ReviewCinemaHappening

Review: Women from Rote Island, Suarakan Isu Sosial Tentang Perempuan

278
×

Review: Women from Rote Island, Suarakan Isu Sosial Tentang Perempuan

Share this article

Women from Rote Island yang sebelumnya tayang di berbagai festival film internasional akhirnya kembali ke negeri sendiri untuk tayang di bioskop.

LASAK.iD – Saat banyak rumah produksi fokus dengan film bergenre horror, rumah produksi Bintang Cahaya Sinema dan Langit Terang Sinema justru hadir dengan genre drama dengan sedikit sentuhan thriller. Sebuah kisah haru akan kekerasan, pelecehan dan patriarki yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diwakili wilayah bernama Pulau Rote.

Kisah yang terwakilkan melalui karakter Orpa (Linda Adoe), Martha (Irma Rihi) dan Bertha (Sallum Ratu Ke), sebuah keluarga yang mendapatkan perlakuan patriarki yang juga terbentur akan hukum adat daerah. Tergambarkan dengan kesedihan dan pemberontakan dari karakter Orpa itu sendiri dan juga para perempuan atas perlakuan tersebut yang diperlihatkan di bagian akhir filmnya.

Mengangkat isu sosial

Women from Rote Island yang disutradarai dan ditulis Jeremias Nyangoen menjadi penyegar di antara gempuran film bergenre horror. Tak hanya sekedar sebuah drama keluarga, tetapi penulis menyisipkan isu sosial yang dialami masyarakat khususnya kaum perempuan di tanah Rote. Tak sekedar melihat atau mendengar, Jeremias Nyangoen melakukan penelitian selama 1 tahun 8 bulan.

Di berbagai kesempatan, Jeremias Nyangoen mengatakan yang ditampilkan dalam filmnya 100 persen cerita asli yang terjadi di NTT, yang kemudian ia rangkum dalam satu benang merah cerita yang berfokus pada keluarga Orpa. Cerita yang akhirnya mewakili semua masalah sosial yang dihadapi banyak perempuan di negeri ini yang tidak juga selesai.

Di mana, seorang ibu yang bernama Orpa harus menanggung beban berat ketika kedua anaknya mengalami hal yang cukup tragis. Martha yang bekerja sebagai TKI di Malaysia mendapatkan pelecehan seksual dari majikan yang membawa trauma besar yang membuatnya menjadi orang yang jiwanya terganggu.

Mirisnya, bukan mendapatkan perlakuan yang membuatnya sembuh, Martha justru mendapatkan pelecehan kembali oleh kerabatnya yang membuatnya hamil. Sedangkan, Bertha yang memiliki sikap harus kehilangan nyawa karena dibunuh oleh oknum tak bertanggung jawab yang diduga merupakan orang terdekat keluarganya.

Hal yang menyayat hati ketika masalah tidak terselesaikan meski suara sudah lantang terdengar. Diperlihatkan dalam adegan akhir filmnya, ketika mama-mama di NTT mendatangi kantor polisi untuk menyusut tuntas dan mencari para predator yang masih berkeliaran bebas.

Women from Rote Island memang menekankan cerita pada isu berkaitan erat dengan perempuan, tetapi sebenarnya ada isu lainnya yang juga harus menjadi perhatian. Di mana, dalam sebuah adegan yang memperlihatkan karakter Erza (Willyam Wolfgang) mengajak seorang remaja ke sebuah rumah kosong.

Bertha yang tak sengaja melihat kemudian mengikuti dan mendapati Erza melakukan pelecehan terhadap remaja laki-laki tersebut. Adegan yang kembali menjadi sindiran keras untuk semua orang, bahwa kejahatan (pelecehan) berpotensi besar dilakukan orang terdekat. Sekaligus orang tua untuk lebih jeli perilaku dari anaknya, baik perempuan maupun laki-laki agar tidak menyimpang.

Melawan arus

Setiap negara memiliki ciri khas dari pembuat filmnya hingga penontonnya. Begitu pun dengan tanah air, ada beberapa kekhasan yang mencirikan Indonesia. Film maker Indonesia sebagaian besarnya selalu memberikan penjelasan yang gamblang tentang sebuah adegan, yang secara tidak langsung membentuk penontonnya untuk mendapatkan hal tersebut secara terus menerus.

