LASAK.iD – Dewasa ini isu lingkungan tidak lagi sebuah rahasia umum. Sejak lama polemik terkait isu tersebut telah mencuri perhatian dunia. Isu satu ini cukup erat kaitannya dengan alam. Dampaknya pun tak sebatas pada satu negara tetapi bisa meluas ke seluruh dunia. Ini pun tak sebatas satu aspek kehidupan, pada manusia saja, flora saja atau fauna saja tetapi semua aspek kehidupan yang menjadi bagian dari alam tersebut.
Isu lingkungan yang lambat laun menjadi serius membawa sebagian orang turut andil untuk peduli. Seperti yang dilakukan aktivis lingkungan, Andhyta F. Utami seorang Environmental Economist dan Co-Founder Think Policy Society, Butet Manurung pegiat pendidikan masyarakat adat dan Co-Founder Sokola Institute, serta Manap Trianto sebagai perwakilan peserta AGL dan peneliti lingkungan. Untuk kembali menggaungkan terkait pembangunan berkelanjutan berlandaskan lingkungan atau sustainability.
Untuk merealisasikan, aktivis bersama dengan Akademi Generasi Lestari (Campaign.com dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari) mencoba menggandeng anak muda di tanah air melalui sebuah Challenge. Ada sekitar 7 Challenge (tantangan sosial) oleh 43 anak muda yang terjaring dari 4 provinsi, yakni Gorontalo, Kalimantan Barat, Riau, dan Sulawesi Tengah.
Mereka dilatih oleh 18 mentor dengan pendampingan 8 fasilitator, mereka diharapkan dapat menjadi subjek pembangunan dengan memprakarsai tantangan sosial berdampak dalam satu payung kampanye Saya #GenerasiLestari.
Butet Manurung aktivis yang fokus pada pendidikan dan lingkungan di daerah pedalaman Indonesia ini tentu mendukung penuh terkait sustainability yang dimaksud. Dibalik itu pula Butet menyimpan kekhawatiran sekaligus harapan kedepannya untuk Indonesia.
Dikatakan Butet dalam acara Online Gathering Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dirinya berharap pembangunan untuk ekonomi Indonesia lebih maju tidak menghilangkan nilai luhur budaya dan adat setiap daerah.
Bukan tanpa alasan, Butet Manurung memahami hal tersebut berdasar pada pengalaman selama mendirikan Soloka Rimba di banyak pelosok daerah di tanah air. Ada nilai yang masyarakat adat yakini, bahwasanya uang tidak sepenuhnya menjadi sumber penghasilan (ekonomi) atau kebahagian utama untuk mereka.
Hal tersebut sebagian besarnya didapat dengan tetap menjunjung nilai luhur dan adat yang mereka yakini. Terlebih nilai luhur dan adat sudah ada sebelum zaman berkembang secara modern. Bukti ini dengan tegas menggambarkan ekonomi maju atau sustainability tidak sepenuhnya bisa sesuai di sebagian masyarakat Indonesia. Solusi terbaik yang mungkin bisa dilakukan dengan keduanya berjalan berdampingan. Dengan kata lain modern dan tradisi saling beriringan dengan tujuan baik untuk Indonesia maju.
Harapan besar pun hadir dari sekitar 43 anak muda yang terjaring melalui 7 Challenge (tantangan sosial) yang dilakukan Akademi Generasi Lestari (Campaign.com dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari). Mereka yang berasal dari provinsi Gorontalo, Kalimantan Barat, Riau dan Sulawesi Tengah.
Dipilihnya keempat provinsi ini tidak lain berdasar pada laporan oleh Bappenas tahun 2019. Terkait pemerataan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang kurang optimal dibandingkan provinsi lain seperti Pulau Jawa sepanjang 2015-2018.
Namun harapan terus ada untuk anak muda Indonesia. Apalagi Indonesia saat ini sedang menikmati adanya bonus demografi mencatat ada sekitar 70,72% penduduk usia produktif (15-64 tahun) dari sekitar 191 juta total populasi di Indonesia. Berdasarkan Sensus Penduduk terbaru oleh Badan Pusat Statistik per September 2020.
Selain itu, meninjau dari domain IPP, beberapa target mulai diraih khususnya pendidikan sebagai domain dengan capaian tertinggi, sedangkan aspek lingkungan tampak belum menjadi sorotan. Sementara keempat provinsi tersebut merupakan daerah dengan persentase luas tutupan hutan dan gambut yang besar, disertai potensi dan kejadian kebakaran serta kerusakan hutan/lahan yang juga tinggi.
Melalui kegiatan Akademi Generasi Lestari, kelompok anak muda dari 4 provinsi ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya pelestarian alam dan lingkungan melalui sektor pembangunan yang mereka minati. Tak hanya sektor lingkungan tetapi juga pendidikan, pertanian, dan UMKM. Sehingga sustainability yang membumi dengan pemikiran yang inovatif, kreatif dan kolaboratif benar-benar terwujud.