Review

Review: The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes

330
×

Review: The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes

Share this article

LASAK.iD – Penggemar seri novel maupun filmnya pasti telah menunggu-nunggu seri kelima dari franchise The Hunger Games berjudul The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes. Ini merupakan prekuel dari film pertamanya The Hunger Games yang dirilis 2012 silam.

Sebagai prekuel, film yang kembali disutradarai Francis Lawrence membawa penonton ke masa muda dari tokoh antagonis paling ikonik dari seri filmnya, Coriolanus Snow atau Presiden Coriolanus Snow sebagai penguasa otokratis Capitol dan seluruh Panem.

Saat Coryo, sang antagonis berusia 18 tahun atau 64 tahun sebelum Katniss Everdeen mengajukan diri sebagai sukarelawan, dan beberapa dekade sebelum dirinya menjadi Presiden Panem yang terlihat tenang di luar, namun di dalamnya memiliki pikiran sadis dan psikopat.

The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes secara menyeluruh ceritanya berfokus pada satu karakter, yaitu Coriolanus ‘Coryo’ Snow (Tom Blyth) yang penjabaran kisahnya terbagi dalam tiga chapter berbeda.

Chapter pertama: The Mentor, ketika Coryo yang unggul dalam akademi bersama beberapa murid lainnya dipilih untuk menjadi mentor dari peserta yang dipilih dari setiap distrik dalam perayaan Hunger Games ke-10. Kebetulannya, Coryo mendapat peserta bernama Lucy Gray Baird (Rachel Zegler), anggota kelompok musisi keliling yang dikenal dengan nama Covey yang terjebak di Distrik 12.

Kemampuan bernyanyi Lucy Gray dimanfaatkan oleh Coryo untuk mencuri perhatian penonton. Menjaga asa lebih besar memenangkan permainan dan peluang besarnya untuk menjamin hadiah uang yang dia butuhkan agar bisa kuliah di Universitas.

Chapter kedua: The Prize, Coriolanus Snow yang terobsesi memenangkan permainan melakukan berbagai cara. Bahkan menyingkirkan sejenak sisi baik dalam dirinya dan menunjukkan sisi lainnya yang kejam. Tentu memanfaatkan Lucy Gray sebagai pionnya di arena hunger games.

Itulah alasannya mendatangi arena yang sudah porak poranda, untuk mencari jalan keluar untuk Lucy Gray. Bukan lagi tentang dirinya tetapi sisi baik dirinya membuat perasaan berbeda terhadap Lucy Gray, bukan hanya seorang mentor yang peduli tetapi sebagai laki-laki.

Bahkan Coryo memberikan racun tikus yang dibuatnya menjadi bubuk untuk dimasukan ke dalam wadah yang terbuat dari perak. Bahkan dengan resiko tinggi tertangkap, ia menyelipkan sapu tangan yang telah dioleskan darahnya untuk dimasukan dalam tabung ular. Untuk memberikan kesamaan DNA-nya ketika ularnya mendekati Lucy Gray dan tidak akan menggigitnya. Dan semua berjalan sesuai rencananya.

Chapter ketiga: The Peacekeepers, bagian ini Coriolanus Snow harus menerima kenyataan dirinya harus turun derajat menjadi the peacekeepers, prajurit kelas bawah untuk melayani Capitol selama 20 tahun. Hukuman karena bermain curang selama hunger games untuk membantu kemenangan Lucy Gray dan dirinya. 

Coryo awalnya mendapat tugas di distrik 8, namun dengan bayaran yang cukup, ia menyogok petugas untuk menugaskannya di distrik 12. Untuk memastikan wanitanya, Lucy Gray kembali dengan selamat ke asalnya di distrik 12.

Tak diduga, sahabatnya Sejanus Plinth (Josh Andrés Rivera) menyusulnya untuk juga bertugas menjadi peacekeeper di distrik 12. Sayangnya, jalan yang dipilih keduanya berbeda membuat Coryo menunjukkan jati dirinya yang lebih memiliki sisi ambisi yang besar untuk mencapai puncak.

Ia memberikan rekaman percakapan keduanya, yang menunjukkan bahwa sahabatnya membelot dari Capitol sebagai pemberontak. Hal itu jelas membuat sahabatnya dan pemberontak lainnya yang tertangkap dihukum gantung di depan penduduk distrik 12.

Di sini, darah sebenarnya dari keluarga Snow mulai terlihat, walau Coryo masih dalam persimpangan. Namun, ketulusan yang diberikannya untuk Lucy Gray ternyata hanya hampa belaka, karena ia ditinggalkan begitu saja bahkan ingin mencelakainya dengan ular yang tidak berbisa.

Namun, memberikan rasa amarah dan kebencian dalam dirinya muncul. Ini yang akhirnya membangkitkan sisi karakter terbesarnya yang sadis juga psikopat akhirnya terbentuk. Ia kemudian menerima pemindahannya ke distrik lain, tetapi ia mendapat perintah lain untuk kembali ke Capitol.

Di sana, Coryo bertemu kembali dengan Dr. Volumnia Gaul (Viola Davis) dan diberikan kesempatan kembali untuk menjadi mahasiswa di bawah bimbingannya secara langsung dengan jaminan biaya yang diberikan oleh Casca “Cas” Highbottom (Peter Dinklage), kreator dari hunger games.

Setelahnya, Coryo bertemu dengan Casca Highbottom dan memberikan semua barang miliknya anaknya sekaligus sahabatnya yang dibawanya dari distrik 12. Sisi jahat yang sudah terbentuk membuatnya membunuh Highbottom dengan memasukan racun dalam botol kecil yang diminumnya.

