ReviewCinema

Review: Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai

159
×

Review: Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai

Share this article

Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai mengambil adaptasi dari novel yang juga terinspirasi dari folklor dari Pulau Kalimantan.

LASAK.iDKuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai menjadi karya film terbaru dari rumah produksi Aenigma Picture setelah film pertamanya di tahun 2021 lalu. Film yang kembali disutradarai Yongki Ongestu juga masih mengusung genre horror. Aenigma Picture yang mengidentikkan sebagai rumah produksi yang mengangkat cerita daerah di Indonesia kali ini bergeser pulau ke Kalimantan dengan mengambil urban legend tentang Kuyang.

Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai bercerita tentang Sriatun (Alyssa Abidin) yang terpaksa menemani Bimo (Dimas Aditya), suaminya yang harus mengajar di pedalaman untuk menjadi syaratnya menjadi PNS. Pedalaman yang dimaksud ternyata nyaris berada di tengah hutan.

Sri yang hanya ingin menemani sang suami justru mendapat gangguan secara mistis, sejak awal mereka menginjakkan kaki di sana. Hal itu dialami dalam perjalanan berjam-jam untuk sampai di hulu sungai rute menuju Muara Tapah, desa yang menjadi lokasi sekolah Bimo mengajar.

Supir yang mengantar keduanya, begitu pun dengan Tingen (Andri Mashadi) dan penduduk desa lainnya berkeyakinan bahwa Sri merupakan sosok perempuan dari seberang pulau yang diramalkan sejak lama. Ia nantinya akan dijadikan sebagai persembahan demi menyempurnakan ilmu hitam seorang dukun untuk menjadi iblis seutuhnya.

Penduduk Muara Tapah berkeyakinan bahwa semuanya mengarah kepada sosok Tambi Nyai (Elly Lutha). Itulah yang menjadi alasan kuat Sri dihampiri kuyang dari sosok Tambi Nyai dan suaminya Bue Alang (Egy Fedly). Juga diteror peti jenazah yang muncul tiba-tiba dihadapan Bimo dan Sri yang datangnya dari arah dalam hutan.

Sesampainya di Muara Tapah segala hal yang janggal semakin menjadi-jadi menghantui pasangan Bimo dan Sri, yang merasa diawasi seseorang atau sesuatu. Begitu pun kemunculan Tambi Nyai yang hampir setiap waktu, bahkan ada momen kehadirannya menunjuk ke arah perut Sri dengan mulut yang seperti membacakan mantra.

Sontak hal itu menjadi cukup mengejutkan sekaligus menakutkan untuk keduanya. Akibat kejadian itu Sri sempat mengalami sakit di bagian perutnya. Yang dilakukan Tambi Nyai ternyata merujuk pada kehamilan dari Sri yang belum disadarinya. Bimo dan Sri baru mengetahui setelah bertemu sesepuh Muara Tapah bernama Mina Uwe (Putri Ayudya).

Yang membantu Sri dari gangguan yang terus diarahkan berasal dari sosok Tambi Nyai. Hal ini tidak terlepas dari penduduk yang sudah mengetahui bahwa Tambi Nyai merupakan sosok kuyang. Dan menuduhnya sebagai penyebab kejadian pilu 10 tahun lalu di Muara Tapah, akan kematian anak-anak desa karena banjir bandang serta wabah lainnya.

Puncaknya, ketika Sri yang juga membantu mengajar sebagai guru honorer mengalami kejadian menyeramkan ketika salah satu muridnya mengalami kesurupan. Menunjuk tepat ke arah perutnya sambil mengatakan tumbal. Apalagi Sri kembali didatangi sosok kuyang Tambi Nyai, tidak hanya sekedar di mimpi tetapi juga di dunia nyata.

Bimo yang khawatir memutuskan untuk mengungsikan Sri ke tempat tinggal dari Pak Kasno (Totos Rasiti) di kecamatan. Kondisi yang larut melam membuat pengemudi perahu klotok tidak berani untuk menyeberangi sungai dan menunda hingga pagi. Keesokan paginya, yang sepertinya sudah direncanakan sejak awal, perahu klotok satu-satunya terbakar.

