LASAK.iD – Genre film seperti drama, horror, action, animasi, comedy hingga documenter menjadi yang paling umum diketahui oleh penikmat film.
Di Indonesia, genre yang cukup sering untuk diproduksi adalah drama dan horror. Awal tahun ini saja sudah ada puluhan film dari dalam negeri yang tayang di bioskop. Horror masih menjadi genre yang mendominasi, untuk beberapa judul lainnya hadir dari drama juga action.
Meski begitu, beberapa film makers dan rumah produksi tanah air mencoba untuk melawan arus dengan genre berbeda dengan mengusung genre turunan atau sub-genre sebagai pilihan untuk diproduksi.
Salah satunya hadir dari film berjudul Adagium dari sutradara Rizal Mantovani dan penulis Titien Wattimena. Mengusung genre action thriller patriotisme, film Adagium diperankan tiga aktor muda sebagai karakter utama, yaitu Angga Asyafriena (Arga), Jihane Almira (Alenda) dan Pangeran Lantang (Bian).
Deretan pemain pendukung lainnya datang dari aktor senior Indonesia, seperti Rifnu Wikana (Guntur), Mike Lucock (Nosluc), Rizky Hanggono (Faisal), Dennis Adhiswara (Agus), Hans de Kraker (Maldred) dan sejumlah nama lainnya.
Ini sebenarnya juga bukan kali pertama untuk Indonesia memproduksi film serupa. Bedanya Adagium menyesuaikan dengan perkembangan saat ini juga selera pangsa. Cerita dan tampilan secara sinematografi filmnya pun turut menyesuaikan.
Adagium mencoba menangkap isu yang terjadi di masyarakat sebagai benang merah cerita filmnya. Melalui penyajian cerita yang mengadopsi sejumlah judul film produksi luar terutama hollywood.
Film dengan benang merahnya berkaitan erat dengan cyber crime, hacker, penjahat kelas dunia, chaos-nya dunia, misi penyelamatan presiden serta pasukan khusus.
Jika menonton filmnya, Adagium mengambil sebagian konsep dari film Live Free or Die Hard atau Die Hard 4.0 yang diperankan Bruce Willis dan Justin Long. Produksi film dengan ceritanya tentang cyber crime yang dilakukan oleh hacker profesional. Tak hanya mengancam satu negara namun seluruh dunia dengan mengacaukan pada bursa saham.
Film lainnya dengan judul Olympus Has Fallen dari sutradara Antoine Fuqua. Secret service Agent bernama Mike Banning yang diperankan aktor Gerard Butler, terjebak dalam misi penyelamatan presiden Amerika dari serangan teroris asal Korea Utara di gedung putih.
Ada juga film dari sutradara Ridley Scott dan penulis Ken Nolan berjudul Black Hawk Down. Ini merupakan film berdasarkan kisah nyata pasukan khusus Amerika yang dikenal dengan Rangers dan juga Delta Force ketika mereka pasukan khusus terjebak dalam Perang Saudara Somalia.
Ketiga film tersebut sebagian kecil yang menjadi inspirasi Titien Wattimena, penulis film Adagium. Melawan arus yang diharapkan membawa industri perfilman selangkah maju, terutama dalam produksi film bergenre action thriller patriotisme.
Adagium memang belum sepenuhnya dikatakan berhasil, jika memenuhi ekspektasi penonton yang terbiasa melihat film serupa yang berasal dari hollywood, Eropa dan sebagian negara Asia.
Ini menyangkut unsur yang ada dalam filmnya, sebut saja para aktornya. Berbicara kualitas akting dari deretan nama besar sudah tidak perlu diragukan. Hanya saja, ada keleluasaan seperti biasanya kurang dirasakan dari para aktor tersebut dalam film Adagium.
Begitu pun pada sinematografi filmnya, Adagium masih terasa lambat, terutama memasuki bagian yang memperlihatkan lebih banyak aksi. Rizal Mantovani sebagai sutradara sepertinya belum melakukan sepenuhnya secara maksimal.
Namun, cukup impresif untuk sinematografi menyangkut special effect. Ini terlihat pada adegan dari karakter Alenda beraksi sebagai hacker. Ada juga adegan ketika Satuan Siber melacak kelompok Maldred dengan perangkat teknologi yang mumpuni. Atau adegan ketika pasukan khusus menggunakan drone untuk mengintai yang kesemuanya digambarkan sebagai teknologi canggih.
Yang juga disayangkan dengan tidak adanya terjemahan dari dialog yang dilakukan oleh para karakter antagonis. Terutama pada dialog yang banyak dilakukan karakter Nosluc dan Maldred. Di mana semua karakter antagonis dalam Adagium digambarkan sebagai orang asing. (menonton lebih awal sebelum tayang di bioskop)
Meski begitu, film Adagium patut mendapat apresiasi dari penikmat film, mengingat ini langkah baru lagi untuk industri perfilman tanah air. Tak lagi berpatok pada cerita sejarah namun lebih aware akan isu yang terjadi di waktu belakangan, dalam memproduksi film dengan genre action thriller patriotisme.
Adagium mencoba mengangkat tema terkait cyber crime yang digambarkan dengan organisasi kejahatan dunia yang berkedok pinjaman online ilegal. Sebagai pendukung dengan melibatkan sosok hacker di dalamnya, yang belakangan ramai diperbincangkan publik tanah air.
Untuk membangun mood grafic filmnya, Titien Wattimena menyelipkan drama yang lebih diperlihatkan di bagian awal film. Pada akhirnya penonton dibuat lebih tegang dan serius setelahnya. Tak terlewatkan oleh Titien, dengan menyelipkan komedi, yang hadir dari karakter Bian untuk memecah di tengah suasana tegang filmnya.
Adagium pun tak sebatas film yang membawa patriotisme dalam ceritanya, namun menyelipkan misi untuk memberikan informasi ke publik Indonesia akan kemampuan dan kemajuan militer Indonesia.
Hal yang diperkuat dengan pernyataan Rizal Mantovani sebagai sutradara, bahwa peralatan (senjata, perangkat komputer, teknologi pendukung lain) yang digunakan dan pemain yang terlibat 80 persennya asli dari kemiliteran. Sedangkan, 20 persen lainnya merupakan aktor serta properti tambahan.
Production company: Brainstorminc Entertainment
Distributor: Brainstorminc Entertainment
Cast: Angga Asyafriena (Arga), Jihane Almira (Alenda) dan Pangeran Lantang (Bian), Rifnu Wikana (Guntur), Mike Lucock (Nosluc), Rizky Hanggono (Faisal), Dennis Adhiswara (Agus), Hans de Kraker (Maldred), etc
Director: Rizal Mantovani
Screenplay: Titien Wattimena
Producers: Anto Hoed, Irving Artemas, Maria Lucky
Duration: 2 hours 4 minutes