Review

It’s the things we love most… that destroy us”, sedikit mengambil penggalan kalimat yang diucapkan oleh Coriolanus Snow di bagian akhir film The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes. Merupakan kalimat yang sebenarnya diucapkan sang antagonis kepada Katniss Everdeen dalam film terdahulu yang berjudul The Hunger Games: Mockingjay.

Kalimat yang seakan merangkum cerita film The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes. Secara gamblang merinci perjalanan evolusi setiap bagian dari seri film The Hunger Games. Tentu pada karakter Coriolanus Snow yang memang menjadi tajuk utama dalam film ini.

Evolusi karakter Coriolanus Snow, yang akhirnya mengubah the hunger games itu sendiri. Pada era Lucy Gray masih dengan teknologi sederhana menjadi penuh teknologi modern di era Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence), namun menjadi lebih sadis.

Evolusi yang juga erat kaitannya dengan lagu wajib yang terdengar dari seri film sebelumnya berjudul The Hanging Tree. Lagu yang menyimpan kenangan pahit dalam diri seorang Coriolanus Snow terhadap Lucy Gray Baird.

The Hanging Tree dalam film seri sebelumnya menjadi sebuah teka-teki, yang baru terjawab di The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes. Lucy Gray Baird menciptakan lagunya berdasarkan kisah Arlo Chance (Raphael Zari), seorang pria di Distrik 12 yang dinyatakan bersalah oleh The Peacekeepers karena membunuh tiga orang dalam ledakan tambang batu bara dan kemudian dieksekusi di pohon gantung.

Lirik yang ternyata terkorelasi dengan Snow yang juga telah membunuh tiga orang. Setelahnya, lagu ini menjadi seruan semangat dari pemberontak. Menjadi alasan kuat Presiden Snow tertarik dengan Katniss Everdeen yang mengingatkannya dengan sosok Lucy Gray Baird.

Korelasi yang akhirnya membuat pengulangan sejarah yang melibatkan Coriolanus Snow di masa depan dengan Katniss Everdeen. Meski begitu, Francis Lawrence sebagai sutradara untuk ketiga filmnya, termasuk The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes membuat kesinambungan hubungan satu dengan lainnya masih di jalur yang sama.

Terutama dalam membangun ambience filmnya, dari segi membangun mood karakter, chemistry hingga sinematografi. Pada ceritanya, Francis Lawrence juga tetap mempertahankan kompleksitas dari novel ke film.

Hanya saja, ada hal yang masih menggantung dalam filmnya. Pada penyelesaian konflik yang masih terlihat sekali belum sepenuhnya selesai. Seakan menjadi kode untuk kelanjutan dari kisah The Hunger Games. Terutama keterkaitan antara Lucy Gray Baird dengan Katniss Everdeen.

Atau belum selesainya kisah dan konflik Coriolanus Snow dan Lucy Gray Baird. Jadi, penggemar dari novel maupun filmnya kita tunggu The Hunger Games di waktu mendatang.

Sedikit membahas sub judul-nya kini, The Ballad of Songbirds & Snakes. Masing-masing memiliki keterkaitannya tersendiri dengan karakter maupun cerita. Pada title ‘the ballad of songbird‘, erat kaitannya dengan lagu yang merujuk jelas pada karakter Lucy Gray Baird sebagai figur keindahan, kebebasan dan kepolosan.

Keterampilannya menulis lagu dan kemampuan menyanyi menjadikan Lucy Gray mendapat julukan dari orang-orang di Capitol dengan sebutan ‘little songbird‘. Seperti diketahui, The Hanging Tree menjadi lagu ikonik yang digunakan sebagai seruan bagi para pemberontak di masa depan.

Namun, pada title ‘snakes’ jika merujuk pada hewan memang diperlihatkan pada beberapa adegan. Yaitu ketika Snow dan kawannya di universitas menghadap Dr. Volumnia Gaul. Terlihat kembali pada ujian terakhir dari the hunger games. Di mana, ular hasil eksperimen tersebut dilepaskan di arena permainan.

Terakhir, saat Snow bertemu kembali dengan Lucy Gray di distrik 12. Diperlihatkan, Lucy Gray yang dengan santainya bercengkerama dengan ular, meski memiliki bisa yang mematikan. Begitu pun ketika Snow tergigit ualr yang sengaja disembunyikan dibalik selendang yang diberikannya untuk Lucy Gray.

Namun, jika merujuk pada sifat manusianya menjadi masuk akal. Tentunya terlihat jelas pada karakter Coriolanus Snow sebagai sang antagonis, yang memilki sifat licik, sering menipu dan berkhianat. Bahkan untuk Lucy Gray sebagai protagonis yang sebenarnya masih menjadi misteri. Selain yang terlihat sebagai figur keindahan, kebebasan dan kepolosan.

Sutradara Francis Lawrence, terutama Michael Lesslie dan Michael Arndt sebagai penulis ingin membiarkan penonton memilki sudut pandangnya tersendiri dalam memaknai judul yang terkait dengan cerita dari The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & SnakesSeperti yang diciptakan oleh Suzanne Collins sebagai penulis novel untuk memberikan kebebasan dalam menilai dan memaknai kepada pembaca.

Production company: Lionsgate Films, Color Force
Distributor: Lionsgate
Cast: Tom Blyth (Coriolanus Snow), Rachel Zegler (Lucy Gray Baird), Peter Dinklage (Casca “Cas” Highbottom), Hunter Schafer (Tigris Snow), Josh Andrés Rivera (Sejanus Plinth), Jason Schwartzman (Lucretius “Lucky” Flickerman), Viola Davis (Dr. Volumnia Gaul), etc
Director: Francis Lawrence
Screenwriter: Michael Lesslie, Michael Arndt
Producers: Nina Jacobson, Brad Simpson, Francis Lawrence
Duration2 hours 37 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x