Saat itu, semua penduduk desa termasuk Bimo berbondong-bondong membantu memadamkan api. Sri yang diminta untuk menunggu di satu sisi lain dari dermaga secara tiba-tiba menghilang di tengah keramaian. Bimo dan Pak Kasno yang panik lantas mencari Sri namun tidak ketemu.

Petunjuk mengarah kepada Sekdes karena ditemukannya sebuah gelang di antara barang milik Sri yang terjatuh di semak-semak. Saat menuntut penjelasan baru diketahui bahwa pemilik gelang tersebut adalah Tingen. Keadaan yang semakin genting membuat Bimo dan yang lainnya meminta bantuan sekali lagi dari Mina Uwe.

Saat proses pencarian di tengah hutan, sosok kuyang berseliweran di sekitar Bimo dan yang lainnya. Hal yang juga digunakan sebagai petunjuk keberadaan Sri seperti yang dikatakan Mina Uwe. Pencarian yang panjang akhirnya Bimo berhasil menemukan Sri yang tergeletak lemas di antara pepohonan. Segera Bimo dan warga lainnya membawa ke rumah Mina Uwe untuk diberikan perawatan.

Saat dalam keadaan lemas, Sri sesaat ingin mengatakan sesuatu mengenai Tambi Nyai dan Mina Uwe, sayangnya sebelum selesai mengatakan Sri sudah dibuat tak sadarkan diri. Mina Uwe dengan meyakinkan, meminta untuk memusnahkan Tambi Nyai dan yang bisa melakukannya hanyalah Bimo dengan golok yang diberikan Mina Uwe.

Tersulut amarah dan kebencian, Bimo, Pak Kades dan Pak Kasno pergi ke tempat persembunyian Tambi Nyai dan Bue Alang di tengah hutan. Betapa terkejutnya saat kebenaran terungkap, bahwa selama ini kehadiran dari Tambi Nyai justru ingin melindungi Sri dari Mina Uwe yang juga sosok kuyang.

Kuyang yang sebenarnya menyebabkan bencana 10 tahun lalu dan sosok kuyang yang menantikan kehadiran Sri dan jabang bayi di dalam perutnya untuk menjadi iblis seutuhnya. Itu juga yang menjadi alasan Tingen diperintahkan Tambi Nyai untuk menghentikan kepergian Sri dari Muara Tapah. Hal itu dikarenakan akan sulit untuk menghentikan dan melindungi Sri dari niat jahat dari Mina Uwe.

Tambi Nyai dalam wujuh kuyang kembali ke kediaman Mina Uwe. Serangan itu menyebabkan rumah Mina Uwe terbakar, Bimo yang juga kembai ke sana mengira istrinya sudah mati terbakar. Beruntung, meski Tingen terluka parah akibat sayatan pisau Mina Uwe masih berhasil bertahan dan mampu menyelamatkan Sri.

Pertarungan terjadi antara Tambi Nyai dan Mina Uwe, begitu pun Bimo yang ingin mengakhiri semuanya. Saat mencoba mengejar Mina Uwe dengan menggunakan potongan rambut miliknya sebagai indikator, Bimo justru menemukan tubuh dari dukun jahat tersebut yang tergeletak tak jauh dari rumahnya.

Tanpa ragu, Bimo segera membawanya untuk dibakar bersama dengan rumahnya. Mina Uwe yang masih berbentuk kuyang masih memiliki kesempatan untuk tetap hidup. Saat itulah, Bimo menghancurkan jantung dari kuyang Mina Uwe yang membuatnya mati. Setelah kejadian penuh drama sepanjang malam, kehidupan desa Muara Tapah kembali normal seperti sedia kala.

Tambi Nyai dan Bue Alang pun ditemukan dalam keadaan meninggal beberapa bulan setelahnya dalam kedamaian karena tugasnya seakan sudah selesai.