Pada akhirnya sesuatu yang menjadi tipikal dari penonton Indonesia. Itulah alasan banyaknya penonton Indonesia secara serempak memberikan tanggapan sekaligus pertayaan akan sebuah film dengan kalimat “adegan yang tidak terselesaikan”. Akan hal ini, Jeremias Nyangoen mencoba melawan arus dengan menampilkan sebuah adegan dengan angle yang berbeda.

Diperlihatkan dalam sebuah adegan Orpa yang menatap lurus dengan menangis karena kesedihan yang mendalam sebuah lokasi ditemukannya Bertha. Di sini, sang sutradara tidak bermain dengan mimik untuk memperjelas kesedihan dari karakter Orpa, tetapi melalui gesture dan suara tangisannya itu sendiri.

Sinematografi seperti ini sebenarnya bukan hal baru, tetapi jarang digunakan sutradara dalam mempertegas sebuah adegan, apalagi yang dianggap sebuah adegan penting untuk memperjelas konflik dari ceritanya. Hal yang dipertegas Jeremias Nyangoen pada kesempatan gala premiere film tersebut, bahwa dirinya memiliki cara pandang dan gaya berbeda dari kebanyakan sutradara tanah air. Tak hanya adegan tersebut, beberapa adegan Jeremias Nyangoen pun melakukan hal yang sama.

Sebuah film festival

Jeremias Nyangoen sebagai sutradara dan penulis sejak awal memang tidak mengatakan bahwa film Women from Rote Island atau judul aslinya Perempuan Berkelamin Darah sebagai sebuah produksi film komersial. Dirinya bersama dengan tim ingin memberikan tontonan yang memberikan pembelajaran dan peduli akan isu yang ada disekitar terutama kaitannya dengan perempuan.

Namun, sebagai sebuah film tentu media bioskop dibutuhkan untuk menyuarakan hal tersebut secara luas. Meski harus meleset dari perkiraannya yang rencananya akan tayang akhir tahun 2023 harus mundur di Februari 2024. Alasan pastinya karena film Women from Rote Island memutuskan untuk berkeliling ke banyak negara untuk mengikuti festival film.

Hal ini sebenarnya bukan sebuah kabar baru, karena Jeremias Nyangoen telah membocorkan pada Juli 2023 lalu, pada kesempatan special screening untuk pertama kalinya film ini dipertontonkan ke publik. Jeremias Nyangoen mengatakan Women from Rote Island atau Perempuan Berkelamin Darah total akan mengikuti 16 festival film internasional.

Sebagai awal beberapa festival film sudah diikuti dan mendapatkan apresiasi luar biasa, tak hanya cerita tetapi juga pakaian adat yang dikenakan cast & crew mampu mencuri perhatian saat mempromosikan filmnya. Saat ini Women from Rote Island akan bersiap melenggang di 6 festival film berikutnya.

Terlepas dari filmnya yang mengikuti berbagai festival, rasa yang ditawarkan memang membawa penonton dengan gaya sinematografi seperti sebuah film festival. Penjabaran cerita atau sebuah adegan yang sedikit lebih lama. Sudut kamera dan perpindahannya cukup membawa penonton pada sebuah film yang memang dirancang untuk festival film.

Film ini sebenarnya juga tidak secara keseluruhan, Jeremias Nyangoen mencoba menggabungkan kedua hal tersebut. Walau pada kenyataannya Women from Rote Island menjadi obsesi Jeremias Nyangoen sebagai sutradara, mengambil gambar atau adegan sesuai dengan apa yang diinginkannya yang tidak ia bisa dapatkan sebelumnya sebagai penulis.

Apresiasi ketika sebuah film akan memperlihatkan landscape dari sebuah daerah sebagai daya tarik wisata. Dirinya justru lebih menekankan pada sisi adat dan budaya daerah, dari hukum adatnya hingga pakaian. Cara pandang yang juga cukup berbeda dan apresiasi akan itu.

Production company: Bintang Cahaya Sinema, Langit Terang Sinema
Distributor: Bintang Cahaya Sinema, Langit Terang Sinema
Cast: Linda Adoe (Orpa), Irma Rihi (Martha), Sallum Ratu Ke (Bertha), Van Jhoov (Damar), Willyam Wolfgang (Erza), etc
Director: Jeremias Nyangoen
Screenwriter: Jeremias Nyangoen
Producers: Rizka Shakira
Duration1 hours 48 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x