Review

Review: Pamali: Dusun Pocong, Saat Semua Dilakukan Sebaliknya

770
×

Review: Pamali: Dusun Pocong, Saat Semua Dilakukan Sebaliknya

Share this article

LASAK.iD – Genre horror ternyata masih menjadi favorit untuk sebagian besar film maker tanah air. Apalagi di tahun 2022 lalu, sebuah rekor baru terpecahkan dari sebuah judul film yang ternyata bergenre horror. Dengan capaian jumlah penonton lebih dari 10 juta.

Sesuatu yang memicu adrenaline para film maker untuk membuat karya terbaiknya. Selain itu, konsep semesta atau seringnya disebut universe sedang tren di banyak rumah produksi. Salah satunya hadir dari universe game horror bernama Pamali: Indonesian Folklore Horror yang dirilis oleh StoryTale Studios.

Untuk universe versi live-action diproduksi oleh rumah produksi Lyto Pictures. Film pertamanya dengan judul Pamali terbilang sukses dengan total penonton lebih dari 880 ribu. Merujuk pada seri game Pamali: Indonesian Folklore Horror, film pertamanya mengambil cerita pada sub judul yaitu The White Lady.

Selang setahun tepat di bulan Oktober 2023, Lyto Pictures kembali melanjutkan Pamali: Indonesian Folklore Horror untuk sub judul keduanya, yaitu The Tied Corpse atau Pamali: Dusun Pocong untuk judul Indonesia. Sesuai dengan game dan judulnya, sekuel dari Pamali kini menampilkan hantu pocong.

Karakter kunci

Universe yang ceritanya sudah dipersiapkan sejak awal, sepertinya memiliki karakter kunci yang akan menghantarkan keseluruhan cerita dari Pamali: Indonesian Folklore Horror. Ia adalah sosok Cecep (Fajar Nugra), pemuda desa dengan kepolosannya kembali dimunculkan.

Tak lagi sebagai cameo, karakter Cecep kembali sebagai pemeran utama pria, meski dengan karakternya sebagai tukang gali kubur dalam Pamali: Dusun Pocong. Ini diperkuat dengan pernyataan Andi Suryanto selaku produser dihadapan awak media.

Visi besar untuk IP Pamali yang sebelumnya dari game kita bawa ke film. Tapi kita mau coba kedepannya cerita yang fresh untuk dibikin ke film dan game ke platform hiburan lainnya. Untuk siapa yang akan ikut di film selanjutnya, sejauh ini Fajar jadi peran utamanya. Karena karakter-karakter di Dusun Pocong ada juga di  game Pamali lainnya“, ungkap Andi Suryanto.

Perpaduan realitas dan special effect

Pamali: Dusun Pocong yang kembali disutradarai Bobby Prasetyo dan ditulis Evelyn Afnilia kembali memadukan unsur realitas dengan special effect (CGI). Hal yang terlihat jelas pada sebagian besar karakter pocong. Tentu ini dilakukan untuk mempertahankan ritme pada game-nya, terutama yang memainkan game Pamali.

Untuk penonton secara umum, efek khusus yang dibuat editor filmnya dilakukan cukup mulus. Sesuatu yang masuk akal sehingga penonton pun bisa menerima. Alasan lain yang juga masuk akal, mengingat sejak awal film dikatakan sudah ada 50 lebih penduduk dusun yang meninggal dan terus bertambah.

Jika dilakukan dengan aktor asli tak terbayang akan kerepotan pada tim wardrobe juga sutradara dalam mengatur dan menentukan blocking puluhan karakter pocong. Atau ekstrimnya, ada karakter pocong yang lebih dari seharusnya, menjadikan kejadian horor di lokasi syuting. Ihh serem!.

Sebenarnya memang dari awal kita rancang Pamali II ini, kita memang mau masukin lebih banyak unsur CGI-nya. Karena kita ingin kasih sesuatu yang lebih juga buat penonton terutama yang mengikuti Pamali. Bahkan sejak test cam yang kita ambil itu adalah scene yang menggunakan CGI“, jelas Bobby Prasetyo.

Kekhasan game dalam filmnya

Selain special effect (CGI), Pamali: Dusun Pocong menyisipkan adegan yang memang menjadi based on game. Hal yang dilakukan tim produksi untuk mempertahankan experience dari para pemain game-nya. Adegan yang terlihat ketika karakter Cecep yang diperankan Fajar Nugra berjalan di tengah kuburan sambil menyalahkan obor serta adegan yang berada dalam bilik toilet.

Di sini, tim produksi melakukannya dengan cukup baik, tidak hanya dari sisi mempatahankan experience pemain game-nya tetapi juga penonton filmnya secara luas. Pada sinematografi dengan tone color, camera movement dan camera angle sebagai bagiannya, serta bantuan music scoring dalam menambah ketegangan.

