LASAK.iD – Ibukota saat ini menjadi kota dengan tingkat Air Quality Indek (AQI) yang terburuk di dunia, dengan angka yang mencapai 184 (151-200) atau dalam kategori tidak sehat. Hal ini dikarenakan kualitas udara itu berubah dan variasi setiap harinya, faktor seperti kualitas indeks, kelembapan serta arah angin menjadi beberapa dari banyaknya penyebab terjadinya polusi di Jakarta.
Hal ini dijelaskan langsung oleh Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K) selaku Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUP Persahabatan dalam kesempatan media gathering dalam pembahasan Seberapa Efektif Masker Melindungimu dari Bahaya Polusi Udara?, di kawasan Kuningan, Jakarta.
Jenis Polusi Serta Penyebabnya
Dalam penjelasan awal, Dr. Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa polusi tidak hanya terjadi di luar ruangan saja. Bahkan di dalam ruangan pun bisa terjadi dengan resiko yang sama besarnya. Penyebabnya pun beragam bahkan beberapa diantaranya hal yang cukup sering kita lakukan sehari-hari.
Secara garis besar, penyebab polusi di luar ruangan masyarakat kebanyakan sudah mengetahuinya. Salah satunya melalui proses pembakaran yang menghasilkan berbagai jenis gas, seperti HC (Hidrokarbon), CO (Karbon Monosikda), CO2 (Karbon Dioksida ), O2 (Oksigen) dan senyawa NOx (Nitrogen Oksida) dan di antaranya masuk dalam kategori bahaya.
Pembakaran yang dimaksud untuk kota Jakarta sendiri berasal dari kendaraan bermotor, sampah dan proses pembakaran lainnya yang berasal dari industri dan banyak hal lainnya. Asap dari pembakaran kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar atau sumber utama yang mencapai 80 persen dari terjadinya polusi udara. Presentase yang didapatkan dalam penilitian yang dilakukan pada tahun 2010 dari salah satu universitas terkemuka di tanah air.
Sedangkan polusi di dalam ruangan penyebabnya berasal dari individu itu sendiri atau benda-benda di sekitar. Salah satu yang paling sering ditemukan berasal dari asap rokok. Hal lainnya datang dari kegiatan domestik (memasak dengan menggunakan minyak), mesin-mesin elektrik (printer, pemanas ruangan), bahan organik (bakteri, virus, hewan kecil) dan tingkat kelembapan menjadi faktor dari terjadinya polusi di dalam ruangan.
Dampak Yang Ditimbulkan
Dampak yang ditimbulkan dari polusi udara di luar dan dalam ruangan bisa dikatakan sama. Namun dalam pembagian klasifikasinya secara jangka pendek dan jangka panjang sangatlah berbeda. Untuk resiko jangka pendek sering kali ditemui bahkan mungkin mengalaminya secara langsung, seperti batuk, gangguan tenggorokan, bersin-bersin dan gangguan pernafasan lainnya.
Sedangkan yang tidak terlihat secara langsung namun memiliki dampak yang cukup fatal untuk seorang individu ada pada dampak jangka panjangnya. Pada kurun waktu tersebut, berbagai macam penyakit serius ternyata bisa ditimbulkan, seperti asma, kanker paru-paru, jantung hingga stroke.
Hal ini terjadi dari pertikel berbahaya yang sebesar 2.5 persen dari udara yang terpapar polusi masuk secara terus menerus ke dalam tubuh dan mengendap dalam waktu yang cukup yang lama. Bahkan data WHO menyebutkan polusi udara masuk dalam 5 besar penyebab kematian di seluruh dunia. Hal itu disebabkan hampir 92 persen masyarakat dunia menghirup udara tidak baik atau polusi.
Solusi Terbaik
Banyak hal bisa dilakukan untuk menahan laju polusi yang berkelanjutan. Salah satunya dengan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor dan beralih ke moda transportasi umum bisa menjadi solusi saat ini untuk menangani polusi di luar ruangan. Mau tidak mau hal itu harus disegerakan oleh lembaga atau instansi pemerintahan terkait.
Hasilnya memang tidak bisa dirasakan secara langsung. Setidaknya upaya tersebut bisa membantu menurunkan presentase dari nilai indeks yang didapatkan Jakarta saat ini pada nilai 184 (kurang sehat) menjadi kondisi sedang ataupun normal dengan nilai indeks dibawah 100.
Untuk pencegahan polusi di dalam ruangan yang bisa dilakukan dengan rutin membersihkan ruangan, baik itu di rumah, kantor, mall dan ruang publik lainnya. Memanfaatkan beberapa jenis tanaman dalam ruangan seperti lidah buaya bisa menjadi solusi lainnya.
Termasuk beberapa alat modern yang banyak diciptakan untuk membantu memulihkan atau menjernihkan udara dalam ruangan dengan penggunaan penjernih udara atau air purefier. Dan juga dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki antioksidan tinggi.
Pencegahan Dengan Masker
Di Jakarta memang saat ini sedang menghadapi masalah serius terkait polusi udara yang menempatkannya dalam daftar teratas sebagai kota terpolusi. Sudah terjadi dan masyarakat atau siapa pun tidak bisa mengubahnya. Upaya yang bisa dilakukan kini dengan berbagai pencegahan agar tidak bertambah parah, yang sekaligus mengurangi dampak kedepannya.
Salah satu yang bisa dilakukan masyarakat sebagai seorang individu dengan penggunaan masker. Namun disarankan pula tidak sembarangan masker seperti yang banyak beredar di masyarakat. Menurut Dr. Agus Dwi Susanto penggunaan masker pun harus disesuaikan dengan kondisi udara yang ada di sekitar.
Ada dua jenis masker yang bisa digunakan masyarakat Jakarta saat ini, yaitu simple masker dan respirator. Hanya saja untuk pencegahan terbaik Dr. Agus Dwi Susanto lebih menyarankan pada jenis masker respirator. Kenapa?
Alasan yang diungkapkan oleh Dr. Agus Dwi Susanto karena pencegahan partikel yang masuk ke dalam tubuh bisa mencapai angka 95 persen dengan cara pakai yang tepat. Angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan simple masker yang hanya sekitar 45 persen saja. Sebagai catatan kedua jenis masker ini merupakan jenis sekali pakai dengan kemampuannya dari sejak dipakai hanya 6-8 jam saja. Sangat tidak dianjurkan untuk di cuci dan kemudian untuk digunakan kembali.
Sayangnya masyarakat tidak hanya di Jakarta masih belum memahami hal tersebut. Baik dalam anjuran menggunakan masker maupun jenis masker yang baik untuk digunakan. Termasuk masih terlihat di jalanan Ibukota masyarakat masih “telanjang muka” atau belum menggunakan masker di tengah kondisi udara polusi.
(Sarah)