Kembali angkat tema urban legend

Aenigma Picture sejak awal memang berkomitmen untuk membuat karya yang mengangkat cerita, mitos, folklor atau urban legend asli tanah air. Di film pertamanya, Tarian Lengger Maut (2021), Aenigma Picture mengangkat budaya khas Jawa Tengah yang dibalut dengan unsur horror.

Kini, karya film terbaru yang kembali mengusung genre horror bergeser ke folklor makhluk asal masyarakat Kalimantan, yaitu Kuyang. Diungkap Yongki Ongestu sutradara filmnya, tidak ada plan table untuk folklor daerah mana yang akan diangkat atau di adaptasi menjadi film.

Untuk Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai, cerita filmnya sebenarnya mengadaptasi novel dengan judul yang sama karya Ahmad Benbela. Alim Sudio sebagai penulis cerita filmnya membawa total 80 persen kemiripan dari yang disajikan dalam novel-nya ke dalam filmnya.

Film horror yang mengangkat folklor makhluk Kuyang sebenarnya bukan yang pertama kali dilakukan. Beberapa tahun kebelakang film dengan tema serupa pernah di produksi. Sinetron-nya pun pernah menjadi populer pada era 90-an, walau lebih mengambil folklor dari Padang, Sumatera Barat.

Gunakan teknologi motion capture

Penikmat film pasti tahu betapa keren dan menariknya tampilan para karakter dari film Avatar, Talitha: Battle Angel hingga Thanos dalam Marvel Cinematic Universe terutama paling dikenal dalam film Avengers: Endgame. Selain menampilkan karakter nyata (manusia), ada beberapa karakter yang imaginatif.

Para film makers hollywood menggunakan teknologi motion capture untuk efek CG dalam menganimasikan para aktornya. Mencoba untuk mensimulasi atau mengira-ngira pandangan dari sinema aksi yang live, dengan mendekati model karakter digital yang fotorealis. Di mana para aktor mengenakan kostum khusus motion capture yang kemudian diberikan penanda reflektif ditancapkan pada kulit untuk mengidentifikasi letak tulang dan gerakan tiga dimensi dari tubuh.

Itulah yang dilakukan sutradara Yongki Ongestu untuk film terbarunya Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai. Tak mengherankan tampilan yang dihasilkan cukup memuaskan, terlihat sangat smooth. Termasuk tampilan rambut yang seakan melakukan gerakan menggelombang juga organ (jantung, hati, usus) yang menggantung.

Di Indonesia mungkin masih sedikit film makers yang menggunakan teknologi motion capture serupa. Tak lain karena tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan proses motion capture ini. Proses ini membutuhkan perangkat lunak, SDM dan lokasi yang mumpuni, serta waktu yang tidak sebentar.

Yongki Ongestu bahkan membutuhkan waktu selama 1 tahun dalam prosesnya dan lebih dari 1.5 tahun untuk keseluruhan filmnya. Walau ada beberapa adegan yang juga menggunakan CGI, misalnya api yang sedikit tidak smooth. Sangat terlihat kobaran api yang digunakan merupakan hasil kerja komputer.

Begitu pun adegan yang cukup teknis terkait tubuh dari Mina Uwe pada bagian akhir filmnya. Saat karakter Bimo membawanya untuk dibakar terlalu terlihat bahwa itu adalah boneka karena lipatan sendi di bagian kaki yang tidak terlihat. Begitu pun bagian atas yang justru berbeda dengan Tambi Nyai.

Saat Tambi Nyai melakukan adegan mengubah diri menjadi kuyang terlihat bagian atas nyaris tidak ada, hanya menyisakan pundak hingga ujung kaki. Sedangkan pada Mina Uwe bagian lehernya masih tersisa yang membuat ketidakkonsistenan untuk hal ini. Namun, sajian filmya secara total menarik.

Plot twist tak terduga

Beberapa genre film cukup mengandalkan sebuah plot twist untuk membuat kemenarikan dalam jalan cerita dan genre horror menjadi salah satunya. Misalnya, pada film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai, sebuah plot twist dihadirkan dari karakter Tambi Nyai dan Mina Uwe.

