LASAK.iD – Invisible Man hingga Hollow Man menjadi film yang memiliki kemiripan tentang ilmuan yang berhasil menemukan formula untuk membuat benda hidup (hewan atau manusia) menjadi tidak terlihat. Film semacam ini sudah ada sejak lama, salah satunya dari tahun 1933 melalui film berjudul Invisible Man. Lalu berlanjut di milenial ini dengan judul Hollow Man di tahun 2000 dan Hollow Man 2 di tahun 2006 yang cukup di kenal penikmat film.
Tahun 2020 ini hadir film yang mengulang judul dari tahun 1933, yaitu Invisible Man. Meski memiliki judul dan benang merah yang hampir serupa, nyatanya Invisible Man 2020 memberikan tontonan dengan perspektif baru ke penikmat film.
Tak lagi menggunakan suntikan serum yang menyakitkan, Leigh Whannell sebagai penulis sekaligus sutradara menggambarkan dengan kecanggihan teknologi dalam bentuk baju super yang membuat karakter antagonis, Tom Griffin (Michael Dorman) dan Adrian Griffin (Oliver Jackson-Cohen) tak terlihat.
Begitu pula dengan ceritanya, Leigh Whannell menggambarkannya tak sekedar pada balas dendam. Namun lebih kepada ilmuan kaya bernama Adrian Griffin sebagai sosiopat narsisme. Orang yang terobsesi dengan karakter utama wanitanya, Cecilia Krass (Elisabeth Moss) tetapi dengan cara yang tidak biasa.
Persepektif baru dari manusia tak terlihat dalam Invisible Man sebenarnya menarik. Tidak sekedar ikut nebeng dari ketenaran film terdahulunya.
Sayangnya penulis dan sutradara, Leigh Whannell kurang memberikan sentuhan dalam filmnya. Meski maksud filmnya sampai ke penonton namun penjelasan pendukung sebagai pendetailan dirasakan kurang.
Hal yang berkaitan dengan baju super itu sendiri maupun dari sisi karakter. Baju super ciptaan Adrian Griffin yang menjadi fokus utama justru dibuat muncul begitu saja. Tak dijelaskan alasan atau bagaimana baju itu bisa dibuat.
Begitu juga dengan karakter utama, Cecilia Krass yang mengalami depresi. Seolah dirinya dikejar-kejar dan diawasi oleh ex-boyfriend, Adrian Griffin. Seorang ilmuan yang digambarkan sebagai pengidap sosiopat narsisme. Namun sosiopat narsisme yang seperti apa, tidak juga di jelaskan sepanjang 125 menit.
Sentuhan ini bisa saja dilakukan dengan menampilkan potongan-potongan adegan dari masa lalu untuk memperkuat konflik utama. Dengan durasi yang cukup panjang mencapai 2 jam 5 menit. Pengenalan di awal hingga muncul klimaks dari filmnya pun terbilang cukup lama.
Meski begitu beberapa bagian dari adegan dari sisi sinematografi cukup memanjakan mata. Adegan di pusat perawatan salah satunya. Adegan ini menampilkan gerakan kamera yang mengikuti polisi yang jatuh karena pukulan dari invisible man, seolah melihat dalam adegan film action sungguhan.
Musik yang menjadi backsound pun berhasil menambah rasa deg-degan penonton saat invisible man beraksi, seperti menginjak selimut, mengawasi Cecilia Krass dari sudut ruangan dan lainnya.
Untuk penikmat film yang menjadi ketegangan, Invisible Man bisa menjadi pilihan tontonan. Tetapi film produksi Blumhouse Production, Nervous Tick dan Goalpost Pictures boleh di tonton oleh mereka yang sudah berusia 17 tahun keatas. Sangat tidak dianjurkan mengajak anak-anak.
Related posts
Gunung Bromo, Kenali Lebih Dalam Daya Tarik Wisata Ini
Gunung Bromo – Rutinitas tak jarang membuat kita lupa bahwa Indonesia itu indah, termasuk Bromo dengan kemegahan panoramanya. Keindahan Bromo mempunyai…
Taman Sungai Mudal, Ekowisata di Barat Kota Yogyakarta
LASAK.ID – Di tengah pandemi yang kita semua alami saat ini, sedikit ulasan menarik yang memberi kesegaran menemani waktu taat…
Pesona Kendari, dari Kuliner Hingga Situs Sejarah
SEWAKTU PIKNIK – Berkunjung ke Kendari beberapa waktu lalu, Wayan Sukanta, seorang sahabat berbaik hati menjadi tour guide. Meski berdarah Bali,…
Menjelajah Sejarah Di Pecinan Jakarta
SEWAKTU PIKNIK – Jakarta selalu menjadi tempat yang manarik untuk di jelajahi. Meski telah menjelma kota metropolitan, Jakarta tetap menyisakan sejarah…