Kita dari pertama mau kasih experience buat teman-teman pemain game juga, biar berasa bahwa ini adalah adaptasi dari gamenya. Dan yang paling ikonik di game Pamali: Dusun Pocong itu ketika Cecep jalan di kuburan malem-malem nyalain obor sama yang di toilet yang ada pocongnya“, ujar Bobby Prasetyo.

Jump scare yang berhasil

Bicara film horror, hal seperti jump scare menjadi sesuatu yang wajib ada. Di mana sutradara akan membuat perubahan suasana pada sebuah adegan dengan tujuan untuk membuat ketakutan di penonton.

Pada film Pamali: Dusun Pocong, tim produksi cukup berhasil dalam menghadirkan jump scare. Filmnya mampu membangun ambience rasa deg-degan di penonton pada momen yang tepat.Kem

unculan karakter pocong dengan blocking dan camera movement yang pas menambah rasa takut walau sebagian besar merupakan efek khusus. Kesinambungan antara akting dan sinematografi dalam menciptakan momen jump scare menjadi cukup berhasil.

Premis yang menggantung

Pamali: Dusun Pocong, dari judulnya secara garis besar penonton sedikit untuk bisa menebak cerita filmnya. Terlepas bahwa film ini merupakan adaptasi dari game horror dengan nama yang sama.

Secara garis besar dari benang merah filmnya dan sesuai judulnya Pamali: Dusun Pocong, filmnya bercerita tentang sebuah dusun di daerah Jawa Barat yang hampir seluruh penduduknya secara tiba-tiba terkena wabah misterius.

Perlahan-lahan wabah tersebut membuat satu per satu penduduknya meninggal, namun menyeramkannya mereka berubah menjadi pocong penasaran setelah dikuburkan. Meneror setiap orang yang masih hidup di dusun tersebut.

Penyajian scene by scene cerita sebenarnya cukup nyaman untuk dinikmati, tidak juga berlebihan atau lebay untuk penonton. Hanya yang perlu digarisbawahi dari cerita filmnya, terlihat sekali tidak menampilkan sebab akibat atau alasan pasti semua penduduk dusun terkena wabah dan meninggal menjadi pocong gentayangan.

Ini tidak pula menjadi sebuah lubang besar pada ceritanya. Hanya saja satu sisi penonton merasa sedikit aneh, karena disuguhkan langsung ke pokok permasalahan atau proses terbangunnya konflik dan bagian klimaks (penyelesaian konflik).

Scene yang memberikan jawaban atau sebab sebenarnya ditampilkan. Yaitu saat Cecep menyadari keanehan dalam meletakkan jenazah yang posisinya terbalik, siul di malam hari, buku panduan mengubur serta terselip sebuah mantra yang ternyata senjata untuk mengusir para demit pocong yang ada di dusun.

Ini juga tidak menjelaskan secara detail, hanya sebuah bagian kecil agar penonton memiliki trigger dibalik rentetan peristiwa yang terjadi di dusun tersebut. Film ini yang menjadi kuncinya pada kalimat Cecep di scene akhir ketika menerjemahkan sebuah tulisan yang terpahat di perahu Mang Yusuf (Ence Bagus), “setiap daerah punya pantangannya masing-masing“.

Potensi sekuel atau prekuel

Celah dari ceritanya seakan sengaja dibuat oleh tim produksi untuk membuat penasaran penonton. Seakan mengindikasikan bahwa universe dari Pamali: Indonesian Folklore Horror untuk bagian cerita Pamali: Dusun Pocong akan memiliki sekuel atau bahkan prekuel-nya tersendiri. Untuk menjadikan IP Pamali berkembang lebih luas untuk produksi film.

Potensi besar ini tak hanya dari celah yang ditinggalkan pada cerita. Chemistry cukup kuat yang ditunjukkan para karakter yang membuat kemungkinan besar akan sekuel atau prekuel bisa saja benar terjadi. Misalnya antara Cecep yang diperankan Fajar Nugra dan Mila yang diperankan aktris muda Yasamin Jasem.

Atau misteri dari karakter Gendis yang dimainkan Dea Panendra masih menimbulkan pertanyaan besar di penonton. Begitu pun, kemunculan beberapa karakter yang belum terjelaskan akan perannya dalam cerita.

Namun, melihat dari storytelling dalam game, produksi berikutnya sepertinya masih mengikuti alur cerita dalam game-nya. Pada bagian cerita dari The Little Devil atau justru The Hungry Witch.

Production company: LYTO Pictures
Distributor: LYTO Pictures
CastFajar Nugra (Cecep), Yasamin Jasem (Mila), Dea Panendra (Gendis), Arla Ailani (Puput), Bukie B. Mansyur (Deden), Anantya Kirana (Eneng), Whani Darmawan (Mang Ujang), Wina Marrino (Ceu Imah), Ence Bagus (Mang Yusuf), etc
DirectorBobby Prasetyo
Screenwriter: Evelyn Afnilia
Producers: Andi Suryanto, Marcella Daryanani, Willy Suryanto
Duration1 hours 37 minutes