Keduanya menghadirkan sudut pandang berbeda di penonton pada akhirnya dari peran yang dimainkan. Sejak awal filmnya sudah membentuk rasa kebencian pada karakter Tambi Nyai, yang memiliki ilmu hitam sebagai kuyang. Penyebab segala mala petaka dari desa Muara Tapah, namun berakhir kagum ketika kebenaran yang menjadi plot twist filmnya menjadikan karakter Tambi Nyai sebagai pahlawan.

Sebaliknya, Mina Uwe yang menunjukkan kebaikan sejak awal yang membantu para warga desa dari segala macam ilmu hitam membentuk sudut pandang yang baik di penonton. Plot twist-nya adalah kebalikan dari karakter Tambi Nyai, kenyataannya justru Mina Uwe penyebab kekacauan di Muara Tapah selama berpuluh-puluh tahun.

Karakter keduanya justru yang membuat kehebohan di penonton terutama pada adegan pertempuran keduanya sebagai kuyang. Sedangkan karakter lainnya yaitu Sriatun menjadi trigger dari kedua karakter kuyang dalam filmnya. Kesinambungan satu sama lain yang cukup berhasil.

Bahkan peran pendukung lainnya, seperti Tingen, Pak Kasno, Pak Kades dan Pak Sekdes pun memiliki peran penting bukan hanya sebagai pemeran pendamping saja. Meski pun ada plot hole dari cerita yang tersaji dalam filmnya, bukan juga sebuah kesenjangan yang fatal, namun seakan mengindikasikan sebuah keberlanjutan cerita.

Post-credit scene yang menjadi tanda tanya

Pada produksi film luar terutama hollywood sering kita jumpai sepotong adegan setelah credit title dari filmnya selesai ditayangkan. Potongan adegan yang dikenal di kalangan penikmat film dengan istilah post-credit scene sebagai sebuah trigger bahwa film tersebut memiliki cerita berkelanjutan atau menjadi sebuah jagat semesta.

Meski Aryanna Yuris sebagai produser tidak mengatakan iya, namun post-credit scene yang ditampilkan film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai cukup jelas mengindikasikan hal tersebut. Ditandai dengan kemunculan karakter baru yang identitasnya masih misterius, hanya menampilkan wajah (mulut) yang sedang mengucapkan sesuatu seperti mantra.

Ditambah dengan bungkusan besar yang dibawa dan ternyata kepala dari Mina Uwe yang sebelumnya tergeletak di depan rumahnya setelah jantungnya dihancurkan Bimo. Sontak penikmat film yang sudah terbiasa dengan hadirnya post-credit scene akan berspekulasi filmnya akan menjadi jagat semesta. Hal yang mungkin sedikit menjawab alasan filmnya terasa sekali memiliki plot hole.

Antagonis yang menjadi pahlawan

Pada beberapa judul film seperti Fast & Furious, Ocean’s film series dan judul lainnya menempatkan para karakter penjahat sebagai pahlawan. Bahkan mengundang rasa simpati dari penontonnya. Hal sama dilakukan novel-nya kemudian kini dalam versi audio visual untuk film berjudul Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai.

Di mana setiap orang yang menjadi kuyang tentu memiliki ilmu hitam yang identik sebagai kejahatan. Tentu di dalam sebuah cerita akan menjadi karakter antagonis. Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai melakukan berbeda, menjadikan sosok kuyang atau salah satunya sebagai pahlawan.

Ini sekaligus menjadi plot twist dari filmnya yang pasti mengejutkan para penontonnya. Penggabungan dan pembeda yang menarik dari sebuah cerita film.

Production company: Aenigma Picture
Distributor: Aenigma Picture
Cast: Alyssa Abidin (Sriatun), Dimas Aditya (Bimo), Putri Ayudya (Mina Uwe), Elly Luthan (Tambi Nyai), Egy Fedly (Bue Alang), Totos Rasiti (Kasno), Andri Mashadi (Tingen), etc
Director: Yongki Ongestu
Screenwriter: Ali Sudio
Producers: Aryanna Yuris
Duration: 1 hours 37 minutes

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x