago
Dora1686
Dora1686
1 month ago
6
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x