Cinematografi Tak Terduga pada Pet Sematary
Review

Cinematografi Tak Terduga pada Pet Sematary 

LASAK.ID – Membahas tentang film memang tidak akan pernah ada habisnya, karena hampir setiap pekan bermunculan film-film baru. Tidak hanya berlaku untuk film dalam negeri saja, tetapi juga film luar yang rajin masuk bioskop Indonesia, terutama dari Hollywood. Sebelumnya sempat ramai dengan film dengan tema superhero, kini Hollywood menyajikan sensasi lainnya melalui film terbarunya bergenre horor supernatural, Pet Sematary.

Tapi tunggu dulu, untuk kalian yang lahir di era 80-an atau 90-an mungkin tidak asing dengan judul film satu ini. Yap, pada 1989 film dengan judul yang sama berdasarkan novel karya Stephen King tayang pertama kali. Tahun ini, di 2019 Paramount Pictures kembali memproduksinya bersama Di Bonaventura Pictures.

Untuk film adaptasi keduanya ini, masih menampilkan cerita yang sama dengan film pertamanya di tahun 1989. Dimana ada sebuah wilayah di Amerika yang memiliki “evil land”, tanah terlarang peninggalan dari suku terdahulu yang mendiami wilayah tersebut berabad-abad lamanya. Tanah kramat yang ternyata bisa membangkitkan benda bernyawa apapun untuk hidup kembali dari kematian.

Tim Lasak.id mendapatkan kesempatan pertama untuk menonton adaptasi kedua dari Pet Sematary sebelum tayang di bioskop tanah air. Kali ini tim Lasak.id ingin sedikit membahas film terbaru dari Paramount Pictures tersebut dan sedikit membahas dari film pertamanya di tahun 1989 silam.

Film besutan sutradara Kevin Kölsch dan Dennis Widmyer kali ini memang jauh lebih membuat tegang, takut dan juga mengagetkan penonton. Sebagaimana ciri khas dari film horor, jump scare menjadi andalan untuk membuat penonton merasakan sensasi tersebut sepanjang menonton filmnya.

Alur cerita Pet Sematary 2019 sebenarnya masih sama dengan film adaptasi pertamanya karena memang merujuk pada novel dengan judul yang sama karya Stephen King. Tapi tidak persis secara seratus persen, untuk film terbarunya ini, beberapa hal dibuat sedikit berbeda bahkan panambahan juga terlihat dengan sentuhan teknologi yang canggih saat ini.

Salah satu pembeda dari kedua film tersebut ada pada sisi karakter. Untuk kalian yang menonton film pertamanya pastinya ingat betul anak bungsulah, Gage Creed yang diceritakan menjadi sosok menakutkan. Sedangkan untuk Pet Sematary 2019, penulis Matt Greenberg menjungkirbalikan hal tersebut. Dimana anak sulung dari Louis dan Rachel, Ellie Creed yang menjadi sosok utama yang berubah menakutkan setelah bangkit dari kubur.

Selain memang dijungkirbalikan, teknologi saat ini tidak bisa dipungkiri menjadi faktor penentu dan poin plus. Ellie Creed yang diperankan Jeté Laurence selain aktingnya yang luar biasa, walau masih tergolong aktris muda. Dirinya sebenarnya memerankan 2 karakter sekaligus, diawal cerita dirinya menjadi sisi ceria lalu mendadak menjadi lebih dark. Kesan dark dari karakter Ellie ditunjang pula dengan make up khusus atau yang sering disebut sebagai make up karakter yang membuat kesan untuk karakter kedua dari dirinya tergambar meski dirinya tidak berdialog.

Teknologi lainnya yang sangat berbeda dan membuat lebih creepy adalah CGI di beberapa bagian film. Jika kalian yang sudah menonton atau baru akan menonton akan melihat dimana terdapat scene saat berada di sebuah hutan. Disini Louis Creed (Jason Clarke) bersama dengan Jud Crandall (John Lithgow) membawa Church, kucing kesayangan Ellie (Jeté Laurence) anak perempuan Louis Creed untuk dikuburkan di tanah terlarang. Efek khusus dari CGI membuat kesan bahwa itu adalah hutan yang gelap dan menyeramkan, termasuk penambahan efek petir dan backsound.

Tidak hanya perubahan, penambahan untuk memperkuat cerita juga dilakukan penulis yang dipertegas dengan pengambilan sudut kamera yang sinematik. Seperti diawal cerita saat keluarga Creed baru saja pindah ke Ludlow, Maine. Rachel dan Ellie mendapati sekelompok anak yang membawa hewan peliharaan yang sudah mati. Dengan membawa gendang dan mengenakan topeng hewan yang seolah sedang melakukan ritual khusus sehingga menambah kesan mencekam dan menyeramkan sejak awal film.

Banyak hal menarik dari film ini, diluar ending film yang dibuat menggantung, baik yang tayang di tahun 1989 ataupun yang akan tayang 5 April 2019 mendatang. Selain plot twist yang tidak terlalu terkesan monoton tetapi bisa membawa penonton untuk bisa ikut menebak akan seperti apa ending dari film tersebut nantinya.

Namun, tim Lasak.id sendiri mencoba menganalisis hal menarik dari kesan horor yang dibuat tentang tanah terlarang dalam kisah Pet Sematary, ditambah tagline “sometimes dead is better” yang semakin mempertegas hal tersebut. Stephen King seolah mencoba mengkaitkan dengan sebuah kepercayaan atau justru merajuk kepada mitologi kuno dari sebuah suku atau negara.

Seperti yang diketahui banyak orang, adanya kepercayaan akan mitologi Mesir kuno hingga mitologi Yunani. Stephen King untuk novelnya ini yang kembali diangkat ke film layar lebar mungkin saja lebih merajuk pada Suku Indian yang memang banyak mendiami wilayah Amerika, dengan kepercayaan mereka terhadap alam dan dewa. Entah yang bersifat baik atau justru sebaliknya.

(Sarah)

Komentarlah yang bijak

Related posts